TRIBUNPEKANBARU.COM - Pihak kepolisian buka suara setelah pihak Dea Permata Karisma mengatakan sudah sempat lapor polisi tapi tak peduli atau tak ada tindakan.
Diketahui Dea Permata Karisma (27) tewas mengeluarkan banyak darah dengan sejumlah luka tusuk di rumahnya, Selasa (12/8/2025).
Sebelum tewas, Dea sudah berbulan-bulan menerima teror dan ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp (WA).
Korban mendapatkan teror dari orang tidak dikenal (OTK).
Peristiwa pembunuhan tersebut menggegerkan warga di Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Disebutkan, Dea sering mendapatkan teror lewat pesan WhatsApp (WA) hingga disarankan memasang CCTV di rumah.
Teror lewat chat WA tersebut berisi ancaman pembunuhan yang membuat Dea sempat gelisah.
Dea pun sempat melaporkan keresahannya ke pihak kepolisian setempat, namun tidak mendapatkan tindak lanjut.
Hal itu diungkap ayah korban, Sukarno (65) dan ibu korban, Yuli Ismawati (55).
"Pernah cerita, sempat diancam berturut-turut selama tiga bulan," ujar Sukarno saat ditemui Tribun Jabar di lokasi kejadian pada Selasa (12/8/2025).
"Bahkan, orang itu sempat masuk ke dalam rumah juga dipergoki pembantu, pas itu langsung kabur," imbuhnya.
Sukarno mengatakan, anaknya tersebut juga diancam pembunuhan melalui chat WA.
Sementara itu, Yuli juga membenarkan mengenai ancaman pembunuhan lewat pesan elektronik tersebut.
Sebagai orang tua, Yuli khawatir dan menyarankan putrinya melaporkan ancaman tersebut ke pihak kepolisian.
Ia juga disarankan untuk memasang CCTV di kediamannya.
"Sudah lapor Babinsa, sampai ke Polsek Jatiluhur, tapi enggak ada yang datang," ungkap Yuli sambil menangis.
Dea merupakan warga di Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Ia tinggal di Komplek PJT II Blok D.
Wanita muda tersebut diketahui merupakan seorang karyawan swasta.
Ia bekerja sebagai Human Resources Development (HRD), staf di bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia di perusahaan swasta di Purwakarta.
Dea sudah menikah dan suaminya bekerja di Perum Jasa Tirta (PJT) II.
Seorang tetangga bernama Salbiah mengungkap sosok Dea dalam kesehariannya.
Menurut Salbiah, sosok Dea dikenal sebagai gadis yang ramah dan pandai bergaul.
"Dia baik, suka bergaul sama semua orang. Saya enggak dengar dia punya masalah dengan siapapun," ungkapnya.
Salbiah mengatakan, Dea tinggal berdua dengan pembantunya.
Sementara suaminya yang bekerja di Perum Jasa Tirta (PJT) II biasa pulang pada malam hari.
Salbiah juga mengungkapkan detik-detik terakhir Dea sebelum dibunuh.
Dea ditemukan tewas pertama kali pembantunya di kediamannya di Komplek PJT II Blok D, Selasa (12/8/2025) siang.
Sebelum tewas diduga dibunuh, Dea sempat meminta pembantunya belanja.
Saat itu, kata Salbiah, Dea terlihat normal.
"Tadi sekitar jam 10 pagi, saya mau beli sayur. Bu Dea juga keluar, kayaknya mau belanja. Jam 11 siang, kami pulang hampir bersamaan," ujar Salbiah.
"Saya sempat sapa dia yang lagi makan. Dia bilang buru-buru karena mau hujan dan jemurannya banyak," sambungnya.
Namun, tak disangka, beberapa jam kemudian, pembantu Dea berlari ketakutan sambil berteriak,
"'Ibu-ibu, Bu Dea dibunuh'," ujar Salbiah menirukan pembantu korban.
Salbiah dan warga lain langsung bergegas ke rumah Dea.
"Saya mau masuk, tapi di depan pintu ke dapur sudah ada jejak darah. Saya enggak berani lanjut, takut," katanya.
"Kayak bekas kaki habis menginjak darah," tambahnya.
Pantauan Tribun Jabar di lokasi kejadian sekitar pukul 16.00 WIB, garis polisi sudah terpasang di kediaman korban.
Polisi pun menyisir TKP, mengumpulkan bukti, dan memeriksa sejumlah saksi.
Kapolres Purwakarta, AKBP I Putu Dewa Gede Anom Jaya, membenarkan informasi atas peristiwa penemuan jasad wanita muda tersebut.
"Hari ini, Selasa, kami tim identifikasi dari Polres Purwakarta melakukan olah TKP di rumah yang ditemukan perempuan dalam kondisi meninggal dunia," ucapnya.
Ia mengatakan, pihak kepolisian masih mendalami peristiwa tersebut, mulai dari olah TKP hingga memintai keterangan dari sejumlah saksi.
"Jenazah korban akan diautopsi guna memastikan sebab-sebab kematiannya," kata Anom.
Peristiwa mengenaskan ini diduga kuat merupakan aksi pembunuhan yang dilakukan oleh Ade Mulyana (26) yang merupakan pembantu atau asisten rumah tangga (ART) korban.
Ia diduga menjadi sosok pria yang menyebabkan tewasnya Dea secara tak wajar.
Ade pun kini sudah diamankan oleh pihak jajaran Satreskrim Polres Purwakarta.
Kasi Humas Polres Purwakarta, AKP Enjang Sukandi mengatakan, polisi telah menangkap pelaku pembunuhan Dea dalam waktu kurang dari 24 jam setelah kejadian.
"Jadi pelaku saat ini sudah diamankan oleh penyidik Polres Purwakarta, lagi dalam pemeriksaan," kata Enjang saat dihubungi Tribun Jabar, Rabu (13/8/2025).
Enjang mengatakan, pelakunya yakni asisten rumah tangga korban yang diamankan pihak kepolisian di lokasi kejadian.
"Pelakunya ada di situ, yang pembantunya itu. Enggak sembunyi sebenernya, dia ada di situ sebenarnya," kata Enjang.
Meski demikian, ia mengatakan bahwa pihak kepolisian masih mendalami motif dari kasus tersebut, sehingga terdua pelaku masih menjalani sejumlah rangkaian pemeriksaan.
Lebih lanjut, Enjang menyebutkan bahwa tidak ada laporan resmi dari Dea terkait ancaman pembunuhan yang diterimanya sebelum tewas.
Ia menegaskan bahwa tidak ada catatan laporan resmi dari korban ataupun keluarganya ke Polsek Jatiluhur maupun Polres Purwakarta.
"Tidak ada laporan resmi. Yang ada hanya konsultasi dari suami (Feri) kepada Bhabinkamtibmas saat bertemu dalam sebuah acara," ujar Enjang saat dikonfirmasi, Rabu.
Menurut Enjang, dalam pertemuan informal tersebut, suami korban, Feri, menyampaikan bahwa istrinya mendapatkan ancaman melalui pesan WhatsApp.
Pada saat itu, kata dia, Bhabinkamtibmas menyarankan agar pesan-pesan tersebut didokumentasikan sebagai bukti sebelum membuat laporan resmi.
"Saran dari Bhabin adalah untuk menangkap layar (screenshot) ancaman, cetak, lalu buat laporan."
"Bahkan, beliau bersedia mengantar langsung ke kantor polisi. Tapi itu tidak ditindaklanjuti oleh korban maupun suaminya," ucapnya.
Saran ini disampaikan, sebab, jika melapor secara resmi ke polisi pasti diminta bukti.
Enjang mengatakan jika laporan resmi ke polisi, sudah pasti ada tanda bukti laporan dan lainnya.
"Jadi bukan dia laporan ke Bhabin bukan, dia nanya ke Bhabin, kalau ada pengancaman seperti begini bagaimana, katanya gitu," kata Enjang.
( Tribunpekanbaru.com / Tribunjatim )