Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

10 Provinsi yang Disurvey IPB Terkait Praktik Curang Beras: Label Palsu, Bobot Dikurangi

Temuan ini menjadi peringatan keras bagi konsumen untuk lebih waspada dan bagi pihak berwenang untuk menindak tegas para pelaku kecurangan.

KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf
ILUSTRASI - Ratusan merk beras terindikasi tidak sesuai mutu dan oplosan 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Praktik curang yang merugikan konsumen kembali mencoreng industri perberasan nasional.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Edi Santosa, baru-baru ini mengungkap hasil kajian lapangan yang mengejutkan. 

Studi tersebut menunjukkan maraknya kecurangan yang dilakukan oleh produsen beras, mulai dari penggunaan label palsu hingga pengurangan bobot kemasan.

Dalam kajian mendalamnya, tim IPB terjun langsung ke pasar-pasar di 10 provinsi di Indonesia.

Mereka melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap jenis beras, kesesuaian antara label dan isi kemasan, serta harga jual kepada konsumen.

Hasilnya sungguh mengkhawatirkan: sebagian besar beras yang ditemukan tidak sesuai dengan mutu dan berat yang tertera pada label.

Temuan ini menjadi peringatan keras bagi konsumen untuk lebih waspada dan bagi pihak berwenang untuk menindak tegas para pelaku kecurangan.

“Kalau yang kami kaji itu awalnya itu adalah beras yang ada di pasar 10 provinsi itu kami datangi, kemudian dicek, ditimbang, diklasifikasikan dulu ini medium apa premium, ditimbang labelnya berapa bobotnya, cocok enggak,” ujar Prof. Edi kepada Tribun Network, Senin (14/7/2025).

Baca juga: CEK FAKTA Raffi Ahmad Dilarikan ke RS: INNALILLAHI, Wajah Pucat Tangan Di Impus

Baca juga: Saya Asal Tembak Kopda Bazarsah Peragakan Penembakan 3 Polisi di Gelanggang Judi

Dari hasil klasifikasi, sekitar 60 persen beras yang beredar ternyata tidak memenuhi kategori premium sebagaimana klaim kemasannya.

“Kemudian ditanya dari sisi data harga jual gimana tuh, apakah melebihi HET atau tidak?” tambahnya.

Kerugian Negara Nyaris Rp100 Triliun

Kajian tersebut menyimpulkan bahwa praktik ini berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp100 triliun.

Namun Prof. Edi menekankan bahwa tidak semua kesalahan bisa langsung dibebankan ke produsen, karena rantai distribusi melibatkan banyak pihak.

“Kalau wadahnya palsu itu kita nggak bisa ngecek. Hanya yang punya produk itu yang bisa ngecek, misalnya beras merek X,” ujarnya.

Selain itu, bobot beras juga sering kali tak sesuai. Banyak produk 5 kg yang setelah ditimbang ternyata kurang dari itu.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved