Hikayat Orang Laut, Marhalim Zaini, Di Gedung Idrus Tintin Pekanbaru 28 dan 29 Juli 2018

Marhalim Zaini bersama Rumah Kreatif Suku Seni Riau akan mentaskan teater-puisi berjudul “Hikayat Orang Laut” di Idrus Tintin 28-29 Juli

Editor: Budi Rahmat
ist
Hikayat Orang Laut 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU- Setelah sukses pertunjukan teater-puisi “Dilanggar Todak” pada Februari lalu, kini Marhalim Zaini bersama Rumah Kreatif Suku Seni Riau kembali mementaskan sebuah pertunjukan teater-puisi berjudul “Hikayat Orang Laut” (HOL) pada 28 dan 29 Juli 2018, di Anjung Seni Idrus Tintin.

Setelah sebelumnya, pada bulan Mei lalu, juga dipentaskan di UIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat.

Baca: Aborsi di Pekanbaru Wanita Ini Ditemukan Lemas Saat Razia Wisma di Pelalawan

Pertunjukan yang didukung para pemain seperti Husin, Joni Hendri, Adek Usman, Siti Nurul Jannah, Nurbaiti Manjo, Ratna Iri Rahmayani, Suci Ulandari, dan sejumlah pemain lainnya, adalah juga sebuah tafsir kreatif atas serpihan riwayat hidup Orang Laut, terutama yang berada di provinsi Kepulauan Riau, dan rumpun Suku Laut di Semenanjung Malaya.

Bersumber dari sebuah puisi karya Marhalim Zaini (dimuat di Kompas, 2010) dengan judul yang sama, pertunjukan ini menyuguhkan model pertunjukan simbolik yang memadu-padankan antara kekuatan teks puisi dan eksplorasi teaterikal.

Pergulatan hidup, problematika dan perlawanan-perlawanan dalam diri orang-orang Suku Laut dalam lintasan sejarah peradaban Melayu disajikan dalam pertunjukan sebagai kolase-kolase sejarah kecil, yang terpecah-pecah, dalam kitab sejarah yang redup, dan bahkan belum dituliskan.

Baca: Jadwal Piala AFF U-16 2018 - Timnas Indonesia vs Filipina di Laga Perdana, Live di Indosiar

Sejarah Orang Laut yang juga kerap disebut Orang Selat, bahkan kerap juga disebut juga dengan Orang Lanun, mencakup berbagai suku dan kelompok masyarakat yang bermukim  di pulau-pulau  dan  muara sungai di Kepulauan Riau-Lingga.

Pulau Tujuh, Kepulauan Batam, dan pulau-pulau  lepas pantai Sumatera Timur dan Semenanjung Malaya bagian Selatan.

Dulu, Orang Laut memang perompak, namun  kemudian Orang Laut jugalah yang menjaga selat-selat dan mengusir bajak laut, mengawal para pedagang sampai ke pelabuhan-pelabuhan kerajaan.

Baca: Kecamatan Dumai Barat Cuma Punya Satu Bak Sampah Sementara, Tak Sebanding Jumlah Penduduk

Bakan orang Laut-lah yang berperan mendukung hegemoni kerajaan-kerajaan di Selat Malaka. Ketika Kerajaan Melaka jatuh, Orang Laut tetap setia mendukung keturunan kerajaan sampai mendirikan Kerajaan Johor.

Pertunjukan teater-puisi HOL, menurut Marhalim selaku sutradara, tidak sama sekali berpretensi meluruskan atau membengkokkan sejarah. Tapi sejarah dalm HOL adalah “sejarah yang kalah.”

Kekalahan Orang Laut menghadapi zaman, kekalahan Orang Laut menghadapi kehendak kekuasaan, kekalahan Orang Laut menghadapi dirinya sendiri, yang seolah terbelah antara peradaban Darat dan peradaban Laut.

HOL sebagai sebuah produk kesenian, harus berpihak. Keberpihakan HOL adalah—selain keberpihakan artistik—juga keberpihakan ideologis.

Baca: Panwaslu Tinjau Proses Perbaikan Persyaratan Pendaftaran Bacaleg di KPU Bengkalis

Keberpihakan terhadap upaya penguatan-penguatan daya pikir masyarakat hari ini (khususnya masyarakat Melayu modern hari ini) terhadap sejarah sebuah peradaban, melalui karya kreatif.

Proses kreatif penciptaan teks panggung HOL adalah proses keluar-masuk, dari sejarah ke realitas kekinian.

Proses tersebut, bisa jadi, berkelindan dalam keliaran yang jauh, tapi tetap kembali ke muara oto-kritik atas diri orang Melayu sendiri, atas diri umat manusia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved