Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Riau

Komunikasi Tunjuk Ajar Melayu Generasi Muda di Riau Mulai Hilang Karena Pengaruh Media Sosial

Arus modernisasi telah menyebabkan masyarakat terutama remaja mulai meninggalkan nilai budaya Melayu.

Penulis: Nasuha Nasution | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Nasuha Nasution
Pengabdian Masyarakat UIR memberikan pencerahan kepada masyarakat (25/10/2023) di Aula Desa Sungai Tarap Kampar. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Melayu Riau identik dengan tunjuk ajarnya, sopan santun selalu menjadi kebiasaan turun temurun yang sudah tertanam. Hanya saja arus modernisasi telah menyebabkan masyarakat terutama remaja mulai meninggalkan nilai budayanya.

Hal inilah yang menjadi kesimpulan sejumlah dosen Universitas Islam Riau (UIR) yang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Sungai Tarap Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar.

"Berhati-hatilah bila kita sebagai orang tua dalam membimbing anak, Dengan diperkenalkannya internet, teknologi digital baru, dan media sosial kepada keluarga, peran mendasar orang tua dan tujuan mengasuh anak tetap tidak berubah dalam hal ini tunjuk ajar Melayu sangat berperan penting dalam mengarahkan anak untuk di asuh, di pelihara secara wajar.

"Dalam ungkapan Melayu, kalau anak hendak selamat, tunjuk ajar hendaklah ingat, orang Melayu sangat mengutamakan upaya agar anaknya menjadi 'orang',"ujar Dosen Pengabdian Masyarakat UIR Budi Hermanto dalam pemberian pencerahan kepada masyarakat (25/10/2023) di Aula Desa Sungai Tarap Kampar.

Budi menjelaskan orang tua sebagai pengasuh masih diharuskan untuk memelihara, melindungi, mencintai, dan membimbing anak. 

Praktik pengasuhan di masa lalu sangat mudah sebab anak-anak umur 7 tahun sampai 18 senang di ajak komunikasi, apa lagi anak-anak zaman dulu itu tidak banyak tuntutan dan penurut. 

"Beda dengan sekarang, dalam membimbing anak penuh dengan pengaruh dan risiko diperkenalkannya internet, teknologi digital saat ini terjadinya pergeseran nilai budaya dan etika,"ujarnya.

Paling efektif, lanjut Budi, bila didasarkan pada nilai budaya yang di wariskan turun-menurun mendorong komunikasi dan kepercayaan terbuka, untuk membangun hubungan antara nilai-nilai tradisional dan dunia online.

"Penggunaan perangkat digital yang terlalu dini dan berlebihan dapat menimbulkan kecanduan, termasuk konten-konten berbahaya, kekerasan, berita palsu, kontak dengan orang tidak di kenal, pencurian identitas, phishing, penipuan internet, masalah penglihatan, dan susah tidur,"jelasnya.

Penggunaan internet berlebihan juga lanjut Budi, untuk anak usia sekolah bisa merusak budaya, hal ini tentu berdampak pada perubahan gaya hidup dan pola pikir mereka sebagai seorang remaja. Muara dari semuanya adalah menurunnya kualitas moral para remaja. 

"Oleh sebab itulah, nilai-nilai kearifan lokal ini harus di jaga dari terobsesinya dengan situs web, video game menghabiskan lebih banyak waktu dengan aktivitas online, itu tentu bisa ditunda, dengan mengajak anak membantu pekerjaan ibu di rumah," tuturnya.

Maka menurut Budi, perlu dihidupkan kembali tradisi silam di kalangan generasi muda harus mengenal budaya dan tradisi yang ada di daerahnya.

Seperti halnya dengan budaya Melayu. Budaya Melayu merupakan sebuah budaya yang sangat menjunjung tinggi nilai kesopan santunan, yang menjadi salah satu asas jati diri kemelayuan yang terpuji. Di dalam pergaulan sehari-hari sopan santun menjadi salah satu tolak ukur untuk menilai seseorang.

Budi melanjutkan, Nilai-nilai luhur komunikasi tunjuk ajar Melayu, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi. Bahasa juga mengandung simbol sehingga kedalaman makna yang terkandung dalam bahasa menjadikan posisi bahasa menjadi sangat penting.

( Tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved