Berita Pekanbaru
Empat Film Karya Anak Muda Riau Diapresiasi
Festival Film yang digelar Komunitas Serumpun Film Festival menghasilkan karya luar biasa dari peserta yang berasal dari para mahasiswa di Riau.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU -- Geliat perfileman di Provinsi Riau oleh kalangan muda sepertinya bakal segera bangkit. Hadirnya karya film melalui Festival Film yang digelar Komunitas Serumpun Film Festival, menghasilkan karya-karya luar biasa, dari peserta yang berasal dari para mahasiswa yang ada di Riau.
Pihak Serumpun Film Festival juga menghadirkan 4 mentor yang memiliki pengalaman membuat film di Pekanbaru, dan 3 mentor lainnya dari Jakarta, yang sudah beberapa kali menang di ajang Festival Film Indonesia (FFI). Sebut saja Kevin Nugroho misalnya, yang merupakan editor atau penyuting film kondang, yang sudah banyak berpengalaman dalam mengedit film-film layar lebar di tanah air, yang juga pernah beberapa kali menang dalam FFI.
Sebanyak 4 film yang lolos kurasi, dari 19 film yang masuk sebelumnya, ditayangkan di Taman Budaya pada Sabtu (21/10/2023) malam. Keempat film tersebut di antaranya adalah, Wak Degil, Rumah Tanpa Atap, Hujan dan Tarian Inai, serta Desa Wak Limah Biadab. Setelah penayangan film tersebut, dilakukan diskusi atau bedah film, dengan menghadirkan para sutradara masing-masing film dalam kegiatan itu.
Karya yang mereka suguhkan bukan hanya mampu menunjukkan kemampuan dalam pengambilan gambar, memainkan para tokoh, dan membuat alur cerita yang menarik, tapi juga menghadirkan ikon-ikon serta budaya di Riau, sehingga masing-masing bisa mempromosikan daerah-daerah di tanah lancang kuning.
Film Hujan dan Tarian Inai misalnya, yang disutradarai oleh Silvia Wika Ananda, menceritakan tentang sepasang kekasih yang harus dihadapkan dengan perpisahan karena ajal menjemput salah satunya.
Film yang diproduksi oleh tim dari Logiulka Koletif ini banyak mengambil latar Kota Pekanbaru, dengan menghadirkan ikon jembatan Siak IV, jalan-Jalan Pekanbaru, dan beberapa ikon lainnya.
Walau film berdurasi 11 menit tersebut sangat minim dialog, namun berhasil membawa penonton dalam kegalauan dan kesedihan yang mereka rasakan.
Sementara itu, sutradara film Rumah Tanpa Atap, Yogaraksa Adyatma mengatakan, film yang mereka buat berkisah tentang kegelisahan seorang kepala keluarga yang kehilangan identitas, sehingga harus menggantikan peran istrinya bekerja di rumah karena perusahaannya mengalami kebangkrutan 2 tahun yang lalu. Istrinya bekerja dan menggunakan ijazah S2nya, kemudian anak-anak juga sibuk pada kegiatan masing-masing. Film yang diproduksi tim Kisah Kala Project tersebut berdurasi 22 menit.
"Kami banyak dapat ilmu dan masukan dari mentor-mentor. Hingga kami mendapatkan banyak hal baru dalam proses pembuatan film ini. Film ini berkisah tentang krisis identitas seorang kepala keluarga," ulasnya.
Sementara itu, sutradara film Desa Wak Limah Biadab, Berlyanda Zakia mengatakan, awal proses filmnya hanya dari iseng, namun setelah karyanya dipertimbangkan, mahasiswa Universitas Lancang Kuning ini kemudian menggarap serius karya tersebut, dengan bimbingan dan semangat yang diberikan para mentor.
Sedangkan film Wak Degil yang disutradarai oleh Nursyiakbani Putri berkisah tentang tiga sekawan yang kembali bertemu setelah 10 tahun, atas janji yang mereka buat untuk membuka kapsul yang ditanam 10 tahun lalu. Film yang diproduksi oleh Aksee Production tersebut juga menarik perhatian penonton dengan konflik yang dihadirkan dalam film berdurasi 13 menit tersebut.
Sementara itu, Festival Director, Adrian Alovian mengatakan, para peserta memang merupakan anak-anak muda, mereka adalah para mahasiswa dari berbagai kampus di Riau. Pihaknya ingin memberikan kesempatan dan pengalaman bagi para mahasiswa untuk mencoba langsung melakukan pembuatan film-film tersebut.
"Kita ingin berikan mereka kesempatan untuk mencoba dan memulai secara langsung, sehingga mereka nantinya siap menghadapi dinamika lingkup profesionalitas," kata Adrian.
Ia juga mengatakan, untuk proses pembuatan film tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 bulan, yang dimulai sejak Mei 2023 lalu, hingga Oktober ini.
"Ada 19 film yang masuk, setelah melewati kurasi, terpilih 5 film, kemudian saat ini sisa 4, karena salah satunya didiskualifikasi, terkait kedisiplinan," ujarnya.
Kevin Nugroho yang menjadi salah seorang mentor mengatakan, ia berjanji akan membuka kelas khusus bagi peserta, sehingga para peserta bisa belajar banyak nantinya.
Sementara, Budy Utamy selaku Manager Festival mengatakan, tim penyelenggara Serumpun Film Festival mulai dari divisi program, divisi database dan office hingga divisi dokumentasi dan publikasi berasal dari anak muda yang hampir keseluruhannya masih kuliah dan atau baru lulus dari universitas-universitas di Pekanbaru.
"Ini sesuai dengan misi AL Foundation yang ingin membuka peluang agar anak muda memiliki pengalaman bagaimana dinamika dalam menyelenggarakan sebuah festival. Mereka di kontrak layaknya seorang profesional dan mendapatkan hak serta kewajiban yang jelas," terangnya.
Seniman Perempuan asal Riau ini juga mengatakan, kelas film ini sudah dijalankan pihaknya secara efektif sejak bulan Juli hingga Oktober dengan sistem Hybrid.
( Tribunpekanbaru.com /Alexander)
| Pria Terduga Maling yang Jatuh Dari Atap Karena Didorong Warga di Pekanbaru Kini Jadi Tersangka |
|
|---|
| Petugas Satpol PP Pekanbaru Bakal Tindak Tegas PKL yang Masih Jualan di Bahu Jalan dan Trotoar |
|
|---|
| Vonis Eks Direktur RSD Madani Pekanbaru Dinilai Ringan, Jaksa Banding agar Hukuman 2,5 Tahun Penjara |
|
|---|
| Proses Pembukaan Simpang Purna MTQ Pekanbaru Dimulai, Sejumlah Pohon Mahoni Puluhan Tahun Dipindah |
|
|---|
| Cegah Kanker Leher Rahim, Para Remaja di Kota Pekanbaru Diajak Untuk Vaksin HPV |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/sutradara-festival-film-di-taman-budaya.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.