Berita Bengkalis
Kami Sudah Muak! Abrasi di Pulau Terluar Indonesia, Banyak Pejabat Datang Tapi Cuma Melihat Saja
Abrasi yang terjadi di Pulau Bengkalis, satu di antara pulau terluar Indonesia makin mengkhawatirkan
Penulis: Muhammad Natsir | Editor: Nurul Qomariah
Abrasi yang terjadi saat itu menjatuhkan tanah perkebunan masyarakat seluas tiga hektare lebih
Hal ini diungkap langsung Kades Muntai M Nurin menurut dia, abrasi terjadi sejak tanggal 15 November lalu hingga saat masih terus berlangsung.
Akibat peristiwa ini warga Muntai kehilangan lahan perkebun kelapa mereka.
Bahkan akses jalan menuju kebun yang sudah ada kini ikut tersapu abrasi.
"Kami sekarang kehilangan akses jalan menuju kebun, masyarakat harus merintis jalan baru untuk menuju kebun," tambah Nurin.
Harapan Kades Muntai kondisi abrasi yang terjadi setiap tahun ini bisa menjadi perhatian pemerintah pusat. Karena abrasi terjadi cukup mengkhawatirkan.
"Tentu penanganan abrasi ini tagungjawab pusat, kalau daerah mungkin tidak mampu, kita minta pemerintah Pusat memperhatikan ini," ujarnya.
" Pemerintah daerah kita minta mendorong pusat untuk memperhatikan abrasi di pulau Bengkalis," lanjutnya.
Butuh Anggaran RP 2,5 Triliun
Terkait abrasi yang terjadi saat ini Wakil Bupati Bengkalis Bagus Santoso mengatakan kondisi ini sudah terjadi sejak lama dan terjadi terus.
Tidak hanya kebun saja, rumah, lapangan bola bahkan kuburan sudah banyak yang terjun ke laut di titik titik tertentu di Pulau Bengkalis.
"Untuk di desa Simpang Ayam ini satu diantar titik abrasi yang kritis," Jelasnya.
Wilayah Bengkalis ini ada sekitar 222 kilometer wilayah yang terkena abrasi, meliputi Pulau Bengkalis, Rupat bahkan daerah daratan pesisir Pulau Sumatera.
"Dari 222 kilometer yang terkena abrasi ada sekitar 121 Kilometer yang dalam keadaan kritis akibat abrasi, Pemkab Bengkalis dan provinsi sudah berupaya melakukan penanganan selama ini namun sejauh ini baru menyelesaikan sekitar 31 kilometer dari wilayah kritis abrasi," Jelasnya.
Menurut dia, penanganan sepanjang 31 Kilometer ini memakan anggaran sekitar 300 miliar rupiah lebih.
Saat ini masih sekitar 90 kilometer lebih lagi wilayah kritis abrasi yang belum tertangani, tersebar di daratan Pulau Bengkalis, Rupat dan wilayah Bengkalis di pesisir Pulau Sumatera.
Bagus mengatakan, besarnya anggaran penangananan abrasi ini pemerintah Bengkalis tentu tidak akan manpu menyelesaikannya.
Penanganan abrasi dilakukan dengan pembangunan pemecah gelombang menggunakan batu gunung.
"Untuk membangun satu meter pemecah gelombang menghabiskan anggaran sekitar Rp 28 juta. Jadi untuk membangun satu kilometer pemecah gelombang kita butuh anggaran 28 miliar rupiah, kalikan sekitar 98 kilomter yang perlu dibangun menghabiskan biaya sekitar Rp 2,5 triliun," urai Bagus Santoso.
Dengan anggaran sebesar itu tentu penanganannya diharapkan dilakukan pemerintah pusat.
Pemerintah Kabupaten Bengkalis sebenarnya sudah melakukan pendataan sejak lama, bahkan sejak zaman Bupati Amril Mukminin hingga saat ini terus di lakukan.
"Data ini sudah kita ajukan permohonan ke Pusat untuk mendapat bantuan bagaimana menangani abrasi ini beberapa kali," ujarnya.
"Saat ini kita juga sudah mengesah PUPPR Balai Wilayah Sungai yang ada Riau untuk membantu," imbuhnya.
Bagus mengajak semua pihak untuk mengetuk hati Presiden dan pemerintah pusat agar memprioritaskan penanganan abrasi di Bengkalis.
Karena Bengkalis ini pulau terdepan dan berhadapan langsung dengan Malaysia.
"Kalau hanya menghandalkan APBD Bengkalis, APBD Riau tentu tidak mampu untuk menanganinya," tambahnya.
( Tribunpekanbaru.com / Muhammad Natsir )
