Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Nasional

Setuju Soeharto Jadi Pahlawan, PSI Sindir Penolakan PDI-P yang Dinilai Belum Mau Berdamai

Bestari menilai, komentar negatif yang disertai kalimat merendahkan terhadap Soeharto menunjukkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.

dokumen negara
Sosok Kertosudiro Ayah Soeharto, Punya 3 Istri dan Kisah Ibu Soeharto Sukirah yang Jadi Istri Kedua. Foto: Soeharto 
Ringkasan Berita:
  • PDIP secara tegas menolak wacana pemberian gelah pahlawan kepada Presiden Soeharto
  • PSSI menilai jasa Soeharto sudah banyak bagi kemajuan bangsa Indonesia

 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Bestari Barus, mengajak publik untuk melihat sosok Presiden ke-2 RI, Soeharto, dari kacamata yang lebih menyeluruh.

Menurutnya, sejarah tidak bisa hanya diukur dari sisi kelam dan kontroversi, tetapi juga dari kontribusi besar yang pernah diberikan.

Bestari menilai, terlepas dari pro dan kontra yang melekat pada masa kepemimpinannya, Soeharto telah menorehkan jejak penting bagi bangsa.

Karena itu, ia pun sependapat jika tokoh yang dijuluki “Bapak Pembangunan” tersebut dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional.

“Soeharto adalah bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa dihapus. Ia membawa Indonesia menuju stabilitas ekonomi, swasembada pangan, dan pembangunan infrastruktur besar-besaran. Itu fakta sejarah yang tidak bisa disangkal,” ujar Bestari dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).

Bestari kemudian mengkritik sejumlah politisi PDI-P yang menolak usulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional.

Menurutnya, penilaian subjektif tidak sepatutnya mempengaruhi keputusan pemerintah dalam menentukan siapa yang layak menerima gelar pahlawan nasional.

Baca juga: Jokowi Sebut Tak Tinggal di Rumah Pensiun Dibangun Negara, Roy Suryo Mencibir dan Singgung Termul

Baca juga: Fakta Baru Penemuan Mayat di Perawang, Buruh Harian Lepas di Area Nursery Rasau Kuning

“Pernyataan sikap satu atau dua orang dari PDI-P tentu tidak akan mempengaruhi keputusan pemerintah. Saya yakin pemerintah memiliki mekanisme dan pendalaman yang komprehensif. Tim penilai gelar pahlawan sudah meneliti dengan matang, dan siapapun yang akan ditetapkan nantinya pasti telah memenuhi kriteria,” jelasnya.

Lalu, Bestari menilai, komentar negatif yang disertai kalimat merendahkan terhadap Soeharto menunjukkan pandangan yang tidak objektif terhadap sejarah.

Dia bahkan menyinggung PDI-P yang belum siap berdamai dengan sejarah.

“Kalimat seperti ‘apa hebatnya Soeharto?’ itu sangat tidak bijak. Justru kami melihat Soeharto sebagai sosok yang hebat karena berhasil menumpas gerakan 30 September yang menelan banyak korban jiwa dan mengancam keutuhan bangsa. Tanpa langkah tegas itu, mungkin arah sejarah Indonesia akan berbeda,” kata Bestari.

“Kalau PDI-P masih menilai Soeharto dari luka politik 1965 dan Orde Baru, berarti mereka belum siap berdamai dengan sejarah. Reformasi sudah dua dekade lebih berjalan, saatnya kita melihat sejarah dengan kepala dingin,” sambungnya.

PDIP Menolak

Sebelumnya, Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P, Bonnie Triyana, menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.

Diketahui, Soeharto menjadi salah satu dari 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.

"Menurut hemat saya, ya kita harus tolak, saya sendiri menolak," katanya, dilansir dari Kompas.id.

Dia mengatakan, selama ini masyarakat ingin standar jelas tentang sosok pemimpin.

Di antaranya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia maupun praktik korupsi.

Namun, kata dia, jika seorang yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan, maka generasi muda bisa kehilangan acuan tentang pemimpin yang baik.

"Selama ini, kan, kita selalu ingin ada satu standar tentang bagaimana sih menjadi pemimpin publik yang demokratis, yang menghargai manusia, sehingga ketika seorang menjadi pemimpin publik, ya tidak ada pelanggaran HAM, tidak ada korupsi, itu sudah clear. Kalau tokoh yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan, anak muda akan kehilangan ukuran. Mereka bisa berpikir, ‘Oh, yang seperti ini pun bisa jadi pahlawan’,” katanya.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved