Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Waspada Banjir di Pekanbaru

Tata Ulang Sistem Drainase untuk Selamatkan Pekanbaru dari Banjir

Kondisi banjir di Kota Pekanbaru seperti sudah menjadi bagian dari rutinitas setiap musim hujan.

Penulis: Alex | Editor: Ariestia
Foto/Dok. Edy Sabli
Pengamat Lingkungan dari Universitas Islam Riau (UIR), Edy Sabli 

Oleh: Pengamat Lingkungan dari Universitas Islam Riau (UIR), Edy Sabli 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Kondisi banjir di Kota Pekanbaru seperti sudah menjadi bagian dari rutinitas setiap musim hujan.

Hampir di semua wilayah, baik pusat kota maupun pinggiran, genangan air kerap muncul beberapa jam setelah hujan deras mengguyur. 

Kondisi ini menunjukkan ada masalah serius dalam sistem pengelolaan lingkungan perkotaan, terutama pada aspek drainase.

Akar persoalan banjir di Pekanbaru bukan saja karena curah hujan tinggi, melainkan akibat sistem drainase kota yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Banyak saluran air tersumbat, kapasitasnya kecil, atau bahkan tidak terhubung secara sistemik antarwilayah.

Alhasil, air yang seharusnya mengalir cepat ke sungai justru tertahan di jalan-jalan dan pemukiman warga.

Masalah ini diperparah dengan kondisi drainase yang belum maksimal pemeliharaannya.

Walau sebagian sudah dibersihkan, namun masih banyak saluran tertutup sedimen, sampah rumah tangga, hingga material bangunan. 

Dari sisi tata ruang, banjir juga tak lepas dari lemahnya penataan kawasan.

Banyak daerah resapan air berubah menjadi kawasan permukiman padat, perkantoran, atau pusat niaga tanpa diikuti perencanaan drainase baru. 

Daerah seperti ini seharusnya memiliki sistem penampungan sementara seperti kolam retensi, namun faktanya tidak banyak yang berfungsi optimal. Akibatnya, setiap hujan deras langsung menghasilkan limpasan tinggi yang melimpahi jalan-jalan kota.

Selain itu, pembangunan infrastruktur yang tidak berorientasi ekologis turut memperburuk situasi.

Pembangunan jalan dan gedung sering mengabaikan aspek keseimbangan lingkungan.

Permukaan tanah yang semakin tertutup beton dan aspal menyebabkan infiltrasi air ke tanah nyaris tidak terjadi.

Akibatnya, volume air permukaan meningkat drastis dan langsung mencari jalan terdekat, yakni ke drainase yang kapasitasnya terbatas.

Dari sisi kelembagaan, koordinasi antarinstansi juga belum berjalan optimal.

Seringkali pembangunan atau perbaikan drainase dilakukan secara parsial oleh instansi berbeda tanpa peta induk yang sama.

Padahal, sistem drainase kota harus dipandang sebagai satu kesatuan jaringan. Jika satu bagian tersumbat, efeknya bisa merembet ke seluruh wilayah.

Di sinilah pentingnya adanya master plan drainase kota yang terintegrasi.

Sebagai resolusi jangka pendek, pemerintah kota perlu melakukan pemetaan dan normalisasi menyeluruh terhadap saluran-saluran utama.

Setiap titik rawan banjir harus diidentifikasi dengan data topografi dan kapasitas tampung air yang jelas.

Pembersihan sedimen dan sampah tidak boleh hanya dilakukan saat musim hujan, tapi menjadi rutinitas bulanan yang terjadwal.

Untuk jangka menengah, dibutuhkan investasi serius dalam pembangunan sistem drainase baru yang sesuai dengan kebutuhan kota modern.

Saluran air harus dirancang dengan mempertimbangkan debit curah hujan ekstrem, konektivitas antarwilayah, serta integrasi dengan kolam retensi dan kanal pengendali banjir.

Ini memerlukan keberanian politik dan komitmen anggaran yang kuat dari pemerintah daerah.

Namun, infrastruktur saja tidak cukup.

Kesadaran dan perilaku masyarakat menjadi faktor penentu. Banyak warga yang masih membuang sampah ke parit atau menutup saluran dengan semen demi memperluas halaman. 

Pemerintah harus memperkuat edukasi publik tentang pentingnya menjaga drainase. Tanpa partisipasi masyarakat, sebesar apa pun proyek drainase dibangun, hasilnya tidak akan bertahan lama.

Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan komunitas lingkungan perlu diperkuat.

Universitas dan lembaga riset di Pekanbaru memiliki potensi besar untuk membantu melalui kajian hidrologi dan pemodelan tata air perkotaan.

Komunitas warga bisa berperan dalam pemantauan dan pelaporan titik genangan.

Dengan sinergi ini, kebijakan pengendalian banjir dapat berbasis data dan berorientasi jangka panjang.

Selanjutnya perlu adanya dibuat sumur resapan di berbagai titik, sehingga tidak akan membantu serapan air ketika curah hujan banyak turun. (Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved