TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Majelis hakim PTUN Pekanbaru dalam putusannya nomor 42/G/TF/2022/PTUN.PBR, memerintahkan 66 sumur minyak yang berlokasi di Taman Nasional Zamrud, agar ditutup.
Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Cq Dirjen Gakkum LHK, dan PT Bumi Siak Pusako (BSP), kalah dalam sidang gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.
Sumur minyak ini, dikelola oleh PT BSP. Lokasinya berada di kawasan konservasi pelestarian alam.
Diketahui, 2 instansi pemerintah dan 1 perusahaan itu, digugat oleh Yayasan Wahana Sinergi Nusantara.
Humas PTUN Pekanbaru Erick Sihombing menjelaskan, putusan ini dibacakan pada 9 Januari 2023.
Ia merincikan, tergugat I adalah Kepala BBKSDA Riau, Menteri LHK Cq Dirjen Penegakan Hukum LHK sebagai tergugat II dan PT BSP sebagai perusahaan pengebor minyak selaku tergugat III.
"Gugatan penggugat dikabulkan sebagian oleh majelis hakim," kata Erick, Selasa (10/1/2023).
Ditanyai apakah pihak tergugat mengajukan banding atas putusan ini, Erick menyatakan sampai saat ini pengadilan belum menerimanya.
"Belum. Namun tenggang waktu 14 hari kerja belum terlewati bagi tergugat (untuk mengajukan) banding," ungkap Erick.
Erick menjelaskan, berdasarkan amar putusan poin 4, sumur minyak ini ditutup sampai dengan pihak tergugat, bisa melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan baik.
Tujuannya, agar keberadaan sumur minyak tidak mengganggu habitat satwa atau pun merusak lingkungan yang ada di kawasan konservasi tersebut.
Erick menjelaskan, pengeboran atau pemanfaatan sumur minyak dan gas di kawasan konservasi, berbeda dengan kawasan umum. Baik secara analis dampak lingkungan atau pengelolaan ramah lingkungan.
Apalagi diterangkan Erick, hingga kini belum ada aturan yang spesifik mengatur pengeboran minyak di kawasan konservasi.
Oleh karena itu, ada perintah hakim kepada Menteri LHK sebagai tergugat II membuat pedoman pengeboran di kawasan konservasi.
Selain itu, hakim juga memerintahkan para tergugat melakukan penanaman kembali atau reboisasi jenis tumbuhan yang sesuai dengan fungsi hutan.
Selanjutnya, majelis hakim juga mewajibkan Menteri LHK sebagai tergugat II melakukan intervensi untuk menanggung seluruh kerugian lingkungan hidup atas biaya pemulihan, pengelolaan dan atau reboisasi terhadap kerusakan lingkungan hidup hutan konservasi kawasan pelestarian alam Taman Nasional Zamrud.
Adapun nilainya ditentukan dengan perhitungan riil sesuai dengan tanggungjawabnya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Majelis hakim turut menghukum para tergugat membayar biaya perkara Rp 5.565.700,-.
Taman Nasional Zamrud merupakan habitat harimau sumatra.
Aktivitas pengeboran di kawasan itu, menyebabkan tumpahan minyak sehingga menyebabkan kerusakan hutan yang berpotensi mengganggu habitat harimau serta satwa lain maupun tumbuhan yang dilindungi negara.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )