KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam

Pemandangan Menyayat Hati Tragedi Kapal Karam di Bali, Anak Rangkul Erat Agar Jasad Ayah Tak Hanyut

Pemandangan memilukan disaksikan nelayan asal Jembrana, Bali, saat tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.

Editor: Ariestia
Foto/Ist/Tribun Bali/Coco
KAPAL TENGGELAM - Potret KMP Tunu Pratama Jaya sebelum tenggelam dan Lukman Hakim (44) seorang nelayan Pantai Pebuahan saat menceritakan ihwal penemuan para korban KMP Tunu Pratama Jaya yang selamat maupun meninggal dunia di perairan Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana, Selasa 8 Juli 2025. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pemandangan memilukan disaksikan nelayan asal Jembrana, Bali, Lukman Hakim (44), saat tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya.

Bersama rekan-rekan penyelamat lainnya, ia menjadi saksi sekaligus pelaku aksi penyelamatan di tengah gelombang tinggi, demi menyelamatkan korban yang selamat maupun yang telah meninggal dunia.

Peristiwa itu bermula pada Kamis, 3 Juli 2025, sekitar pukul 03.30 WITA.

Saat itu, Lukman sedang melaut seperti biasanya dan sudah memperoleh hasil tangkapan sekitar dua kilogram ikan.

Namun rencana untuk kembali ke darat berubah seketika ketika ia mendengar teriakan minta tolong dari arah laut.

Baca juga: Cerita Orang Pertama yang Selamatkan Korban KMP Tunu di Selat Bali, Sempat Merinding dengar Suara

Awalnya, suara tersebut ia kira hanyalah suara gaib yang kerap dikisahkan masyarakat sekitar.

Namun setelah teriakan kedua terdengar, ia sadar bahwa itu adalah suara manusia yang benar-benar membutuhkan pertolongan.

Tanpa ragu, Lukman membuang hasil tangkapannya dan segera mencari rekan-rekan nelayan lain. 

Mereka bergegas menuju sumber suara, meski laut sedang bergelombang tinggi.

Keberanian dan rasa kemanusiaan mendorong mereka untuk terus maju.

“Sampai saat ini saya masih merinding,” ungkap Lukman saat mengenang momen tersebut.

Sesaat setelah mendekat, Lukman melihat seorang korban yang mengapung menggunakan jaket pelampung.

Ia segera menarik korban tersebut ke perahunya.

Tak lama, rekan nelayannya juga berhasil menyelamatkan satu korban lainnya.

Namun, upaya itu baru permulaan.

Lukman dan timnya melanjutkan pencarian ke arah barat, berharap menemukan lebih banyak korban.

Dalam perjalanan, mereka melihat ratusan buah nanas terapung di permukaan laut.

Diduga, buah tersebut berasal dari kendaraan yang turut tenggelam dalam insiden tersebut.

Rasa penasaran membuat Lukman terus menyisir lautan hingga menemukan satu korban lagi.

Sayangnya, korban itu sudah dalam keadaan meninggal dunia.

Saat hendak mengevakuasi jenazah, ia kembali mendengar suara minta tolong.

Menyadari masih ada yang hidup, Lukman mendahulukan penyelamatan korban selamat.

Pemandangan Menyayat Hati

Ketika sampai di lokasi sumber suara, Lukman menemukan pemandangan yang menyayat hati.

Seorang anak menggunakan pelampung sedang merangkul tubuh ayahnya yang telah meninggal dunia.

Anak tersebut tak ingin melepaskan jasad sang ayah agar tidak hanyut terbawa ombak.

Pencarian berlanjut.

Lukman dan rekan-rekannya melihat cahaya kelap-kelip di kejauhan.

Kemungkinan cahaya itu dari senter atau alat darurat milik korban.

Saat mereka menghampiri cahaya tersebut, ditemukan empat orang: tiga selamat dan satu sudah meninggal dunia.

“Situasinya gelap gulita, hanya yang kena senter saja yang kelihatan,” kenang Lukman.

Selama sekitar 2,5 jam, Lukman dan para nelayan terus menyisir perairan Pebuahan.

Setelah itu, mereka kembali ke pesisir pantai.

Bersama nelayan dan warga lainnya, korban selamat dievakuasi ke rumah penduduk untuk pertolongan pertama, sementara jenazah dibawa ke daratan untuk identifikasi sebelum dievakuasi ke RSU Negara.

“Ini kewajiban sesama manusia. Jika kita mampu, lebih baik menolong sebisanya,” pesan Lukman.

Apresiasi untuk Aksi Kemanusiaan

Dari perairan Pantai Pebuahan, tercatat 16 korban ditemukan selamat dan 5 korban ditemukan meninggal dunia.

Lukman menjadi nelayan pertama yang menemukan para korban, baik yang selamat maupun yang meninggal.

Atas aksi cepat dan keberaniannya, Lukman dan para relawan menerima penghargaan dari Pemerintah Kabupaten Jembrana.

Ia tampak haru saat menerima penghargaan tersebut pada Selasa, 8 Juli 2025.

Total terdapat 12 nelayan dan 10 relawan yang diberikan penghargaan, termasuk bantuan sembako dan uang tunai.

Meskipun penghargaan tersebut tidak sebanding dengan keberanian dan pengorbanan mereka, aksi kemanusiaan para nelayan dan relawan di Jembrana menunjukkan bahwa solidaritas dan rasa kemanusiaan mampu menyelamatkan banyak nyawa dalam situasi genting.

(*)

 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved