TRIBUNPEKANBARU.COM - Sungguh keji apa yang dilakukan pria yang berinisial MF yang baru berumur 23 tahun. Ia sengaja mencari kenalan lewat media sosial kemudian janian ketemuan.
Ternyata dalam niatnya itu ia hanya ingin melakukan persetubuhan dnegan kenalannya itu .
Dan tragsinya korban yang ia dapatkan adalah wanita yang berumur 49 tahun yang berinisial R. Korban yang tidak mengetahui niat jahat pelaku terus menjalni komunikasi intens.
Baca juga: Nasib Pedagang Mainan yang Mengeluh ke Verrell Bramasta usai Dagangannya Diborong, Kini Minta Maaf
Sampai kemudian keduanya sepakat bertemu dan menyewa kamar penginapan. Nah, dari sinilah tragedi itu terjadi.
pelaku yang sudah birahi kemudian mengajak korban untuk melakukan hubungan badan. Apa daya, ternyata harapan pelaku tak sesuai yang terfikrkan.
Korban menolaknya. Dan penolakkan itu lantas berimbas pada emosinya pelaku.
Berikut ini Kisah Lengkapnya
Adalah seorang pria berinisial MF (23) ditangkap polisi atas kasus dugaan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berinisial R (49).
Insiden itu terjadi di sebuah kamar penginapan di Jalan Empu Barada Raya, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.
Peristiwa bermula dari perkenalan keduanya melalui media sosial Facebook. Setelah menjalin komunikasi intens, pelaku dan korban sepakat untuk bertemu secara langsung.
Pertemuan itu terjadi pada Sabtu (24/5), ketika mereka menyewa sebuah kamar di penginapan tersebut. Namun, niat pelaku untuk berhubungan badan ditolak oleh korban.
"Mereka masuk di satu kamar, kemudian tersangka berniat ingin bersetubuh dengan korban. Korban menolak," ujar Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Victor Inkiriwang, dalam konferensi pers, Rabu (2/7/2025).
Victor menjelaskan, karena ditolak, pelaku lantas melempar tubuh korban ke atas kasur dan memaksakan kehendaknya. Korban terus melawan, namun pelaku kemudian melakukan kekerasan.
"Kemudian akhirnya tersangka membekap wajah korban menggunakan bantal sekitar satu menit. Korban lemas, tidak berdaya, lalu tersangka menyetubuhi korban selama kurang lebih lima menit," ungkap Victor.
Usai melancarkan aksinya, pelaku meninggalkan korban dalam kondisi setengah telanjang, duduk bersandar di tempat tidur, dengan busa keluar dari mulut dan hidung.
Korban ditemukan telah meninggal dunia keesokan harinya, Minggu (25/5), oleh karyawan penginapan. Temuan tersebut langsung dilaporkan ke polisi.
MF akhirnya ditangkap pada Senin (26/5) di wilayah Parungpanjang, Kabupaten Bogor.
Dari hasil pemeriksaan forensik di RSUD Kabupaten Tangerang, polisi menemukan sejumlah luka akibat kekerasan benda tumpul pada tubuh korban.
Baca juga: PEMBUNUHAN DI KENDARI : Korban JJ Ditemukan tanpa Celana, Ia Kerap Didatangi ODGJ yang Minta Makan
"Kesimpulan hasil pemeriksaan menyebutkan bahwa korban meninggal akibat kekerasan benda tumpul pada wajah yang menyumbat lubang hidung dan mulut, sehingga korban mati lemas," jelas Kapolres.
Kini MF telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ia dijerat dengan Pasal 6 C jo Pasal 15 ayat (1) huruf O Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dan/atau Pasal 338 KUHP, serta/atau Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Rudapaksa Mahasiswi
Kisah lainnya, Kepergok. Aksi seorang pria yang diektahui sebagai guru ngaji diduga memperkosa seorang mahasiswi di kamar rumah.
Korban diketahui ada hubungan kerabat dengan pelaku. saat dibawa ke kamar, korban sudha tidak sadarkan diri.
Sampai kemudian terjadi dugaan pemerkosaan. Aksi pelaku itu dipergoki oleh nenek korban. Tak ayal pelaku kaget dan wargapun akhirnya berkumpul setelah dipanggil snag nenek.
Pelaku dibawa ke kantor polisi, sedangkan korban dibaw ake klinik. Korban tak tahu apa yang terjadi.
Nah, yang bikin miris adalah pelaku kemudian akhirnya menikahi korban dengan tidak adanya tuntutan pidana belakangan hari.
Namun, itu hanya modus. Karena korban diceraikan setelah sehari dinikahkan. Jadilah pelaku kini masih berraktifitas tanpa lagi dapat tuntutan pidana.
Begini Cerita Lengkapnya
Kronologi kasus pelecehan seorang mahasiswi yang diduga diperkosa guru ngaji di Karawang, Jawa Barat.
Kasus dugaan pemerkosaan terhadap mahasiswi ini belakangan jadi sorotan lantaran nasib pilu yang dialami korban.
Setelah menjadi korban pemerkosaan itu, korban disebut-sebut dapat tekanan menikah dengan pelaku dengan alasan aib desa hingga trauma.
Sontak kejadian itu menuai kecaman dari publik lantaran kasus pemerkosaan terhadap korban itu tak mendapat tindakan hukum.
Kini, korban memperjuangkan keadilan untuk menuntut pelaku agar mendapat hukuman.
Diketahui korban berinisial N (19) berstatus sebagai mahasiswa di Karawang, Jawa Barat.
Sedangkan pelaku merupakan seorang guru ngaji.
Menurut kronologi pemerkosaan yang dialami korban N sebenarnya terjadi pada 9 April 2025 lalu.
Kuasa hukum korban, Gary Gagarin menceritakan kejadian bermula saat korban N berada di rumah neneknya di di Kecamatan Majalaya, Karawang.
Kala itu, pelaku J bertamu ke rumah sang nenek ingin bertemu N dengan alasan belum sempat berlebaran (silaturahmi, red).
Usut punya usut ternyata korban dan pelaku guru ngaji itu masih memiliki ikatan keluarga.
Saat bertemu dengan pelaku di rumah sang nenek, korban mengaku tak sadarkan diri di bawa ke kamar hingga mendapat pemerkosaan tersebut.
Aksi pelaku saat melakukan pemerkosaan itu dipergoki sang nenek.
"Ketemu salaman lah dengan pelaku, setelah itu dia menjadi tidak sadar, dibawa ke kamar dan dilakukanlah kekerasan seksual di situ. Tepergok si nenek, dipanggil warga lalu diamankan," ujar kuasa hukum korban Gary Gagarin, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (28/6/2025).
Lebih lanjut, Gary menceritakan setelah tak sadarkan diri, N baru sadar setelah berada di klinik.
Sementara J langsung digiring keluarga N ke Polsek Majalaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Namun, ternyata polisi Polsek Majalaya itu memediasi kasus dugaan pemerkosaan tersebut diminta berdamai.
Tak hanya itu menurut sang kuasa hukum, korban mendapatkan tekanan yang akhirnya dinikahi oleh pelaku.
Keluarga pelaku membuat kesepakatan damai yang berisi pernyataan J bersedia menikahi korban dan keduanya tidak akan saling menuntut di kemudian hari.
Namun, sehari setelah dinikahi korban langsung diceraikan.
Sang kuasa hukum, Gary juga menyebut ada tekanan terhadap keluarga N untuk melakukan pernikahan itu dengan alasan aib desa.
Karena alasan itulah, sangat menyesalkan korban yang seharusnya dilindungi malah mendapatkan tekanan.
"Enggak masuk akal pernikahan pun selang sehari langsung diceraikan. Ini harus dipahami penegak hukum, jangan dibiasakan pelaku kekerasan seksual didamaikan," ujar Gary.
Tak hanya menyoroti sikap pihak pelaku, Gary juga menyayangkan saran damai yang dibuat oleh Polres Majalaya.
Gary menyesalkan Polsek Majalaya tidak mengarahkan kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang.
Di sisi lain, Kasi Humas Polres Karawang, Ipda Cep Wildan membenarkan kasus tersebut difasilitasi penyelesaiannya oleh Polsek Majalaya.
Polisi menilai kasus tersebut kala itu tidak bisa diproses ke Unit PPA Polres Karawang karena korban bukan anak di bawah umur.
Polisi juga menganggap kasus tersebut sebagai perkara suka sama suka.
"Korban sudah 19 tahun, jadi bukan anak di bawah umur. Kalau ke PPA, itu untuk anak-anak karena lex specialis, makanya kemarin difasilitasi untuk berdamai,” ujar Wildan.
Meski begitu, Kasi Humas Polres Karawang itu mempersilakan soal rencana korban akan kembali melapor ke kepolisian.
"Sah-sah saja untuk laporan, cuma dilihat juga delik aduan yang disangkakan ke pelaku apa," ujar Wildan.
Nasib Pilu Korban
Pasca menjadi korban pemerkosaan oleh guru ngaji itu, nasib pilu korban mengalami trauma.
Tak hanya mendapat tekanan disebut aib desa, ternyata korban juga mendapat ancaman dari pihak keluarga pelaku.
Kepada orangtuanya, N yang berstatus sebagai mahasiswi itu sampai mengaku ingin berhenti kuliah.
Rupanya, N sempat berupaya memperjuangkan keadilan atas nasibnya menjadi korban pemerkosaan guru ngaji itu.
"Dari situ ternyata korban coba lapor ke Satgas TPKS di kampus, tapi tidak ada tindak lanjut dan terkesan didiamkan," ujar kuasa hukum korban, Gary.
Gary mengatakan, kondisi psikis N terganggu hingga trauma.
Ironinya, bukannya mendapat perlindungan, keluarga N sering menerima ancaman dari keluarga J karena dianggap menghancurkan karir J sebagai seorang guru.
"Rumah korban sampai dilempari batu, padahal klien kami adalah korban. Antara korban dan pelaku juga masih ada hubungan keluarga," ujar Gary.
Gary mengatakan, pada Mei 2025, tim kuasa hukum sebetulnya sudah melaporkan lagi kasus ini ke Unit PPA Polres Karawang.
Akan tetapi, laporan itu tidak bisa diproses lantaran sebelumnya ada surat pernyataan damai.
"Akhirnya kita ke P2TP2A untuk meminta pendampingan psikis agar kondisi korban bisa pulih. Kita akan bersurat ke Kapolres untuk minta atensi," kata Gary.
Gary menilai, apa yang menimpa N harus dikawal hingga tuntas melalui proses hukum.
Sebab, tindak kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan hanya dengan perjanjian damai.(*)