Beralih ke Pertamax, Warga: Untuk Apa Antre untuk BBM yang Tak Sehat!
Pertamina sebenarnya telah memproduksi dan menjual ragam BBM lainnya yang secara kualitas lebih unggul dibanding Premium.
Penulis: Hendra Efivanias | Editor: M Iqbal
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Per tanggal 28 Maret 2018, PT Pertamina (Persero) resmi menambah pasokan Premium untuk wilayah Provinsi Riau. Dari kuota permintaan yang ada di kisaran 1.000 KL per hari, Pertamina memutuskan meningkatkan pasokan jadi 1.400 hingga 1.500 KL per hari.
Berdasarkan siaran pers yang termuat di situs resmi Pertamina, penambahan pasokan itu bertujuan untuk mengantisipasi tingginya permintaan masyarakat atas bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium tersebut.
Uniknya, langkah menambah pasokan itu disertai dengan imbauan Branc Manager PT Pertamina (Persero) MOR I Wilayah Sumbar-Riau, Rahman Pramono Wibowo untuk beralih ke BBM yang lebih berkualitas.
Memang tak secara tekstual disampaikan bahwa imbauan itu ditujukan bagi pengguna Premium. Namun, sudah umum diketahui, bahwa Pertamina sebenarnya telah memproduksi dan menjual ragam BBM lainnya yang secara kualitas lebih unggul dibanding Premium.
Hanya saja, karena Premium merupakan BBM penugasan yang penyalurannya diatur oleh pemerintah berdasarkan Perpres 191 tahun 2014, bahan bakar yang kualitasnya dibawah standar emisi internasional ini tetap harus dijual.
Di tiap SPBU di Kota Pekanbaru, keberadaan BBM berkualitas seperti Pertamax, Pertamax Turbo hingga Pertalite sebenarnya telah tersedia untuk masyarakat. Dari nilai oktan atau research octane number (RON), bahan bakar ini lebih baik untuk kesehatan kendaraan dan si pengendara itu sendiri.
Pertalite memiliki RON 90. Sedangkan Pertamax dan Pertamax Plus memiliki nilai oktan 92 dan 95. Bandingkan dengan RON Premium yang hanya di angka 88. Padahal, semakin tinggi kadar oktan di BBM, efeknya terhadap kinerja mesin kendaraan semakin baik. Penggunaan BBM beroktan tinggi juga dinyatakan lebih hemat 10 sampai 16 persen dibandingkan Premium
Dari sisi kesehatan, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) sudah mengingatkan, bahwa BBM dengan oktan rendah bisa memicu penyakit mematikan. Menurut Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin sebagaimana dilansir dari Kontan.co.id, bensin dengan kadar oktan rendah bisa memicu berbagai penyakit, termasuk kanker.
BBM oktan rendah, terangnya, akan membuat pembakaran di dalam mesin menjadi tidak sempurna. Ini terjadi, karena terbakarnya BBM di dalam ruang bakar hanya karena tekanan mesin, bukan karena percikan api dari busi.
Akibatnya, selain menjadikan mesin mengelitik (knocking), juga membuat banyak BBM terbuang dan menjadi emisi hidrokarbon, karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida melalui knalpot. Emisi hidrokarbon itulah yang disebut KPBB dapat memicu timbulnya penyakit.
Bukan hanya kanker, efek langsung dari polusi udara bagi manusia juga bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, mata berair, batuk dan kesulitan bernapas. Bahkan, berdasarkan data University of Washington’s Institute for Health Metrics and Evaluation yang Tribun lansir dari situs nationalgeographic.co.id, polusi udara berkaitan dengan kematian 6,1 juta orang pada tahun 2016.
Tak heran, bersama imbauannya untuk beralih, Rahman Pramono menekankan bahwa penggunaan BBM berkualitas perlu demi menjaga kelestarian hidup. Ya, bisa ditangkap pesan itu dimaksudkan untuk mengobarkan kebaikan demi kelestarian hidup kita semua. Tidak terkecuali orang-orang yang selama ini memilih setia menggunakan Premium.
Pertamina sebenarnya tidak sekadar mengimbau. Upaya untuk menghadirkan BBM dengan standar emisi Euro 4 atau kualitas terbaik juga sudah dilakukan. Satu di antaranya yaitu, diluncurkannya jenis Pertamax dan Pertamax Turbo yang di Riau dilakukan pada tahun 2016 lalu. Untuk kendaraan diesel, juga tersedia Pertamina Dex High Quality atau PertaDex HQ.
Langkah itu sejalan dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Berkaca pada data Badan Pusat Statistik tahun 2015, di Kota Pekanbaru saja, setidaknya total ada 105.941 kendaraan bermotor. Baik roda dua, mobil penumpang, bus dan truk. Jika semuanya sudah beralih menggunakan BBM berkualitas, hal itu tentu turut menekan angka polusi udara yang kerap menjadi masalah di kota-kota besar seperti Pekanbaru.