Berita Riau
4 Bos Fikasa Group Terpidana Kasus Investasi Bodong Rp84,9 M Jalani Sidang Perdana Pencucian Uang
4 bos Fikasa Group kembali menjalani sidang, kali ini perihal kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
Lanjut dia, sidang ditunda pekan depan. Agendanya yaitu mendengarkan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa.
Dalam perkara tindak pidana pencucian uang, para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-undang (UU) RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jo Pasal 5 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terkait perkara investasi bodong, 4 bos Fikasa Group dan seorang karyawannya sebelumnya telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Melakukan tindak pidana bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Bank Indonesia secara berlanjut.
Awal mula kasus ini bergulir pada tahun 2016, dimana PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product dan PT TGP yang bergerak di bidang usaha properti bernaung di bawah Fikasa Group, sedang membutuhkan tambahan modal untuk operasional perusahaan.
Mereka lantas mencari nasabah sampai ke Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Para terdakwa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia.
Saat menawarkan promossory note, terdakwa mengiming-imingi bunga yang tinggi melebihi bunga bank pada umumnya pada para nasabah.
Kepada para nasabah di Pekanbaru mereka menawari bunga deposito dengan persenan cukup tinggi pertahun melalui produk promissory note PT WBN dan PT TGP.
Bunga bank pada umumnya hanya 5 persen per tahun, tapi terdakwa menjanjikan bunga 6 sampai 12 persen.
Namun sejak 2019, tidak ada pembayaran lagi dari pihak perusahaan.
Akibatnya, nasabah dirugikan Rp 84,9 miliar.
Para nasabah pun belakangan meminta uang mereka. Para terdakwa awalnya berjanji akan mengembalikan uang nasabah.
Tapi karena tidak kunjung mendapatkan bunga depositonya, para nasabah meminta modal mereka saja yang dikembalikan.
Awal tahun 2020, para terdakwa berjanji untuk mengembalikan modal. Namun ternyata tidak kunjung terealisasi.
Kasus ini akhirnya diambil alih oleh Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Kemudian kasusnya dilimpahkan di Kejaksaan Negeri Pekanbaru.
PT WBN dan TGP dalam penerbitannya tidak memiliki izin dari Bank Indonesia dan tidak memenuhi persyaratan dan kualifikasi untuk disebut sebagai promisory note sesuai peraturan perbankan.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )