Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Pekanbaru

Empat Film Karya Anak Muda Riau Diapresiasi

Festival Film yang digelar Komunitas Serumpun Film Festival menghasilkan karya luar biasa dari peserta yang berasal dari para mahasiswa di Riau.

Penulis: Alex | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Alex
Sutradara peserta Festival Film yang digelar Serumpun Film Festival hadir saat diskusi Wak Degil, Rumah Tanpa Atap, Hujan dan Tarian Inai, serta Desa Wak Limah Biadab di halaman Taman Budaya, Jalan Sudirman Pekanbaru, Sabtu (21/10/2023). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU -- Geliat perfileman di Provinsi Riau oleh kalangan muda sepertinya bakal segera bangkit. Hadirnya karya film melalui Festival Film yang digelar Komunitas Serumpun Film Festival, menghasilkan karya-karya luar biasa, dari peserta yang berasal dari para mahasiswa yang ada di Riau.

Pihak Serumpun Film Festival juga menghadirkan 4 mentor yang memiliki pengalaman membuat film di Pekanbaru, dan 3 mentor lainnya dari Jakarta, yang sudah beberapa kali menang di ajang Festival Film Indonesia (FFI). Sebut saja Kevin Nugroho misalnya, yang merupakan editor atau penyuting film kondang, yang sudah banyak berpengalaman dalam mengedit film-film layar lebar di tanah air, yang juga pernah beberapa kali menang dalam FFI. 

Sebanyak 4 film yang lolos kurasi, dari 19 film yang masuk sebelumnya, ditayangkan di Taman Budaya pada Sabtu (21/10/2023) malam. Keempat film tersebut di antaranya adalah, Wak Degil, Rumah Tanpa Atap, Hujan dan Tarian Inai, serta Desa Wak Limah Biadab. Setelah penayangan film tersebut, dilakukan diskusi atau bedah film, dengan menghadirkan para sutradara masing-masing film dalam kegiatan itu.

Karya yang mereka suguhkan bukan hanya mampu menunjukkan kemampuan dalam pengambilan gambar, memainkan para tokoh, dan membuat alur cerita yang menarik, tapi juga menghadirkan ikon-ikon serta budaya di Riau, sehingga masing-masing bisa mempromosikan daerah-daerah di tanah lancang kuning.

Film Hujan dan Tarian Inai misalnya, yang disutradarai oleh Silvia Wika Ananda, menceritakan tentang sepasang kekasih yang harus dihadapkan dengan perpisahan karena ajal menjemput salah satunya.

Film yang diproduksi oleh tim dari Logiulka Koletif ini banyak mengambil latar Kota Pekanbaru, dengan menghadirkan ikon jembatan Siak IV, jalan-Jalan Pekanbaru,  dan beberapa ikon lainnya.

Walau film berdurasi 11 menit tersebut sangat minim dialog, namun berhasil membawa penonton dalam kegalauan dan kesedihan yang mereka rasakan. 

Sementara itu, sutradara film Rumah Tanpa Atap, Yogaraksa Adyatma mengatakan, film yang mereka buat berkisah tentang kegelisahan seorang kepala keluarga yang kehilangan identitas, sehingga harus menggantikan peran istrinya bekerja di rumah karena perusahaannya mengalami kebangkrutan 2 tahun yang lalu. Istrinya bekerja dan menggunakan ijazah S2nya, kemudian anak-anak juga sibuk pada kegiatan masing-masing. Film yang diproduksi tim Kisah Kala Project tersebut berdurasi 22 menit.

"Kami banyak dapat ilmu dan masukan dari mentor-mentor. Hingga kami mendapatkan banyak hal baru dalam proses pembuatan film ini. Film ini berkisah tentang krisis identitas seorang kepala keluarga," ulasnya.

Sementara itu, sutradara film Desa Wak Limah Biadab, Berlyanda Zakia mengatakan, awal proses filmnya hanya dari iseng, namun setelah karyanya dipertimbangkan, mahasiswa Universitas Lancang Kuning ini kemudian menggarap serius karya tersebut, dengan bimbingan dan semangat yang diberikan para mentor.

Sedangkan film Wak Degil yang disutradarai oleh Nursyiakbani Putri berkisah tentang tiga sekawan yang kembali bertemu setelah 10 tahun, atas janji yang mereka buat untuk membuka kapsul yang ditanam 10 tahun lalu. Film yang diproduksi oleh Aksee Production tersebut juga menarik perhatian penonton dengan konflik yang dihadirkan dalam film berdurasi 13 menit tersebut. 

Sementara itu, Festival Director, Adrian Alovian mengatakan, para peserta memang merupakan anak-anak muda, mereka adalah para mahasiswa dari berbagai kampus di Riau. Pihaknya ingin memberikan kesempatan dan pengalaman bagi para mahasiswa untuk mencoba langsung melakukan pembuatan film-film tersebut. 

"Kita ingin berikan mereka kesempatan untuk mencoba dan memulai secara langsung, sehingga mereka nantinya siap menghadapi dinamika lingkup profesionalitas," kata Adrian.

Ia juga mengatakan, untuk proses pembuatan film tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 bulan, yang dimulai sejak Mei 2023 lalu, hingga Oktober ini.

"Ada 19 film yang masuk, setelah melewati kurasi, terpilih 5 film, kemudian saat ini sisa 4, karena salah satunya didiskualifikasi, terkait kedisiplinan," ujarnya. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved