GILIRAN Twitter Diancam Hacker: Bocorkan 400 Juta Data Pengguna, Minta Uang Rp 3 Milliar
Ryushi juga membagikan data Twitter milik beberapa perusahaan dan institusi resmi macam SpaceX, NBA, WHO, CBS Media, badan kesehatan dunia WHO
TRIBUNPEKANBARU.COM - Twitter kini mejadi incara hacker.
Dimana, sekitar 400 juta data pengguna Twitter diduga bocor.
Data pengguna ini disinyalir dijual bebas di internet.
Ratusan juta data tersebut dijual oleh pengguna bernama "Ryushi" dalam sebuah forum jual beli data, yaitu Breached Forums.
Adapun data-data pengguna yang dibocorkan mencakup nama handle atau username Twitter, alamat e-mail, jumlah pengikut (followers), tanggal pembuatan akun, hingga nomor telepon yang terdaftar di Twitter.
Dari ratusan juta data yang diklaim dikumpulkan menggunakan sistem Twitter (API) versi 2021 tersebut, Ryushi membagikan beberapa sampel data pengguna Twitter yang cukup dikenal publik.
Beberapa di antaranya seperti data Twitter milik CEO Alphabet dan Google, Sundar Pichai; mantan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump; hingga musisi papan atas Charlie Puth.
Selain itu, Ryushi juga membagikan data Twitter milik beberapa perusahaan dan institusi resmi macam SpaceX, NBA, WHO, CBS Media, badan kesehatan dunia WHO, dan masih banyak lagi.
Peras Twitter
Dalam postingan yang sama, Ryushi memeras Twitter dengan meminta perusahaan milik Elon Musk itu membayar uang tebusan senilai 200.000 dolar AS (sekitar Rp 3,1 miliar) supaya data-data tersebut tidak bocor dan dijual ke publik.
Apabila ditebus, maka data-data yang dimiliki Ryushi tidak akan dibocorkan dan bakal dihapus. Sebaliknya, jika Twitter tak membayar, maka data tersebut akan dijual ke pihak yang berminat senilai 60.000 dolar AS (sekitar Rp 940 juta) per kopi data.
Di samping ancaman penjualan data ke publik, Ryushi juga mengancam Twitter bahwa mereka bakal didenda oleh otoritas Eropa atas kasus kebocoran 400 juta data pengguna Twitter ini, jika tidak membayar uang tebusan.
Seperti diketahui, Eropa memiliki hukum perlindungan data pribadi (GDPR), di mana suatu perusahaan akan terkena hukuman apabila melanggar aturan-aturan terkait privasi pengguna di kawasan tersebut.
"Apabila orang Twitter atau Elon Musk membaca postingan ini, maka Anda mengabaikan denda GDPR yang nilainya bakal jauh lebih besar (dari 200.000 dolar AS)," jelas Ryushi, dikutip KompasTekno dari BleepingComputer, Rabu (28/12/2022).
"Artinya, opsi terbaik untuk menghindari denda GDPR 276 juta dolar AS (sekitar Rp 4,3 triliun) adalah dengan membeli data ini," imbuh Ryushi.