Berita Nasional
MK Resmi Larang Polisi Aktif di Jabatan Sipil, Anggota DPR Nilai Tidak Bisa Langsung Diberlakukan
Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri yang masih aktif dan menjabat di luar institusi kepolisian wajib mengundurkan diri.
Ringkasan Berita:
- Pelaksanaan putusan MK perlu disertai dengan pembentukan norma hukum baru yang akan menggantikan aturan yang berlaku saat ini.
- Hakim Konstitusi Saldi Isra bahkan meminta pemerintah dan Polri mengungkap data jumlah anggota polisi aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil.
- Namun, penugasan aktif masih dimungkinkan jika relevan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan perintah Kapolri.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, menyatakan pihaknya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri yang masih aktif dan menjabat di luar institusi kepolisian wajib mengundurkan diri.
Namun, Rudianto menilai ketentuan itu tidak bisa langsung diterapkan begitu saja.
Ia berpendapat bahwa pelaksanaan putusan MK perlu disertai dengan pembentukan norma hukum baru yang akan menggantikan aturan yang berlaku saat ini.
“Putusan MK itu ya kita menghormati. Tapi tidak serta merta diberlakukan begitu saja. Kita harus lihat dulu norma-norma yang ada di undang-undang lain,” kata Rudianto kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya hari ini menegaskan, bahwa anggota Polri aktif tidak boleh lagi menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian, termasuk jika penugasan itu hanya berdasarkan arahan atau perintah Kapolri.
Putusan perkara nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu dibacakan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
“Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo.
Baca juga: Saya Kejar Anda sampai Saya Tembak Mati, Bupati Didimus Yahuli Diancam KKB Papua
Baca juga: Misteri Siswi SMA Hilang Selama Sepekan, Ditemukan Duduk Sendiri, Diduga Dibawa Kabur Pria Beristri
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menegaskan, frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan syarat mutlak bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil.
Menurut MK, rumusan tersebut sudah jelas dan tidak memerlukan penafsiran tambahan karena bersifat expressis verbis atau disebut secara tegas dalam norma hukum.
Putusan ini lahir dari uji materi Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang selama ini memungkinkan penugasan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), atau Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Pengakuan Hakim MK
Hakim Konstitusi Saldi Isra bahkan meminta pemerintah dan Polri mengungkap data jumlah anggota polisi aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil.
Hal ini menunjukkan keseriusan MK dalam memastikan netralitas Polri di ranah jabatan publik.
Rudianto menilai, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memberikan legitimasi bagi penempatan perwira tinggi Polri di luar institusi kepolisian.
Dalam Pasal 28 Ayat (3) disebutkan, anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.
Namun, penugasan aktif masih dimungkinkan jika relevan dengan fungsi kepolisian dan berdasarkan perintah Kapolri.
Ia juga mengutip tafsir autentik atas ketentuan tersebut yang menyatakan bahwa jabatan di luar kepolisian yang dimaksud adalah jabatan yang tidak memiliki sangkut paut dengan fungsi kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.
“Artinya, dengan logika hukum a contrario, jika jabatan itu berkaitan dengan tugas dan fungsi kepolisian dan dilakukan atas penugasan Kapolri, maka masih dimungkinkan bagi perwira tinggi aktif untuk menduduki jabatan tersebut,” jelasnya.
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menilai putusan MK menjadi masukan penting bagi reformasi Polri.
Menurutnya, pembatasan jabatan sipil bagi anggota Polri aktif merupakan langkah untuk mencegah praktik dwifungsi dan menjaga netralitas aparat.
Ia menekankan perlunya transisi yang jelas bagi perwira tinggi Polri yang saat ini masih menjabat di luar institusi kepolisian.
Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan DPR akan mengkaji putusan MK bersama pemerintah.
Ia membuka kemungkinan revisi UU Kepolisian agar selaras dengan putusan tersebut.
Analis politik Boni Hargens menilai putusan MK tepat karena menegaskan Polri sebagai alat negara permanen, bukan jabatan politik yang bersifat temporer.
Ia menekankan masa jabatan Kapolri sebaiknya ditentukan oleh kebutuhan negara melalui prerogatif Presiden dengan tetap ada mekanisme kontrol DPR, sehingga kontinuitas kepemimpinan terjaga, efektivitas menghadapi tantangan keamanan nasional tidak terganggu, dan Polri tetap independen dari kepentingan politik jangka pendek.
Putusan ini juga memiliki makna sosial besar: menjaga netralitas Polri agar tidak terjebak kepentingan politik atau jabatan sipil yang berpotensi menimbulkan konflik, mendorong sinergi antar lembaga sesuai amanat Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945,
memperkuat tata kelola pemerintahan dengan membatasi ruang rangkap jabatan sehingga kesempatan tetap terbuka bagi ASN lain, serta meningkatkan kepercayaan publik dengan menegaskan bahwa Polri bekerja untuk kepentingan bangsa, bukan kepentingan politik sesaat.
| SOSOK Istri Perwira Polisi yang Diperiksa KPK dalam Kasus Korupsi CSR BI dan OJK |
|
|---|
| Sudah Jadi Tersangka dan Diperiksa, Roy Suryo, Rismon, dr Tifa Tak Ditahan |
|
|---|
| 'Saya Kejar Anda sampai Saya Tembak Mati', Bupati Didimus Yahuli Diancam KKB Papua |
|
|---|
| Jalani Pemeriksaan, Rismon Sianipar Pamer Buku End Game 'Wapres Tak Lulus SMA' |
|
|---|
| LAPOR PAK PRABOWO: Survei Tunjukkan 52 Persen Siswa Tidak Menyukai MBG |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/MK-kini-melarang-polisi-aktif-menduduki-jabatan-sipil.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.