KPK Geledah Sejumlah Tempat di Riau
KPK Geledah Kantor Gubernur Riau, Plt Gubri SF Hariyanto: Hanya Ngobrol-ngobrol Saja
SF Hariyanto mengaku Pemerintah Provinsi Riau sepenuhnya kooperatif menyangkut dengan penyelidikan yang tengah dilakukan KPK
Penulis: Syaiful Misgio | Editor: Sesri
Ringkasan Berita:
- SF Hariyanto menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Riau bersikap kooperatif terhadap penggeledahan KPK di Kantor Gubernur Riau Senin (10/11/2025)
- Penggeledahan tidak hanya dilakukan di sejumlah ruangan di Kantor Gubernur Riau, tapi juga termasuk mobil dinas Plt Gubernur serta Sekdaprov Riau yang terparkir di depan lobi.
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau SF Hariyanto angkat bicara terkait penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Gubernur Riau pada Senin (10/11/2025).
Di sela kegiatan penggeledahan yang dilakukan tim KPK, SF Hariyanto keluar dari gedung dan sempat menjumpai sejumlah awak media sebelum meninggalkan lokasi dengan menggunakan mobil Toyota Fortuner BM 1965 NK, yang sebelumnya juga ikut digeledah KPK.
Dalam keterangannya, SF Hariyanto mengaku kedatangan petugas KPK ke kantor Gubernur Riau merupakan bagian dari tugas lembaga tersebut, dan Pemerintah Provinsi Riau sepenuhnya kooperatif.
“Tadi (KPK) datang ke sini, ada data-data yang diminta. Kita sebagai tuan rumah tentu ada rekan-rekan dari KPK, kita persilahkan. Masuk ke sini, kita cerita-cerita saja, ngobrol-ngobrol aja,” ujar SF Hariyanto.
Ia menambahkan, terkait dokumen yang diminta KPK, seluruhnya akan dikoordinasikan melalui Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau.
“Dokumen-dokumen itu nanti Sekda lah yang tahu,” jelasnya.
Ketika ditanya soal mobil dinasnya yang juga turut diperiksa KPK, SF Hariyanto mengaku tidak mengetahui secara rinci.
“Tidak tahu, saya kan di atas tadi. Sekarang (KPK) masih di ruang rapat gubernur,” ujarnya singkat sambil menuju kendaraannya.
Baca juga: 3 Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 Jadi Tersangka KPK, Ada yang Penangkapannya Penuh Drama
Sebelumnya, tim KPK melakukan penggeledahan di beberapa titik di lingkungan Kantor Gubernur Riau.
Termasuk ruang kerja Gubernur di lantai 3 serta mobil dinas Plt Gubernur dan Sekdaprov Riau yang terparkir di depan lobi.
Penggeledahan tersebut berlangsung sejak pukul 11.00 WIB dan masih berlanjut hingga siang hari.
Hingga pukul 15. 30 WIB penggeledahan masih berlangsung dan belum ada keterangan resmi dari KPK mengenai hasil penggeledahan tersebut maupun dokumen apa saja yang diamankan dari lokasi.
Kronologi Kasus
OTT KPK di Riau terjadi pada Senin (3/10/2025).
Sebanyak 10 orang yang terjaring OTT tersebut, yang kemudian dibawa ke Jakarta keesokan harinya.
Namun dari 10 orang tersebut, tiga orang yang ditetapkan tersangka, Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR Riau M Arief Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau: Dani M. Nursalam
Gubernur Riau Abdul Wahid dan tersangka lainnya dijerat kasus dugaan korupsi dan pemerasan terkait proyek di Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau tahun anggaran 2025.
Abdul Wahid diduga meminta ‘jatah preman’ (Japrem) sebesar 5 persen dari anggaran Dinas PUPR PKPP Riau, yang melonjak dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.
Permintaan ini disampaikan melalui Kepala Dinas PUPR PKPP, M Arief Setiawan, dan dikenal dengan kode “7 batang” di kalangan internal dinas.
Modus pungutan fee ini dimulai sejak Mei 2025, saat Sekretaris Dinas Ferry Yunanda mengumpulkan enam Kepala UPT Wilayah untuk membahas penambahan anggaran.
Awalnya disepakati 2,5 persen, namun dinaikkan paksa menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar. Pejabat yang menolak disebut mendapat ancaman pencopotan atau mutasi.
Setidaknya terjadi tiga kali setoran antara Juni hingga November 2025.
Berikut poin-poin penting dari kronologi kasus tersebut:
1. Mei 2025 – Awal Mula Kesepakatan Fee
Pertemuan pertama terjadi antara Ferry Yunanda (Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau) dan enam Kepala UPT Wilayah Jalan dan Jembatan.
Agenda utama: membahas pungutan fee dari penambahan anggaran proyek UPT Jalan dan Jembatan yang naik signifikan, dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Awalnya disepakati fee sebesar 2,5 persen, namun kemudian atas permintaan Gubernur Abdul Wahid (melalui Kepala Dinas M. Arief Setiawan), besaran fee dinaikkan paksa menjadi 5 persen, senilai sekitar Rp7 miliar.
Ferry Yunanda menyampaikan kepada para Kepala UPT bahwa siapa pun yang menolak akan dimutasi atau dicopot dari jabatan.
Kesepakatan ini kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas dengan kode rahasia “7 batang” sebagai sandi untuk setoran fee.
2. Juni 2025 – Setoran Pertama
Ferry Yunanda mulai mengumpulkan dana fee dari para Kepala UPT, dengan total Rp1,6 miliar.
Dari jumlah tersebut, Rp1 miliar disalurkan kepada Gubernur Abdul Wahid melalui perantara Dani M. Nursalam, tenaga ahli gubernur.
Penyaluran dilakukan secara bertahap dan tidak seluruhnya diserahkan langsung.
3. Agustus 2025 – Setoran Kedua
Setoran kedua kembali dikumpulkan oleh Ferry Yunanda, senilai Rp1,2 miliar.
Dana ini digunakan untuk berbagai kebutuhan internal, antara lain: sebagian untuk driver M. Arief Setiawan, sebagian untuk proposal kegiatan tertentu yang berkaitan dengan proyek Dinas PUPR.
4. November 2025 – Setoran Ketiga dan OTT
Pada awal November, terkumpul Rp1,25 miliar dari pungutan tahap ketiga.
Dari jumlah itu, Rp800 juta diduga diberikan langsung kepada Gubernur Abdul Wahid.
Momen penyerahan uang inilah yang menjadi titik OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK.
(Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/SF-hariyanto-soal-penggeledahan-di-kantor-gubernur-riau.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.