Daripada Uang Damai Rp 1 M, Ibu dari Korban Asusila Oknum ASN di Jambi Pilih Perjuangkan Anaknya

Editor: Ariestia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERLINDUNGAN ANAK - IM didampingi Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Jambi, Amsyarnedi Asnawi saat diwawancarai awak media, Sabtu (5/7/2025).

TRIBUNPEKANBARU.COM - Seorang pelajar SMP berusia 14 tahun, yang menjadi korban dugaan tindak asusila oleh oknum aparatur sipil negara (ASN) di Jambi, Yanto alias Rizky Aprianto.

Sang ibu yang berinisial IM, pilih untuk memperjuangkan nasib bocah itu meskipun sempat mendapat tawaran uang damai.

IM tak mampu menahan kesedihan saat menceritakan kondisi putranya.

Sang anak trauma berat akibat peristiwa memilukan yang dialaminya pada November 2024 itu.

Tak hanya itu, ia menjadi korban perundungan di lingkungan sekolah.

"Anak saya di-bully, diejek, itu yang membuat saya sangat sedih dan terpukul. Sekarang, emosinya tidak terkontrol, apalagi nama saya juga kerap diolok-olok," ungkap IM saat diwawancarai, Sabtu (5/7/2025).

Tak Lagi Sekolah, Takut Keluar Rumah

Sejak kejadian tersebut, menurut kondisi psikologis anaknya tidak stabil.

Bocah tersebut jadi mudah marah.

Emosinya sulit dikendalikan bahkan untuk hal-hal kecil.

"Apa-apa dia sekarang gampang marah. Cuma ada salah sedikit saja, bapaknya, saya dia marahi. Marahnya bukan seperti anak-anak biasanya," ucapnya.

Tekanan psikologis membuat sang anak tak mau lagi pergi ke sekolah.

Bahkan untuk ke luar rumah saja ia selalu meminta ditemani.

"Ke depan gang saja dia minta ditemani. Saya kesulitan meminta dia untuk tetap berangkat sekolah," tambah IM.

Kronologi Kejadian

Kasus ini bermula saat korban sedang dalam perjalanan pulang sekolah.

Pelaku Rizky Apranto menghampiri korban dengan mobil, berpura-pura menanyakan alamat, dan mengajaknya masuk ke dalam kendaraan.

Di dalam mobil, pelaku meminta korban menonton film dewasa yang diputar dari Handphone pelaku.

Tak berselang lama, pelaku mematikan HP-nya, kemudian melakukan kekerasan dengan menampar korban.

Korban sempat melakukan perlawanan.

Namun ia takut saat pelaku seolah mengambil senjata dari dalam laci mobilnya.

Mendapati korban tak berdaya, pelaku kemudian menjalankan aksi pelecehan seksual.

Tekanan Datang, Bersikukuh Tolak Uang Damai dan Ingin Pelaku Dapat Hukuman Maksimal

IM mengungkap adanya tekanan dari sejumlah pihak yang diduga ingin menggiringnya menuju penyelesaian secara damai.

Ia mengaku didatangi banyak orang tak dikenal dan bahkan ditawari uang dalam jumlah fantastis.

“Saya tidak bisa hitung, berapa orang yang datang ke rumah. Saya ditawarin sampai Rp 1 miliar,” kata IM saat diwawancarai pada Sabtu (5/7/2025).

Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh IM.

Menurutnya, uang sebanyak apa pun tidak sebanding dengan perjuangannya menuntut keadilan untuk sang anak.

“Saya tidak akan menggantikan keadilan anak saya dengan uang. Saya hanya ingin pelaku dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.

IM menyatakan bahwa keteguhannya menolak jalan damai semata-mata demi melindungi anak-anak lain dari kemungkinan menjadi korban serupa.

“Saya cuman mau keadilan bagi anak saya. Dan cuman takut akan ada banyak anak-anak lainnya jadi korban,” sambung dia.

IM juga menjelaskan bahwa orang-orang yang datang kerap mengaku dikirim untuk membujuknya agar sepakat berdamai.

Bahkan, jika satu upaya gagal, upaya lain segera menyusul.

“Orang yang datang itu bilang ‘kami disuruh, siapa yang bisa mendamaikan kasus ini. Nah, kalau gagal, pasti ada orang baru yang datang’. Dan betul, setelah saya tolak, tiga hari berikutnya ada orang baru,” ujarnya menggambarkan tekanan yang terus berulang.

Hingga kini, IM masih bersikeras untuk memperjuangkan jalur hukum, dengan harapan agar pelaku mendapat hukuman maksimal dan tidak ada korban lain di masa mendatang.

Vonis Dua Tahun Bikin Kecewa Keluarga Korban

Kekecewaan itu memuncak setelah mendengar putusan Majelis Hakim pada Kamis (3/7/2025) yang menjatuhkan vonis dua tahun penjara terhadap pelaku.

Vonis tersebut dinilai terlalu ringan oleh IM, yang selama ini konsisten memperjuangkan keadilan bagi anaknya.

“Saya hanya memperjuangkan keadilan anak saya. Saya sangat kecewa dengan vonis hakim,” ujarnya.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyebut sikap sopan terdakwa dan pengakuan atas perbuatannya sebagai alasan yang meringankan hukuman.

Namun, bagi IM, vonis itu tak sebanding dengan luka dan penderitaan yang dialami anaknya.

Ia berharap keadilan ditegakkan secara maksimal, bukan justru mengecewakan pihak korban.

LPAI Jambi Desak Banding

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jambi, Amsyarnedi Asnawi, menilai vonis tersebut sangat ringan dan tidak mencerminkan perlindungan maksimal bagi anak.

"Sangat miris. Kalau ini berulang, yang kasihan adalah anak-anak. Kasus yang naik ke pengadilan justru vonisnya ringan," ujarnya.

LPAI Jambi mendorong agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera mengajukan banding, karena menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, kasus seperti ini semestinya memiliki hukuman minimal lima tahun.

"Hari Senin (7/7/2025) kita akan surati Kejari. Jika tidak ada tanggapan, kita akan bersurat ke KPAI pusat," jelasnya.

(*)

 

Berita Terkini