Dagangan Jarmiati Kerap Busuk Karena Pelanggan Beralih ke Pedagang Liar di Pasar Raya Belantik
Ratusan lapak non resmi berdiri di luar Pasar Raya Belantik Siak yang membuat pedagang di dalam sepi pembeli.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: M Iqbal
TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Hiruk pikuk di dalam los pedagang sayur blok D Pasar Raya Belantik Siak sudah berpindah ke luar. Ratusan lapak non resmi berdiri dan pelanggan bisa berbelanja dari atas sepeda motor.
Yanti, seorang pelanggan dari Kampung Rempak tidak perlu memarkirkan sepeda motornya untuk berbelanja kebutuhan rumah tangganya. Sambil berhenti di depan sebuah lapak kayu, ia membeli sayur mayur, cabai, bawang, garam dan gula.
Pedagang di lapak itu tampak sigap melayani. Setelah dipilih dan ditimbang, pedagang membantu menggantungkan di sepeda motor yang dikendarai Yanti. Yanti pun merogoh sejumlah uang untuk membayar belanjaannya, Kamis (13/11/2025) pagi menjelang siang.
“Tak payah parkir, simpel aja barangnya sama aja dengan yang di dalam, jadi lebih enteng belanja di luar,” ujar Yanti saat disapa Tribunpekanbaru.com.
Sementara itu, Jarmiati tampak termenung di balik onggokan cabai merah dan hijau di dalam los. Ia hanya menatap satu dua pelanggan yang bolak balik di depan kios yang ditempatinya. Di tiang bangunan pasar di dekat Jarmiati berjualan, tertempel surat resmi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Siak untuk mengutip retribusi sampah, sebagai tambahan kutipan reguler untuk penyewa kios.
“Sudah pukul sepuluh lewat, baru tiga orang pelanggan yang datang,” keluhnya.
Jarmiati pedagang yang tinggal di Bungaraya. Sejak sehabis salat subuh, ia telah mengendarai sepeda motor untuk mempersiapkan dagangannya di pasar ini. Aktivitas ini telah digelutinya sejak belasan tahun lalu.
“Sejak dua tahun belakangan, semakin menjamur pedagang di luar, sejak itu pula omzet kami menurun,” ujar Jarmiati.
Dulu pelanggannya banyak. Menjelang siang, dagangan laku keras. Omzet bisa mencapai Rp 4 juta sehari. Sejak dua tahun belakangan, pelapak ilegal semakin menjamur, Jarmiati kian nelangsa. Mendapatkan omzet Rp 1,5 perhari saja ngos-ngosan.
“Sering dagangan busuk karena tak terjual berhari-hari,” ujarnya.
Akhir-akhir ini, Jarmiati terpaksa mengurangi kuantitas barang dagangan. Sedangkan begitu belum tentu juga laku. Sementara ia mengambil barang dengan harga yang semakin mahal.
“Selama ini kami tak berani bersuara. Padahal setiap pagi di luar lebih riuh sedangkan kami di dalam hanya termenung, memang rezeki sudah ada yang ngatur tapi berjualan di pasar ini harusnya juga teratur,” katanya.
Yusnadi dan istrinya juga tampak termenung di balik tumpukan ikan kering yang menggunung. Selama lebih 20 tahun berjualan dari pasar bawah hingga dipindahkan ke Belantik, baru dua tahun belakangan ini yang terasa amat sulit. Ia kalah saing dengan pedagang yang menempati lapak non resmi di bagian luar.
“Gara-gara banyak lapak di luar yang berjualan sama dengan kami yang legal, tapi sepertinya mereka mendapatkan tempat dan kami jadi korban,” ujarnya.
Omzetnya yang dulu di atas Rp 5 juta perhari kini paling banter Rp 1,5 juta. Sementara modalnya lumayan besar.
“Tolonglah kami Pak, retribusi kami lancar, Rp 4 ribu permeja, kami mematuhi aturan, tapi kalau banyak pedagang liar di luar tentu dagangan kami di dalam sepi,” ujarnya.
Sementara pedagang di luar membangun lapaknya sendiri. Mereka merasa mendapatkan izin dari pengelola pasar, dengan retribusi lebih besar dari pedagang di dalam los.
Marhamah, seorang pelapak di bagian luar menjual sayur-sayuran, cabai, bawang dan lain sebagainya. Di lapaknya ini, jual beli tampak lancar. Pelanggan datang silih berganti.
“Kami membayar retribusi Rp 10 ribu per hari, dulu kami berjualan di luar hanya lima lapak, ya dua tahun terakhir ini yang menjamur, jadi ada persaingan,” ujar Marhamah.
Ia menceritakan awalnya hanya ada lima lapak di luar. Ia mendapat izin lisan dari pengelola pasar untuk membangun lapak lebih representatif, ada tiang dan atap serta meja semacam kios.
“Kendala kami karena banyaknya masuk pedagang dari Sumbar, langsung berjualan dengan mobil di sini, paling tidak mereka masuk tiga kali sehari, harga mereka turunkan,” katanya.
Bistari Zainuddin, salah seorang pedagang pasar yang vocal mengkritisi perihal tersebut. Bahkan ia menduga ada permainan oknum pengelola pasar terhadap kutipan retribusi pada lapak-lapak di luar los.
“Di dalam ada 153 kios, di kios kering retribusi Rp 4000 per meja sedangkan di kios basah Rp 5000 per meja. Lain kalau di luar, Rp 10 ribu kutipannya. Kadang ada karcisnya, kadang tidak ada, ini yang membuat kita curiga,” ujarnya.
Ia juga mengakui sempat diiming-imingi petugas dari Disperindag Siak untuk menerima jatah Perbulan. Namun pria yang akrab disapa Ucok itu menolaknya.
“Kalau saya mau, tentu saya ikut makan dari uang retribusi, jika bermasalah hukum tentu saya terlibat. Lebih baik saya bongkar ketimbang ikut dalam permainan ini,” ujar Ucok.
Dari potensi retribusi lapak resmi dan non resmi di pasar raya ini, tidak semua masuk ke Kas Daerah. Hanya berkisar Rp 16-20 juta Perbulan yang masuk.
“Sisanya mengendap entah di mana? Saya duga permainan ini sudah terjadi sejak lama, baru-baru ini begitu kentara, bahkan sekitar 4 tahun lalu setoran hanya Rp 12 juta Perbulan, bayangkan kebocorannya luar biasa,” katanya.
Ucok juga bakal melaporkan dugaan permainan uang retribusi dan kutipan uang di lapak non resmi ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak. Ia ingin pedagang resmi kembali mendapatkan omzet yang normal seperti sedia kala. (Tribunpekanbaru.com/mayonal putra)
| Workshop Kemenparekraf Ajarkan Pelaku Ekraf Siak Pahami Strategi Pemasaran Modern |
|
|---|
| Cuaca Panas, Petugas Berjibaku Padamkan Karhutla di Empat Daerah di Riau |
|
|---|
| Update Kasus Pembunuhan Teman Kencan Sejenis di Tualang, Polres Siak Ungkap Proses Hukumnya |
|
|---|
| Wabup Siak Lantik Delapan Pejabat Fungsional, Ini Pesan Pentingnya |
|
|---|
| PGRI Siak Teguhkan Komitmen Tingkatkan Profesionalisme Guru dan Kualitas Pendidikan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/Jarmiati-pedagang-sayur-di-pasar-Belantik.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.