Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Pacu Jalur Kuansing 2025

Demi Rebut Piala Narosa dari Kuansing, Tim Pacu Jalur Inhu Bawa Istri & Balita Tidur di Tenda Terpal

Festival Pacu Jalur 2025 di Tepian Narosa, Kuansing Riau tak hanya menjadi ajang pertaruhan kehormatan antar desa, namun juga antar kabupaten.

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Theo Rizky
Tribunpekanbaru.com/Guruh Budi Wibowo
PACU JALUR - Suasana tenda salah satu tim Jalur dari Inhu, Kamis (21/8/2025). Mereka telah dua malam menginap di Tepian Kuantan bersama anak dan istri 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KUANSING - Pagi masih muda, embun belum sepenuhnya menguap.

Di antara hiruk pikuk Festival Pacu Jalur 2025 yang tengah menggema hingga dunia, ada kisah sunyi namun penuh makna yang datang dari tenda-tenda sederhana di pinggiran Sungai Kuantan, Kamis (21/8/2025).

Di sanalah para pejuang dari Indragiri Hulu (Inhu), Kabupaten tetangga Kuantan Singingi (Kuansing), Provinsi Riau bermalam dengan segala keterbatasan, demi satu hal, merebut kembali kehormatan yang sempat lepas dari genggaman mereka.

Di dalam tenda biru berukuran sekitar 4x10 itu, puluhan orang berbagi ruang. Tak terkecuali anak-anak dan orang tua.

Festival Pacu Jalur 2025 di Tepian Narosa, Kuantan Singingi (Kuansing), tak hanya menjadi ajang pertaruhan kehormatan antar desa, namun juga antar kabupaten.

Tahun ini, sebanyak 37 tim jalur dari Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) turut ambil bagian, membawa ambisi besar, merebut kembali Piala Narosa yang sempat lama mereka pegang sebelum direbut Kuansing pada Festival 2024 lalu.

Baca juga: Ada Pacu Jalur, Hotel di Kuansing Membludak, Pekanbaru Belum Begitu Terasa Dampaknya

Semangat tim Jalur Inhu pun tersulut.

Dan tahun ini, Inhu datang bukan untuk sekadar ikut.

Mereka datang membawa dendam yang ingin ditebus dengan dayung, dengan keringat dan dengan kehormatan.

Persaingan pun kian sengit. Kuansing sebagai tuan rumah tentu tak ingin kehilangan gengsi, sementara Inhu bertekad mengembalikan supremasi mereka di lintasan legendaris Sungai Kuantan.

Perjuangan tim dari Inhu pun menyentuh sisi emosional.

Demi tampil maksimal, mereka sudah dua malam menginap di tepian sungai.

Baca juga: Boyong Menteri ke Kuansing Wapres Gibran Sebut Pemerintah Pusat Komit Kembangkan Festival Pacu Jalur

Tanpa fasilitas mewah, mereka tinggal di tenda-tenda sederhana beralaskan terpal.

Di sana mereka memasak, beristirahat, bahkan mengasuh anak-anak mereka yang masih bayi.

Tak sedikit dari awak jalur yang turut membawa istri dan keluarga mereka.

Di bawah tenda terpal, mereka memasak, istirahat, hingga menimang bayi yang mereka bawa dari kampung.

Malam mereka lewati beralaskan tikar, tanpa dinding.

Tidak ada kenyamanan hotel atau penginapan, hanya semangat dan keyakinan yang terus menyala.

Baca juga: Angka Perceraian di Kuansing Meroket Setiap Musim Pacu Jalur, Kok Bisa?

Beberapa awak jalur bahkan membawa serta istri dan anak, menjadikan tenda sebagai rumah sementara yang penuh doa dan harapan

Yogi Aji Pangestu (23) adalah pendayung Jalur Laksamane Perisai Indragiri, Kelurahan Kampung Besar Seberang, Inhu.

Seperti beberapa rekannya, ia membawa Rida (25) istri dan buah hati yang masih berusia 7 bulan.

Saat ditemui Tribunekanbaru.com, Yogi dan istri sedang mengayun sang buah hati yang terlelap di buaian yang digantung di rangka kayu tengah tenda.

Di antara riuh rendah latihan tim pacu jalur yang bersahut-sahutan sejak pagi, dan hiruk pikuk para ibu yang sibuk meracik sarapan di bawah tenda-tenda darurat, bayi itu tampak tenang terlelap.

Ia tidur di sebuah ayunan per yang digantung seadanya di dalam tenda terpal, hanya mengenakan singlet dan popok.

Di mulutnya, masih melekat kompeng kecil, seakan menjadi perisai dari bising dunia luar.

Tidurnya damai, kontras dengan kegaduhan di sekelilingnya.

Tak terganggu oleh teriakan "Whooo,,,,whooooo, whooo" dari anak-anak jalur yang tengah berlatih di Sungai Kuantan, juga tak terusik oleh aroma tumisan dan percakapan heboh para ibu yang tengah memasak untuk seluruh awak tim.

Baca juga: YouTuber Aisar di Festival Pacu Jalur Buat Jalan di Kawasan Tepian Narosa Macet Parah

Bayi itu belum tahu apa arti pacu jalur, belum mengerti semangat dan harga diri yang dibawa perahu-perahu panjang yang menderu di sungai.

Tapi kehadirannya, di bawah tenda yang juga menjadi dapur dan tempat istirahat, adalah simbol kecil dari pengorbanan besar yang dibawa keluarga para pejuang Jalur.

"Tadi malam hujan lebat, tenda bocor dan tempias. Jadi tidurnya kurang puas," ujar Yogi.

Yogi mengaku jika anaknya lahir dari tradisi, tumbuh di tengah budaya, dan dibesarkan dalam semangat kolektif sebuah kampung yang mempertaruhkan nama baiknya di gelanggang air.

Yogi sendiri telah menjadi pendayung jalur sejak usia 17 tahun.

"Ini adalah hobi saya, ini juga tekad saya untuk merebut kembali piala Narosa dari Kuansing," ujar Yogi.

Yogi mengaku membawa isti dan anaknya yang masih bayi agar ia bisa fokus dalam bertanding.

Ia tak ingin ada hal sekecil yang membuat pikirannya terpecah.

"Biar saya lebih konsentrasi saja, kalau ada anak dan istri, saya lebih semangat," ujar Yogi.

Yogi mengatakan jika ia berangkat dari Inhu ke Kuansing pada 18 Agustus 2025 menggunakan sepeda motor.

Ia sempat menginap semalam, di Rengat dan melanjutkan perjalanan ke Kuansing keesokan harinya.

"Pakai motor kami bertiga, perjalanan sampai 8 jam," ujar Yogi.

Sementara itu istri Yogi, Rida (25) mengaku tidak merasa kerepotan dengan membawa anak semata wayangnya itu.

Menurutnya, kehadirannya sebagai bentuk dukungan terhadap suami.

"Lagipula saya juga hobi menonton Pacu Jalur," ujar Rida sambil mengayun anaknya.

Festival Pacu Jalur bukan hanya soal kecepatan perahu panjang, tapi juga soal marwah, kebanggaan, dan kekuatan solidaritas.

Dan tahun ini, semangat itu terpancar dari tenda-tenda sederhana di tepian Kuantan, tempat para pejuang air dari Inhu menyusun mimpi untuk kembali membawa pulang kejayaan.

Ketua Tim Jalur Laksamane Perisai Indragiri, Jailani mengatakan timnya mendirikan dua tenda untuk diisi 100 orang.

Selain membawa awak Jalur sebanyak 80 orang, mereka juga membawa isteri dan anak mereka masing-masing.

"Semua di dua tenda ini ada 100 orang," ujarnya.

Jailani dan lainnya tak mempermasalahkan tidur di dalam tenda.

Sebagai pendatang, ia mengakui kesulitan mencari rumah tumpangan di Kuansing untuk saat ini.

Apalagi mereka dalam jumlah besar.

Namun hal itu tidak menjadi halangan bagi Jailani dan timnya.

Menurutnya, tujuan mereka kali ini adalah menang dan menaklukan Jalur rival mereka dari Kuansing.

"Pesan pak Bupati Inhu Ade Agus Hartanto kepada kami adalah satu, rebut kembali piala Narosa dari Kuansing. Siapa pun timnya, yang penting tim Jalur dari Inhu," ungkap Jailani.

Sebab itu, 37 tim Jalur dari Inhu pun harus saling membantu dan bekerjasama di Tepian Narosa.

Persatuan dan kekompakan mereka sangat kental demi menumbangkan tim Jalur Kuansing.

"Semua tim Jalur dari Inhu wajib saling membantu dari semua hal. Jika ada pendayung dari tim lain yang bermasalah, kami wajib menggantikan," ujar Jailani.

Namun dilema muncul bagi Jailani, pasalnya tim Jalurnya berhadapan dengan tim jalur sesama Inhu, Olang Buas, Desa Rakit Kulim, Inhu.

Hal itu tentunya tidak menguntungkan bagi Indragiri Hulu karena sesama mereka harus saling berhadapan di laga hari kedua Festival Pacu Jalur Kuansing ini.

"Kita terpaksa menerima hasil undian, meski berhadapan dengan tim sesama Inhu, kami harus maksimal," ujarnya.

Ia pun berharap Jalur sepanjang 37 meter yang diawaki 70 orang itu mampu bertahan hingga laga final.

Pada Festival Pacu Jalur hari kedua ini diikuti 178 tim Jalur dengan 89 hilir atau pertandingan.

Awalnya 228 Jalur yang mendaftar, namun pada hari pertama 25 Jalur tersingkir. 

(Tribunpekanbaru.com/Guruh Budi Wibowo)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved