Video Berita
VIDEO: Konflik Gajah Liar dengan Petani di Pangkalan Gondai Pelalawan, Warga Jaga Kebun Pakai Bedil
Menurut Batin Mudo Gondai ini, kebanyakan masih berkeliaran di kebun warga Desa Gondai dan menjadikan sawit sebagai pakan
Penulis: johanes | Editor: didik ahmadi
TRIBUNPEKANBARU.COM, PELALAWAN- Konflik gajah liar dengan petani kelapa sawit di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan sampai saat ini belum selesai. Sudah empat bulan ini kawanan gajah merusak kebun sawit milik masyarakat.
Menurut warga Pangkalan Gondai, Firmansyah, sampai saat ini gajah sumatera tersebut masih berkeliaran di kebun milik petani yang masuk sejak pertengahan Bulan Mei lalu. Luas kebun yang rusak diperkirakan sudah puluhan hektar milik puluhan masyarakat..
Tanaman sawit dicabut dan dimakan oleh satwa yang dilindungi itu, ada juga yang ditumbang hingga tak bisa diberdayakan lagi.
Tanaman yang menjadi sasaran binatang bertubuh besar itu mulai dari sawit yang baru ditanam hingga berusia 6 tahun.
"Kemarin masih muncul juga dan jumlahnya bertambah terus. Diperkirakan lebih dari 10 ekor.
Masyarakat sudah mulai pasrah dengan keadaan," kata Firmansyah kepada tribunpekanbaru.com, Selasa (4/10/2022).
Menurut Batin Mudo Gondai ini, kebanyakan masih berkeliaran di kebun warga Desa Gondai dan menjadikan sawit sebagai pakan.
Ada juga gajah yang berpindah melalui sungai ke kebun warga di Desa Penarikan, bertetangga dengan Pangakalan Gondai.
Ukuran gajah yang terlihat warga berkeliaran cukup beragam mulai dari anakan hingga indukan.
Sebenarnya, lanjut Firmansyah, tim dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) telah turun ke lokasi untuk berdialog dengan masyarakat.
Namun penanganannya belum maksimal dan gajah masih menguasai kebun, belum kembali ke habitatnya.
Terpaksa petani mengambil langkah dengan menjaga kebun masing-masing dengan menggunakan bedil atau petasan yang dimodifikasi dari paralon dengan bahan bakar karbit yang menghasilkan suara keras.
Selain itu membuat api pada malam hari untuk menghalau kedatangan gajah.
"Tapi itu tak berhasil juga. Gajahnya tidak takut dan terus berpindah-pindah tempat. Gajah itu aktif pada malam sampai pagi, sedangkan siang istirahat," tuturnya.
Melihat kondisi yang terjadi setiap hari, warga malah ketakutan akan ada serangan balik dari gajah.
Karena menurut penjelasan dari petugas Balai TNTN dan BKSDA, jika gajah itu terus diusir dengan acara itu akan menimbulkan stres serta mengubah perilaku hewan yang dilindungi pemerintah itu mengamuk.
Bisa saja menyerang warga atau rumah penduduk yang jaraknya tidak jauh dari kebun.
Kepala BKSDA Riau, Genman Suhefti Hasibuan S.Hut MM melalui Kepala Bidang Wilayah l Andri Hansen Siregar menerangkan, pihaknya telah menurunkan tim mitigasi ke Pangkalan Gondai.
Tim BKSDA bergabung bersama Balai TNTN, dan Yayasan TNTN mendatangi lokasi konflik gajah dengan petani Pangakalan Gondai.
Penanganan secara manual dilakukan dengan memberikan pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat petani. Pihaknya berencana akan menggiring gajah sumatera itu menjauh dari pemukiman warga dan keluar dari kebun sawit petani.
"Kita juga berkordinasi dengan petani dan perangkat setempat. Fokus kita untuk penyelamatan gajah dan menjauh dari kebun serta pemukiman warga," beber Andri Hansen Siregar.
Ia menegaskan, perkebunan warga yang dimasuki gajah liar itu merupakan kawasan hutan produksi. Artinya areal itu merupakan habitat gajah untuk mencari pakan dan kebetulan kawasan hutan telah berubah menjadi kebun sawit, alhasil tanaman sawit menajsi sasaran hewan bernama latin Elephas Maximus Sumatrensia itu.
Pihaknya belum bisa memastikan dari mana asal gajah tersebut. Karena daerah jelajah atau home range gajah cukup luas, sehingga tak bisa dipastikan berasal dari TNTN atau habitat lainnya.
(Tribunpekanbaru.com/Johannes Wowor Tanjung)