Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Mahmud Marzuki Calon Pahlawan Nasional

Kisah Mahmud Marzuki Calon Pahlawan Nasional dari Kampar Riau, Dakwahnya Belanda Anggap Berbahaya

Kisah Mahmud Marzuki calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau, yang merupakan sosok yang pejuang yang memiliki minat belajar amat tinggi. 

|
Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ariestia
Istimewa
Kisah Mahmud Marzuki calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau, yang merupakan sosok yang pejuang yang memiliki minat belajar amat tinggi.  

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Kisah Mahmud Marzuki calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau, yang merupakan sosok yang pejuang yang memiliki minat belajar amat tinggi. 

Minat belajarnya sudah terlihat sejak remaja. 

Kisah tentang Mahmud Marzuki calon pahlawan nasional dari Kampar Riau pernah dibukukan. 

Hal ini dikemukakan oleh seorang sejarawan dan budayawan Kampar, A. Latif Hasyim yang juga Tim Peneliti, Pengkaji Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Kampar kepada Tribunpekanbaru.com, Senin (11/11/2024).

Buku yang disusun pada 2017-2018 itu, berjudul "Riwayat Perjuangan Mahmud Marzuki: dari Singa Podium ke Penjara Kolonial Hingga Gugur (1938-1946)".

Lahir di Kumantan, Bangkinang pada 1911, Mahmud Marzuki saat anak-anak mengecap pendidikan di bangku Sekolah Rakyat (SR).

Baca juga: Profil Singkat dan Pidato Ikonik Mahmud Marzuki, Calon Pahlawan Nasional dari Kampar

Masa remajanya, calon pahlawan nasional dari Kampar ini melanjutkan pendidikan di sekolah Tarbiyatul Islamiyah pada 1927-1934.

Minat belajarnya bertahan setelah itu. Dalam keterbatasan biaya, ia kukuh melanjutkan pendidikan ke India.

Ia pun berangkat pada 1934.

Perjalanannya untuk sampai ke India, tidak mudah.

Ia kehabisan biaya saat tiba di Selat Panjang.

Ia harus bekerja pada pamannya dan tinggal disana selama dua bulan.

Usahanya mengumpulkan biaya juga menghadapi tantangan berat.

Ia dempat ditahan tentara Belanda atas tuduhan menjual korek api tanpa izin. 

Tuduhan ini rekayasa karena sebenarnya karena alasan lain.

"Alasan utama Belanda menangkapnya adalah aktivitas dakwah beliau yang dianggap berbahaya," katanya.

Buya Mahmud, sapaannya, dikeluarkan dari penjara dengan bantuan pamannya.

Setelah itu, melanjutkan perjalanan ke Singapura. 

Di negara itu, ia dibantu oleh seorang pengusaha sekampungnya bernama H. Abu Bakar.

Bantuan dana digunakan untuk pergi ke Perak, Malaysia.

Dimana banyak penduduknya berasal dari Kuok Bangkinang.

Sampailah dia di India. Pada 1936, ia tamat.

Lalu kembali ke Bangkinang.

Sekembalinya ke kampung halaman, ia mulai menilik sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah yang telah banyak berdiri.

Calon pahlawan nasional dari Kampar, Riau, ini juga aktif berdakwah. 

Ia tidak bisa leluasa berdakwah di dalam cekaman kolonial.

Ia pun memusatkan dakwahnya di Air Tiris, daerah banyak temannya berasal. 

Keaktifan di bidang agama membuat ketokohannya kian tersiar.

Ia diangkat menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Kewedanaan Bangkinang pada 1939.

Di masa itulah ia mendirikan Sekolah Muhammadiyah di Kumantan, Bangkinang. 

Pada 1940, Ongku Mahmud mendirikan Hizbul Wathan untuk para pemuda.

Lalu merantau ke Payakumbuh pada 1941 untuk mendalami perannya di organisasi Muhammadiyah dan sebagai mubalig.

Pada masa penjajahan, ia menunjukkan dedikasinya di bidang pendidikan. 

Di samping melawan penjajah dengan mengangkat senjata.

Ia tercatat mendirikan sekolah di dapur umum markas dan basis perjuangannya bersama pasukannya.

Ia memimpin Pasukan Hizbullah dan Harimau Kampar bentukannya.

Markas dan basis perjuangan itu di rute gerilya yang dia bangun.

Sekolah-sekolah itu masih eksis sampai sekarang. Ia diikuti beberapa teman seperjuangannya mendirikan sekolah yang masih ada sampai sekarang.

Mahmud Marzuki calon pahlawan nasional dari Kampar Riau ini mendirikan Perguruan Mualimin Muhammadiyah Bangkinang pada tahun 1944-1945.

Ini merupakan kelanjutan dari sekolah-sekolah ibtidaiyah dan sekolah rakyat (SR). 

Berdasarkan catatan TP2GD Kampar, sekolah-sekolah itu tersebar sebanyak 12 di Kuok, 13 di Air tiris, 3 di Bangkinang, 3 di Salo, dan 6 Rumbio.

Ditambah yang dibangun temannya seperjuangannya di desa dan dusun, total lebih dari 60 sekolah.

Pembangunan sekolah bersumber dari swadaya masyarakat yang semangatnya terbakar oleh pidato Mahmud Marzuki.

Kini Perguruan Mualimin telah memiliki 40 lokal dari tingkat Ibtidaiyyah sampai Aliyyah.

(Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved