Berita Nasional

Detik-Detik Proklamasi yang Tak Banyak Diketahui: Sukarno Sakit, Hatta Nyaris Tak Ikut

Proses perumusan teks proklamasi berlangsung di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda hingga menjelang subuh.

Via Intisari
Foto Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta, memang berjalan dengan sederhana, tapi penuh dengan getaran makna yang mendalam.

Di balik detik-detik bersejarah itu tersimpan kisah-kisah unik dan dramatis.

Mulai dari tekanan berat penjajah Jepang hingga kondisi Soekarno yang berjuang melawan malaria saat harus membacakan teks proklamasi.

Lebih dari itu, sedikit yang tahu bahwa sebelum naskah sakral itu diucapkan, para tokoh kemerdekaan harus menapaki malam yang panjang dan sarat ketegangan.

Adapun Proses perumusan teks proklamasi berlangsung di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda hingga menjelang subuh.

Berikut 7 fakta detik-detik proklamasi yang jarang diketahui dikutip

1. Naskah Proklamasi Ditulis di Sobekan Buku Bergaris

Teks Proklamasi tidak ditulis di perkamen atau kertas khusus, melainkan di sobekan buku catatan bergaris biru milik anak sekolah.

“Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu,” ungkap Sukarno.

2. Pena yang Dipakai Tidak Pernah Diingat Asalnya

Berbeda dengan tradisi pemimpin dunia lain yang menyimpan pena bersejarah, Sukarno bahkan tidak mengingat dari mana pena yang ia pakai berasal.

“Aku tidak ingat dari mana datangnya pena yang kupakai. Kukira aku meminjam dari seseorang,” kenangnya.

Baca juga: Ingat Setya Novanto Papa Minta Saham? Ternyata Setnov Sudah Bebas dari Penjara sejak Juli Lalu

Baca juga: VIRAL Gaji DPR Setara Rp 3 Juta Sehari: Wajar atau Fantastis? Bandingkan dengan Negara Lain

3. Upacara Proklamasi Sangat Sederhana

Detik-detik proklamasi jauh dari suasana megah.

“Tidak ada trompet, tidak ada paduan suara, tidak ada pelayan istana berpakaian indah. Ia tidak diabadikan wartawan juru potret. Ia hanya berlangsung di sebuah kamar depan kecil di rumah seorang laksamana Jepang,” kata Sukarno.

Lokasinya di depan sebuah kamar depan yang kecil di sebelah ruangan besar di rumah seorang laksamana Jepang. 

4. Fatmawati Menjahit Bendera Merah Putih dari Dua Kain Polos

Bendera pusaka pertama dijahit langsung oleh Fatmawati dari dua potong kain polos merah dan putih. Bendera itu dikibarkan oleh Latif Hendraningrat di batang bambu sederhana, diikat dengan tali kasar yang kusut.

5. Sukarno Membacakan Proklamasi dalam Kondisi Sakit Malaria

Sukarno mengalami serangan malaria dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat.

“Badanku menggigil dari kepala sampai ke kaki. Suhu tubuhku naik sampai 40 derajat. Meski sakit parah, aku tak dapat pergi tidur. Aku langsung menulis berjam-jam,” tulisnya.

Sebelum membacakan proklamasi, Sukarno mengurung diri di dalam kamar menahan sakit dan atas perintah Suharto, tak boleh seorang pun masuk ke dalam kamar Sukarno. 

6. Rakyat Mendesak dan Hatta Hampir Tak Hadir

Sejak pukul 09.00 pagi, sekitar 500 orang sudah berkumpul di halaman rumah Sukarno, meneriakkan, “Bacakan Proklamasi, Bung!”

Sukarno pun mengatakan, "Hatta belum datang. Aku tidak mau membacakan proklamasi tanpa Hatta.”

Setelah Hatta tiba, barulah teks proklamasi dibacakan.

7. Pengeras Suara Hasil Curian dari Jepang

Sukarno membacakan teks proklamasi menggunakan pengeras suara sederhana yang ternyata merupakan hasil “curian” dari tentara Jepang.

Kala itu, Jepang sudah kalah perang dan peralatan mereka banyak ditinggalkan. Para pemuda yang terlibat dalam persiapan proklamasi mengambil salah satu pengeras suara yang tersisa untuk memastikan suara Sukarno bisa terdengar oleh ratusan rakyat yang berkumpul di halaman rumah Pegangsaan Timur No. 56.

8. Segelas Soda Hangat 

Tidak ada toast atau jamuan istimewa setelah Sukarno membacakan teks proklamasi. Sukarno mengatakan yang tersedia hanyalah segelas air soda hangat.

Minuman itu bukan untuk bersulang, melainkan sekadar mengembalikan tenaga orang-orang yang telah bergadang dan bekerja tanpa tidur selama beberapa hari menjelang kemerdekaan.

9. Menu Sahur di Hari Proklamasi

Karena proklamasi dibacakan saat bulan Ramadhan, para tokoh pun makan sahur dengan sederhana sebelum detik-detik proklamasi. Mereka adalah Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo

Dikutip dari Kompas.com, Mohammad Hatta mengenang bahwa menu sahurnya kala itu sangat sederhana: roti, telur, dan ikan sarden. Tak ada hidangan mewah, semuanya disiapkan sepraktis mungkin di rumah Maeda.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved