Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Cerita Rakyat

Cerita Rakyat Sumbar Legenda Danau Kembar di Alahan Panjang Dongeng Sebelum Tidur tentang Naga Jahat

cerita rakyat Indonesia adalah cerita rakyat Sumbar yakni legenda Danau Kembar di Alahan Panjang bisa jadi dongeng sebelum tidur tentang naga jahat

Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
capture Google Earth
Cerita Rakyat Sumbar Legenda Danau Kembar di Alahan Panjang Dongeng Sebelum Tidur tentang Naga Jahat 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Kali ini cerita rakyat Indonesia adalah cerita rakyat Sumbar yakni legenda Danau Kembar di Alahan Panjang bisa jadi dongeng sebelum tidur tentang naga jahat.

Jadi, cerita rakyat Sumbar atau Minangkabau berupa legenda Danau Kembar ini, sekaligus menceritakan bagaimana asal usul Danau Diatas dan Danau Dibawah atau Danau Kembar .

Konon pada zaman dahulu, sebelum ada danau kembar, saat Pulau Sumatera masih dikenal dengan nama Andalas, hidup seorang kakek tua atau sering disebut Inyiak.

Inyiak Gadang Bahan begitu ia dikenal oleh penduduk setempat, ia bertubuh besar dan memiliki kapak yang hampir sama besar dengan badannya.

Meski sudah tua, dengan kapaknya ia bisa menebang pohon dengan sekali tebasan.

Inyiak Gadang Bahan juga sangat kuat, hingga jika ia berjalan, tanah di sekitarnya ikut bergetar.

Memiliki tubuh yang besar, ia tentu bisa makan sangat banyak.

Walau sudah tidak lagi muda, Inyiak Gadang Bahan masih giat bekerja.

Ia juga dikenal sebagai orang tua yang ramah dan suka menolong.

Di ujung kampungnya, juga hidup seorang nenek tua yang hidup sebatang kara.

Suatu waktu ketika Inyiak Gadang Bahan lewat, sang nenek terhuyung karena kepayahan berjalan.

Beruntung Inyiak Gadang Bahan segera menangkapnya agar tidak terjatuh.

Ternyata sang nenek gemetar saat mendengar langkah kaki Inyiak Gadang Bahan.

Sang nenek lantas berterima kasih dan bertanya kemana gerangan Inyiak Gadang Bahan akan pergi pagi-pagi sekali.

Inyiak Gadang Bahan menjawab bahwa ia akan mencari kayu bakar ke dalam hutan.

Seketika wajah sang nenek berubah, karena tiga hari ini ia mendengar suara dengkuran dari dalam hutan saat malam datang.

Sang nenek meminta Inyiak Gadang Bahan untuk mengurungkan niatnya.

Inyiak Gadang Bahan meminta sang nenek untuk tidak khawatir.

Ia lantas berterima kasih atas nasehat sang nenek dan melanjutkan perjalanan memasuki hutan.

Semakin jauh memasuki hutan, Inyiak Gadang Bahan semakin memikirkan perkataan sang nenek.

Terlebih sepanjang jalur yang biasa ia lewati terdapat pemandangan yang ganjil.

Tak seperti biasa, banyak pohon tumbang dan dahan yang berserakan.

Dalam hati, Inyiak Gadang Bahan bertanya-tanya apakah benar perkataan sang nenek tadi.

Ia lantas menggenggam kapaknya, sambil berjingkat untuk segera kembali ke kampungnya.

Namun baru beberapa langkah, seekor naga yang besar menghadang di depannya.

Inyiak Gadang Bahan mencoba tenang, dan mengajak sang naga berbicara.

“Mohon izin, naga yang baik. Aku hendak kembali ke kampungku,” ujarnya.

Namun naga itu terlihat marah, Inyiak Gadang Bahan bahkan disemburnya dengan api.

“Kau mengganggu daerah kekuasaanku, semua yang masuk hutan ini akan aku hanguskan,” kata sang naga.

Inyiak Gadang Bahan tak gentar dan tetap tenang.

“Wahai naga, aku hanya ingin lewat. Sesampainya di kampung pasti akan kuberi tahu semua orang agar tak mengganggu hutan kekuasaanmu,” katanya lagi.

Namun ternyata naga itu tak punya niat baik, dan terus berusaha menyemburkan api ke arah Inyiak Gadang Bahan.

Kini hampir separuh hutan mulai terbakar karena semburan api sang naga.

Inyiak Gadang Bahan berpikir keras bagaimana mengalahkan naga yang besar.

Ia harus cepat sebelum hutan benar-benar habis karena ulah sang naga.

“Naga yang lapar, jangan buang tenagamu. Aku tahu caranya agar perutmu tetap kenyang dan bisa bertempur dengan kekuatan penuh,” kata Inyiak Gadang Bahan.

Sang naga tertarik dengan perkataan itu dan mulai mendengarkan.

Dipasangnya telinga lebar-lebar menunggu perkataan Inyiak Gadang Bahan.

“Di ujung barat hutan ada lembah berisi hewan ternak yang gemuk-gemuk. Engkau bisa pergi ke sana dan makan sepuasnya.

Setelah engkau cukup kenyang, kita bisa bertarung kembali,” ujarnya.

Sang naga mengikuti perkataan Inyiak Gadang Bahan dan segera pergi ke lembah tersebut karena merasa sangat lapar.

Namun karena terlalu sore, sang naga hanya menemukan seekor sapi saja di lembah itu.

Ternyata para penggembala sudah lebih dulu membawa pulang hewan-hewan ternak mereka sebelum matahari terbenam.

Sontak sang naga yang merasa dibohongi kembali dipenuhi amarah.

Di tempat lain, Inyiak Gadang Bahan bergegas memadamkan api di hutan dan kembali ke kampung.

Ia memberitahu semua orang tentang keberadaan naga yang jahat.

Inyiak Gadang Bahan meminta warga tak menyalakan penerang pada malam hari.

Kemudian jika sang naga datang, semua warga harus menyelamatkan diri ke dalam gua di kaki bukit yang ada di ujung kampung.

Malam pun tiba dan sang naga mulai terlihat terbang di sekitar kampung.

Kondisi gelap, sang naga tak melihat keberadaan kampung itu.

Naga yang marah menyemburkan api ke berbagai arah.

Akhirnya terlihat atap perkampungan yang ia cari sedari tadi.

“Wahai warga kampung, terimalah nasibmu untuk menjadi santapanku!” kata naga sambil terbang ke arah kampung.

Inyiak Gadang Bahan yang melihat hal itu segera memberi tanda.

Kentongan pun dibunyikan agar warga bergegas menyelamatkan diri.

Sementara sang naga mulai menyemburkan api dan menghancurkan perkampungan.

Warga kampung yang melihatnya menjerit-jerit dan menangis, terutama wanita dan anak-anak yang ketakutan.

Akhirnya Inyiak Gadang Bahan memutuskan untuk memancing sang naga beranjak dari kampung.

Ia menantang sang naga untuk mengejarnya ke lembah tempat padang penggembalaan.

Sang naga yang diliputi amarah mengejarnya sambil terus menyemburkan api.

Sampai di lembah, Inyiak Gadang Bahan mendapat celah dan berhasil menebaskan kapak ke ekor sang naga.

Hal itu membuat Inyiak Gadang Bahan makin bersemangat untuk mengalahkan sang Naga.

Saat sang naga lengah, akhirnya ia bisa menebaskan kapaknya ke bagian tubuhnya, sang naga pun bisa dikalahkan.

Naga besar itu melikuk kesakitan dan banyak mengeluarkan darah.

Darah itu menggenangi tanah, di bagian kepala dan ekor sang naga.

Tempat naga meliukkan tubuhnya berubah menjadi dua buah cerukan yang sangat besar.

Sementara bekas genangan darah terisi air dan berubah menjadi dua buah danau.

Danau inilah yang kemudian dikenal sebagai Danau Kembar di Sumatera Barat.

Danau Atas adalah tempat kepala naga, sementara Danau Bawah adalah tempat ekornya.

Di dekat danau, padang penggembalaan tempat pertarungan terjadi dikenal dengan nama Alahan Panjang.

Sementara lembahnya dikenal dengan nama Lembah Gumanti dari istilah lembah naga yang mati. sumber: 1) buku Legenda Danau Kembar (2017) Pinto Anugrah 2) repositori.kemdikbud.go.id

( Tribunpekanbaru.com / Pitos Punjadi )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved