Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Pacu Jalur Kuansing 2025

Pacu Jalur Mendunia, Tradisi Budaya yang Menembus Batas Suku di Kuansing Riau

Ternyata Pacu Jalur bukan sekedar warisan budaya, melainkan jembatan yang menghubungkan lintas suku di Kuansing, Riau.

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Ariestia
Foto/Dok PBK
PACU JALUR - Ketua Umum Pemuda Batak Kuansing (PBK) Hardianto Manik berdiri di tengah Anak Pacu Jalur lainnya saat menjadi Anak Pacu sebagai Timbo Ruang dalam sesi latihan menjelang laga. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KUANSING - Tradisi Pacu Jalur menjadi sorotan dunia setelah aura farming yang dilakukan anak tari pada perlombaan balap perahu di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau viral.

Ternyata Pacu Jalur bukan sekedar warisan budaya, melainkan jembatan yang menghubungkan lintas suku di Kabupaten Kuansing.

Hal itu terlihat dengan banyaknya pegiat tradisi Jalur yang ternyata berasal dari suku pendatang.

Baca juga: Mengenal Goyangan Anak Tari Pacu Jalur Kuansing Riau yang Ditiru PSG dan AC Milan, Ada Makna Khusus

Hardianto Manik misalnya.

Warga Batak di Kuansing itu telah lama menggandrungi tradisi itu.

Bahkan organisasi yang ia pimpin, Pemuda Batak Kuansing (PBK) ikut serta melestarikan tradisi Pacu Jalur dengan menjadi sponsor 20 unit Jalur yang tersebar di sejumlah desa dan kecamatan di Kuansing.

"Sekarang sudah 34 Jalur yang mengajukan sponsor dari kami," ujar Hardianto Manik, Kamis (10/7/2025).

Seluruh dana untuk mensponsori Jalur tersebut bukanlah uang pribadi dari Hardianto Manik, melainkan iuran dari belasan ribu warga PBK yang mencintai tradisi Pacu Jalur Kuansing.

Selain mensuport dana, bahkan ada juga warga Batak yang ikut terjun langsung dalam tradisi itu.

Bahkan Hardianto Manik sempat turun langsung dalam Pacu Jalur sebagai Timbo Ruang (Anak Pacu yang berdiri di tengah Jalur).

Ia dan anggota PBK lainnya pun selalu menyempatkan diri mengikuti tahapan-tahapan pembuatan Jalur yang sarat dengan tradisi budaya.

Mulai dari Maelo (mengeluarkan kayu dari hutan) hingga Melayur (memanggang Jalur agar merenggang).

"Semakin kami mengikuti setiap prosesnya, semakin kami mencintai tradisi ini," ujar Hardianto.

Menurut Hardianto Manik, tradisi Jalur telah menjadi daya tarik, magnet sosial, bahkan diplomasi kultural.

Di sanalah terungkap bahwa perbedaan suku hanya kulit luar, karena begitu dayung dikayuh, begitu Jalur meluncur, semua masyarakat Kuansing yang terdiri dari berbagai suku dan agama berdiri dalam semangat yang sama.

Selain Hardianto Manik, ada seorang perantau dari Bukittinggi yang juga mencintai tradisi Pacu Jalur Kuansing.

Sepuluh tahun menjadi warga Kuansing dan tinggal di kampung yang dipenuhi oleh pegiat Jalur membuatnya tertular oleh "demam" tradisi itu.

Adalah Roni, warga Desa Sitorajo. Ia saat ini menjadi "tim sibuk" di tim Pacu Jalur di desanya.

Saban hari, ia menghabiskan waktunya untuk membantu mempersiapkan Jalur kebanggan desanya, Langkah Siluman Buayo Danau.

Menurutnya, tradisi Jalur memiliki kharisma yang kuat.

Tradisi itu mampu mempengaruhi masyarakat luas.

Roni mengatakan, Pacu Jalur bukan sekadar pertunjukan, tapi jati diri yang menyatukan tanpa memandang suku dan latar belakang.

"Tidak ada tradisi budaya di Indonesia ini yang mampu mempengaruhi masyarakat luas seperti Pacu Jalur," ujarnya.

(Tribunpekanbaru.com/Guruh Budi Wibowo).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved