PERSPEKTIF
Harapan Baru di BRK Syariah, Jangan Ulangi Kesalahan Lama
Publik menaruh harapan besar agar hasil RUPS BRK Syariah melahirkan jajaran direksi dan komisaris yang berintegritas dan profesional
Penulis: Erwin Ardian1 | Editor: FebriHendra
Harapan Baru di BRK Syariah, Jangan Ulangi Kesalahan Lama
Oleh: Erwin Ardian
Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru
RAPAT Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Riau Kepri (BRK) Syariah yang digelar di Batam pekan ini menjadi momentum penting bagi keberlangsungan bank milik daerah tersebut.
Setelah hampir setahun kursi direktur utama dibiarkan kosong, kini publik menaruh harapan besar agar hasil RUPS kali ini benar-benar melahirkan jajaran direksi dan komisaris yang berintegritas, profesional, dan bebas dari kepentingan politik.
BRK Syariah bukan sekadar lembaga keuangan, melainkan simbol kepercayaan publik terhadap tata kelola BUMD di Riau dan Kepri.
Namun, alih-alih membawa angin segar, proses pemilihan nama-nama calon direksi justru kembali diwarnai kabut misteri.
Belum ada kejelasan resmi siapa saja tokoh yang ditetapkan dalam RUPS untuk menempati posisi strategis. Informasi yang beredar justru datang dari sumber-sumber internal yang belum dikonfirmasi.
Kesan tertutup ini patut disayangkan, karena transparansi adalah dasar kepercayaan publik terhadap lembaga milik daerah.
Keterlibatan tokoh-tokoh politik dalam bursa jabatan pun menimbulkan tanda tanya. Munculnya nama mantan kepala daerah sebagai calon Komisaris Utama, misalnya, semestinya diikuti dengan penjelasan publik mengenai proses seleksi dan kualifikasinya.
Masyarakat berhak mengetahui, apakah yang bersangkutan dipilih karena kompetensi profesionalnya atau karena pertimbangan politik. Jangan sampai BRK Syariah kembali menjadi ladang kompromi jabatan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau sudah memberi peringatan keras. Direksi dan komisaris baru harus bersih dari masalah hukum, kompeten di bidangnya, dan tidak hanya menjadi formalitas belaka.
Kritik terhadap rencana penambahan satu komisaris non-independen juga sangat relevan. Penambahan struktur bukan solusi jika tidak diikuti peningkatan kinerja.
Justru di tengah semangat efisiensi nasional, kebijakan ini berpotensi menambah beban keuangan bank tanpa manfaat nyata.
Masalah efisiensi bukan sekadar soal jumlah pejabat, tetapi bagaimana bank ini dikelola dengan prinsip manajemen modern, pengawasan kuat, dan orientasi hasil.
Komisaris harus berfungsi sebagai “rem tangan”, bukan sekadar penonton atau perpanjangan tangan kekuasaan.
Dalam konteks bank daerah, pengawasan internal yang lemah justru menjadi pintu masuk bagi kesalahan strategis dan penyimpangan kebijakan.
Dari sisi kinerja, BRK Syariah masih tertinggal. Laba stagnan di angka Rp303 miliar sejak 2021 menunjukkan bahwa konversi ke sistem syariah belum memberikan hasil signifikan.
Bahkan, rasio pembiayaan bermasalah (NPF) 4,23 persen menjadi sinyal bahwa transformasi ini belum diiringi dengan pengelolaan risiko yang kuat.
Direksi baru perlu segera memperbaiki arah kebijakan agar aset tidak terus menyusut dan laba kembali naik.
Kalangan Akademisi Riau mengingatkan bahwa mandat utama direksi baru bukan sekadar menaikkan laba, tapi memastikan BRK Syariah berperan sebagai agen pembangunan daerah.
Laba bersih bank daerah tidak berhenti di laporan keuangan, melainkan berputar kembali ke masyarakat melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Semakin besar keuntungan BRK, semakin besar pula anggaran pembangunan untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan rakyat Riau.
Lebih jauh, prinsip syariah yang menjadi roh konversi BRK harus diwujudkan dalam bentuk nyata, bukan sekadar label. Bank ini mesti memperluas jangkauan pembiayaan kepada sektor mikro, petani, nelayan, dan pelaku UMKM.
Pembiayaan berbasis bagi hasil yang adil adalah manifestasi nyata ekonomi syariah yang berpihak pada rakyat kecil.
Jika BRK Syariah hanya fokus pada pembiayaan pegawai negeri dan korporasi besar, maka ruh syariahnya kehilangan makna.
Kini, bola ada di tangan para pemegang saham dan regulator. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih harus menilai kelayakan nama-nama yang diusulkan.
Proses ini semestinya menjadi saringan terakhir untuk memastikan hanya mereka yang memenuhi syarat profesional dan etika yang bisa duduk di kursi strategis.
Jangan ada kompromi terhadap integritas, karena setiap kelemahan di pucuk pimpinan akan berimbas langsung pada kepercayaan masyarakat.
Riau dan Kepri membutuhkan BRK Syariah yang sehat, efisien, dan berpihak pada rakyat. RUPS kali ini bukan sekadar ajang bagi-bagi kursi, tapi momentum memperbaiki arah.
Para direksi dan komisaris baru harus sadar: mereka bukan sedang memimpin bank biasa, melainkan mengemban amanah publik.
BRK Syariah harus bangkit sebagai bank daerah yang modern, transparan, dan menjadi kebanggaan masyarakat Melayu di bumi Lancang Kuning. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.