UMKM di Pekanbaru
Mantan Tukang Bangunan di Pekanbaru Jadi Petani Sukses, Kisah Aziz Mengubah Nasib Lewat Cabai
Fahrul Azis, 48 tahun, seorang petani cabe di Jalan Uka, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Tuah Madani Pekanbaru sukses menjalankan usahanya.
Penulis: Syaiful Misgio | Editor: M Iqbal
Fahrul Azis, mantan tukang bangunan yang kini memimpin Kelompok Tani Amira Jaya. Kisahnya bukan hanya tentang bertani, tapi tentang menanam harapan dan menuai masa depan
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Di bawah langit Pekanbaru yang cerah, di antara deretan tanaman cabai yang bergoyang diterpa angin, seorang lelaki tampak tekun memeriksa setiap batang tanaman. Tangannya cekatan mencabut rumput liar, matanya penuh perhatian, seolah berbicara dengan alam.
Dia adalah, Fahrul Azis, 48 tahun, seorang petani cabe di Jalan Uka, Kelurahan Air Putih, Kecamatan Tuah Madani Pekanbaru.
Dulu, dunia Fahrul Azis hanya seputar semen, bata, dan proyek-proyek bangunan. Sebagai pemborong, hari-harinya penuh dengan hitung-hitungan material, tenggat waktu, dan tekanan kerja.
Namun, semuanya mulai berubah ketika ia mendapatkan proyek di kawasan Perumahan Firdaus Residence, Jalan Adi Sucipto, Pekanbaru.
Di tengah kesibukannya membangun rumah, Azis berkenalan dengan seorang petani yang tinggal di sekitar lokasi proyek. Pertemuan itu membuka matanya.
Ia memperhatikan, kehidupan petani itu terlihat sederhana tapi penuh ketenangan. Setiap akhir pekan, si petani berangkat ke kebun, dan saat panen tiba, dalam sekali jual hasil, ia bisa membawa pulang puluhan juta rupiah.
Azis mulai bertanya-tanya dalam hati, mengapa harus terus hidup dalam tekanan proyek, sementara ada jalan lain yang lebih damai dan tetap menjanjikan.
Ia melihat betapa damainya kehidupan para petani di sekelilingnya. Di saat proyek bangunan penuh tekanan dan kejaran tenggat, para petani tetap tenang, tersenyum sambil menanti panen.
Dari sanalah, keinginan itu tumbuh, keinginan untuk meninggalkan dunia konstruksi dan menanam masa depan di ladang cabai.
Dari hanya kenal semen dan bata, kini Azis akrab dengan tanah, hujan, dan tunas-tunas harapan yang tumbuh di kebunnya sendiri.
"Awalnya saya hanya bertanya-tanya tentang hasil panen mereka. Lama-lama saya sadar, hidup mereka lebih tenteram dibandingkan saya," kenang Azis, Ketua Kelompok Tani Amira Jaya, di Pekanbaru, Minggu (27/4/2025).
Darah bertani memang mengalir dari orang tuanya, yang tunak dibidang pertanian. Namun Azis muda dulu tak tertarik menggarap tanah. Hingga akhirnya, pada 2005, dengan modal seadanya, ia memberanikan diri menanam semangka di lahan satu hektare.
Hasilnya mencengangkan, 15 ton semangka berhasil dipanen dari modal Rp 5 juta saja, dengan keuntungan lebih dari 300 persen.
Langkah Azis tidak berhenti di situ. Tahun 2020, Dinas Pertanian Provinsi Riau membimbing kelompoknya untuk memperluas komoditas—tak hanya semangka, tetapi juga melon dan cabai.
"Katanya tanah Pekanbaru nggak bisa tanam cabai, ternyata itu cuma mitos saja. Dengan trik kami sendiri, ternyata tanah sini subur untuk cabai," ujar Azis sambil tertawa kecil.
Bermodal keuletan, mereka menanam cabai di atas satu hektare lahan, menanam hingga 15 ribu batang cabai. Hasil panennya sekitar 12 ton.
Namun keberhasilan itu sempat diuji. Saat panen raya, harga cabai anjlok ke Rp 9.000 per kilogram.
"Saat itu kami benar-benar hancur. Kami jatuh," kisah Azis, suara lirihnya bercampur semangat pantang menyerah.
Di titik terendah itulah, bantuan datang. Bank Indonesia memperkenalkan mereka pada program bantuan alat dan mesin pertanian (alsintan), bibit, pompa air, hingga modal usaha senilai Rp300 juta. Semangat pun kembali menyala. Kelompok Amira Jaya makin serius menggarap cabai.
"Jadi petani cabai itu menyenangkan. Memang pedas, tapi kalau harga bagus, pedas itu manis rasanya," canda Azis.
Kini, Kelompok Tani Amira Jaya yang beranggotakan 22 orang menjadi salah satu yang paling aktif di Pekanbaru. Dibentuk tahun 2022, kelompok ini menikmati berbagai kemudahan, termasuk akses pupuk subsidi dan pelatihan pertanian modern.
Di antara barisan tanaman cabai yang rimbun, suara burung sesekali bersahutan. Aroma tanah basah menyelimuti kebun, membawa ketenangan yang sulit ditemukan di hiruk pikuk kota.
Cabai mereka dipanen setiap empat bulan sekali. Pemasarannya pun tidak sulit. Walau petani Pekanbaru harus bersaing dengan cabai dari Medan, Jawa, dan Sumatera Barat, semangat tetap membara.
"Kalau harga cabai di atas Rp25 ribu, kami sudah untung. Pernah harga tembus Rp50 ribu, kami panen 500 kilogram tiap hari. Bayangkan saja, sehari bisa dapat Rp 25 juta" ujar Azis dengan bangga.
Dengan empat hektare lahan yang dikelola sendiri, Azis tahu betul suka duka dunia pertanian. Harga cabai memang tidak bisa diprediksi, namun ia percaya, kerja keras tidak pernah mengkhianati hasil.
"Bisa sampai Rp500 juta kalau harga Rp50 ribu. Jangan takut jadi petani. Badan boleh compang-camping di kebun, tapi kalau ke mal, pakai baju bagus," katanya sambil tergelak.
Di sela pekerjaannya memasukkan bibit cabai ke dalam lobang yang sudah disiapkan, Azis berbagi filosofi hidup, bahwa kunci sukses dalam bertani adalah kejujuran.
"Jujur pada tanaman, jujur pada manusia. Kalau tidak jujur, pasti hancur," katanya mengajarkan ilmu alam kepada saya yang siang itu berbincang di gubuk tempat dia beristirahat setelah lelah beraktivitas di kebun cabainya.
Dukungan KUR BRI
Modal awal dalam bertani memang besar, terutama untuk membeli bibit berkualitas dari Panah Merah yang bersertifikat, serta biaya penyemaian dan perawatan. Karena itu, dukungan pembiayaan dari BRI menjadi penyelamat.
"Kami awalnya hanya meminjam Rp 20 juta lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI. Lalu berkembang jadi Rp 50 juta. Tanpa KUR, susah menutupi biaya pupuk dan perawatan," cerita Azis.
Bersama BRI, Azis dan para petani lain merangkak perlahan. Awalnya hanya mampu mengontrak rumah, kini mereka sudah punya rumah sendiri, bahkan kendaraan pribadi. Dari lahan yang dulu dibiarkan tidur dan terlantar kan, kini mereka membangun masa depan.
Sementara Reza Syahrizal Setiaputra, Regional CEO BRI untuk wilayah Pekanbaru, menegaskan bahwa BRI berkomitmen untuk terus mendukung pelaku UMKM di Provinsi Riau, termasuk sektor pertanian, yang merupakan salah satu sektor unggulan di daerah ini.
Menurutnya, UMKM, termasuk di bidang pertanian, adalah tulang punggung ekonomi daerah dan memiliki peran penting dalam perkembangan BRI sebagai bank terbesar di Indonesia.
“Tahun ini kami ingin fokus membina lebih banyak UMKM di Riau, terutama yang bergerak di sektor pertanian, agar mereka dapat terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal,” kata Reza.
Di tahun 2025, BRI berencana untuk memperluas akses pembiayaan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), agar semakin banyak pelaku usaha kecil, termasuk petani dan kelompok tani, dapat memperoleh modal dengan mudah dan bunga yang terjangkau.
Selain pembiayaan, BRI juga memberikan dukungan non-finansial berupa pelatihan pengelolaan usaha, cara promosi yang efektif, serta pengemasan produk yang menarik untuk membantu UMKM, khususnya di bidang pertanian, agar lebih kompetitif.
“Kami tidak hanya memberikan pinjaman, tetapi juga membantu pelaku UMKM dalam hal pengembangan usaha. Khususnya di sektor pertanian, kami ingin memastikan mereka memiliki akses kepada teknologi pertanian modern, pelatihan, dan juga pasar yang lebih luas,” jelas Reza.
BRI Kantor Wilayah Pekanbaru telah berhasil membina 701 kelompok UMKM, dengan lebih dari 5.000 pelaku usaha di Riau yang merasakan manfaat dari pembinaan tersebut.
Salah satu contohnya adalah Kelompok Tani Amira Jaya, yang melalui dukungan KUR BRI, mampu mengembangkan usaha pertanian cabai dan melon secara signifikan.
Mereka dapat mengakses pembiayaan untuk membeli bibit berkualitas, alat pertanian, dan biaya operasional lainnya, sehingga usaha mereka semakin berkembang.
Melalui program KUR dan pembinaan berkelanjutan, BRI berharap dapat terus mendukung sektor pertanian di Riau agar lebih berkembang dan mendukung ketahanan pangan nasional, sekaligus memperkuat perekonomian daerah.
Kini, di bawah bimbingan Dinas Pertanian dan dukungan Bank Indonesia serta BRI, Kelompok Amira Jaya terus menanam asa.
Bahkan, mereka turut mendukung program ketahanan pangan nasional dengan menanam jagung di lahan 18 hektare, dalam rangka membantu program pemerintah.
Di antara terik matahari dan aroma tanah basah, kisah Azis dan para petani Amira Jaya menjadi bukti nyata, menjadi petani bukan sekadar menggantungkan hidup, tetapi membangun mimpi.
Dari tanah, mereka menanam harapan. Dari keringat, mereka memetik masa depan. Dan di kebun cabai itu, semangat untuk terus bertumbuh tak pernah padam.
(TribunPekanbaru.com/Syaiful Misgiono)
Manisnya Bisnis Pisang Kepok Krispi Mak Inel Pekanbaru, Sebulan Bisa Raup Puluhan Juta Rupiah |
![]() |
---|
Kisah Martuji Peternak di Pekanbaru, Sapinya Dibeli Presiden Prabowo untuk Kurban Idul Adha |
![]() |
---|
Angkat Kearifan Lokal, Sambal Ikan Salai Buatan Teh Yuli Tembus Hingga ke Qatar dan Arab Saudi |
![]() |
---|
Silva Sulap Sampah Plastik Menjadi Peluang Bisnis, Cikal Bakal Lahirnya Cen Craft |
![]() |
---|
Afifah Safni, Gadis Cantik Penjaga Warisan Wastra Melayu dari Gang Jati Sukajadi Kota Pekanbaru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.