Pencabutan RKU PT RAPP, Anak dan Istri Tanya Adlin Kapan Dipecat
Sebanyak 3 ribu anggotanya khawatir akan status pekerjaan mereka menyusul keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Laporan Wartawan Tribunpekanbaru.com: Johannes Wowor Tanjung
TRIBUNPEKANBARU.COM, PANGKALAN KERINCI - Pencabutan RKU PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menimbulkan berbagai efek, khususnya terhadap pekerja. Pada umumnya karyawan merasa resah dan tidak nyaman lagi.
Menurut Ketua Serikat pekerja Kehutanan dan Tanaman Kayu, Adlin, sebanyak 3 ribu anggotanya khawatir akan status pekerjaan mereka menyusul keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Baca: Seluruh Operasi HTI RAPP Berhenti
Kebanyakan anggotanya yang merupakan karyawan PT RAPP tidak menginginkan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat keputusan pemerintah pusat tersebut.
"Kami ingin bekerja secara berkelanjutan. Walaupun ada pesangon kalau di PHK, tapi kami tak mau itu," beber Adlin kepada tribunpekanbaru.com, Kamis (19/10).
Secara pribadi, Adlin juga merasakan sekali dampak pembatalan RKU tersebut.
Pasalnya putranya yang duduk dibangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD) beberapa kali menanyakan dirinya perihal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Setelah ditelisik ternyata topik itu sudah menjadi pembicaraan di sekolah oleh anak-anak.
"Anaknya saya nanya, papa mau dipecat ya? Ada beberapa kali dia nanya seperti itu. Saya jadi terpukul, kok anak sekecil ini sudah tahu informasinya," jelasnya.
Tak hanya dari ananya, Adlin juga semakin resah ketika sang istri terus mempertanyakan status pekerjaannya di PT RAPP setiap kali pulang kerja.
Baca: SK Pembatalan RKU Diterbitkan, Ribuan Karyawan RAPP Dirumahkan
"Istri saya juga sering nanya, apakah masih kerja disini (RAPp) atau tidak. Saya jadi semakin resah," tukasnya.
Informasi akan dirumahkannya ribuan karyawan perusahaan bubur kertas itu menjadi topik pembicaraan oleh ibu-ibu yang tinggal di komplek perumahan perusahaan.
Untuk itu, melalui organisais yang dipimpinnya Adlin menutut pembatal RKU PT RAPP tahun 2010-2019 yang dikeluarkan Kementerian LHK segera dicabut.
Kemudian keputusan Mahkaman Agung (MA) akan aturan pemerintah pusat segera dijalankan.