Pengamat Media Sosial Ungkap Peran Media Mainstream Populerkan Buzzer, 'Harusnya Berisi 3 Kicauan'
TRIBUNPEKANBARU.COM - Selama ini media massa dan media mainstream berperan besar dalam menaikan popularitas buzzer.
Mereka kerap terjebak dengan isu-isu yang dibangun oleh buzzer-buzzer politik.
Hal itu dibongkar oleh Ismail Fahmi pengamat media sosial sekaligus pemilik perusahaan Drone Emprit PT Media Kernels Indonesia.
Baca: FULL ALBUM Kumpulan Lagu Batak Terpopuler 2019: DOWNLOAD MP3 Lagu Batak di Sini (VIDEO)
Apalagi jelas Islamil, pertarungan itu semakin kuat saat menjelang Pilpres 2019 lalu. Bukan hanya mengerahkan manusia, kelompok-kelompok politik juga mengerahkan robot untuk menaikan isu tertentu lewat twitter.
Sialnya, begitu masuk trending topik, media mainstream kerap terjebak mempopulerkan isu tersebut.
“Begitu masuk tranding biasanya media langsung mencari tahu ini apa sih, baik itu media mainstream, televisi, media setengah mainstream,” kata Ismail di acara Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (9/10/2019).
Akibatnya jelas Ismail, harusnya tagar hanya berisi 3 ribu kicauan meledak semakin membesar karena dipopulerkan oleh media massa.
Baca: Jadwal Live Timnas Indonesia Vs UAE Kualifikasi Piala Dunia 2022, Kamis Jam 23.00 WIB (Video)
“Padahal ketika isu itu diangkat tagar itu bukan sekedar mainkan isu biasa, karena ada upaya pengaruhi opini publik, ada tujuan tertentu,” kata Ismail.
Ia tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Menjadi bahaya kata Ismail, ketika isu-isu penting harus tertutupi oleh agenda buzzer yang diikuti oleh media mainstream.
Hal inilah kata Ismail yang menjadi bahaya bagi demokrasi Indonesia.
“Misal ada masalah lingkungan hidup memang tidak terlalu seksi, padahal itu penting, tapi isu itu terhimpit, jadi yang rugi masyarakat sendiri,” jelas Ismail.
Baca: Ramalan Zodiak Besok Kamis 10 Oktober 2019, Ada Zodiak Besok Temukan Tambatan Hati (Video)
Jika media mainstream ikut terjebak dengan pola isu yang dibuat buzzer, maka kata Ismail, masyarakat tidak menerima haknya untuk mendapatkan isu penting selain pertarungan politik semata.
Ismail menjelaskan, pengerahan cyber army atau buzzer hampir dikerahkan oleh seluruh partai politik di Indonesia.
Umumnya mereka ialah partai-partai baru yang mengincar suara milenial.
“Partai-partai baru mereka sadar ini anak-anak milenial sehingga disitu mereka bergerak efektif,” jelas Ismail.
Ia sepakat dengan pernyataan Moeldoko yang mengajak seluruh pemimpin politik untuk menertibkan pasukan buzzernya.
Sebab kata Ismail, mereka masih tetap memiliki fungsi asalkan digunakan untuk hal-hal positif seperti mengangkat permasalahan yang bersentuhan dengan kepentingan masyarakat langsung.
“Saya sangat sepakat dengan Pak Moeldoko agar mengajak buzzer bermain dengan benar, saya fikir akan membawa arahan sangat bagus ke depan,” kata Ismail.
Isu buzzer mulai mencuat ketika unjuk rasa mahasiswa akhir September lalu ramai dibicarakan.
Ismail satu di antara pengamat yang aktiv dalam melihat kontestasi tagar di twitter terkait isu aksi unjuk rasa.
Unjuk rasa mahasiswa ditunggangi
Diberitakan Wartakotalive.com sebelumnya unjuk rasa mahasiswa bertajuk #GejayanMemanggil yang menggugat sejumlah RUU yang telah dan akan disahkan DPR-pemerintah, ternyata diboncengi penumpang gelap.
Aksi demonstrasi mahasiswa bertajuk #GejayanMemanggil ternyata diboncengi penumpang gelap.
Penumpang gelap aksi #GejayanMemanggil itu disinyalir berasal dari oposisi yang ikut nebeng dengan tagar #TurunkanJokowi.
Baca: Download Lagu Salah Apa Aku Viral Tik Tok, VIDEO Entah Apa Yang Merasukimu Versi DJ GAGAK
Klarifikasi panitia Gejayan Memanggil terkait tagar itu disampaikan lewat akun Instagram Selasa (24/9/2019).
“Kami tidak mengeluarkan tagar turunkanJokowi, dan tidak ada kesepakatan konsolidasi perihal tersebut. Tagar #Gejayanmemanggil berdiri sendiri,” tulis panitia lewat akun Instagram @gejayanmemanggil.
Berlandaskan analisis dari pemilik perusahaan pemantau Twitter PT Media Karnels Indonesia Ismail Fahmi menjelaskan jika tagar itu ditumpangi oleh akun-akun buzzer politik.
“Sekali lagi kami menolak ditunggangi. Kami bukan FPI, HTI, PKS ataupun Oposisi. Bentuk-bentuk klaim di luar informasi dari akun official IG ini adalah HOAKS,” jelas panitia aksi.
• Dua Remaja Menggali Kuburan Nenek 84 Tahun untuk Merampok dan Menyetubuhi Mayat Nenek Tersebut
Sebelumnya pengamat media sosial Ismail Fahmi, menjelaskan soal asal usul dari tagar TurunkanJokowi yang disisipi dengan narasi dan video aksi Gejayan Memanggil.
“Ada yang bertanya kepada Drone Emprit, siapa yang membuat tagar #TurunkanJokowi? Saya coba buat analisis singkat, dengan membandingkan pola tagar tersebut dengan #GejayanMemanggil. Seperti apa hasilnya?” kata Ismail Fahmi lewat akun twitternya Selasa (24/9/2019).
Ismail menjelaskan berdasarkan data tren 22 hingga 24 September tagar #GejayanMemanggil lebih muncul terlebih dahulu ketimbang tagar #TurunkanJokowi.
Tagar #GejayanMemanggil sudah mulai sejak 22 September, sedangkan tagar #TurunkanJokowi baru muncul tanggal 23 September pukul 11.00 WIB.
“Dan tiba-tiba naik pesat pukul 21:00, menjelang tengah malam,” kata Ismail.
Meski demikian kata Ismail, tagar #TurunkanJokowi masih jauh di bawah tagar #GejayanMemanggil.
Dalam grafik tagar #GejayanMemanggil mencapai 206.385 ribu cuitan sedangkan tagar #TurunkanJokowi hanya 22.745.
Selain itu Ismail juga menjelaskan jika penggerak tagar #TurunkanJokowi dimotori oleh akun-akun cluster besar yang berbeda dengan akun-akun penggerak tagar #GejayanMemanggil.
Akun-akun penggerek tagar #TurunkanJokowi disebut merupakan akun-akun top infulencer.
“Top 5 influencer untuk tagar #TurunkanJokowi adalah @candraidw_md, @opposite6890, @localhost911, @do_ra_dong, dan @aisyadiaa,” kata Ismail.
Sehingga kata Ismail, tagar #TurunkanJokowi bukan berasal dari akun-akun yang menaikan tagar #GejayanMemanggil.
Ismail menduga jika tagar #TurunkanJokowi dimotori oleh oposisi yang menyusup ke dalam isu tersebut.
“Ternyata ada dua cluster besar. Tagar #TurunkanJokowi ternyata bukan bagian dari mereka yang mengangkat #GejayanMemanggil. Seperti buatan oposisi,” jelas Ismail.
Oleh karenanya, Ismail meminta mahasiswa berhati-hati dengan penyusup gelap.
“Closing. Gerakan mahasiswa seperti ini bakal mudah disusupi. Narasi baru di luar tuntutan mahasiswa bisa muncul baik di media sosial, atau saat orasi di lapangan. Mahasiswa perlu waspada, cerdas, dan tetap damai. Drone Emprit mencoba untuk mengawal dg analisis big data,” kata Ismail.
Satu di antara penggagas aksi #GejayanMemanggil Tunggal Pawestri mengomentari penumpang gelap di aksi tersebut.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Ismail Fahmi Blak-blakan, Sebut Media Mainstream Berperan Besar Populerkan Buzzer. (*)
*Pengamat Media Sosial Ungkap Peran Media Mainstream Populerkan Buzzer, 'Harusnya Berisi 3 Kicauan'