Lebih Mudah Cari Jodoh Daripada Menenun Songket, Kisah Pengrajin Tenun Siak Pertahankan Tradisi
"Yang menjadi mahal itu seni dan tradisi handmade yang dipertahankan," kata Nuraini.
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Ariestia
Cerita Pengrajin Songket Tenun Siak Pertahankan Tradisi, Lebih Mudah Cari Jodoh Daripada Menenun Songket
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Mempertahankan sesuatu yang bernilai tradisi dan seni memang sulit apalagi menghadapi zaman yang serba canggih dan instan saat ini.
Namun sebagian orang tetap semangat hanya untuk mempertahankan nilai seni.
Hal itulah yang dilakukan para pengrajin tenun songket siak di Riau.
Perjuangan mempertahankan nilai seni dan tradisi itu ditekuni Nuraini dan Agustina dua orang penenun songket siak di tempat tenun Sri Kemuning Kecamatan Bukitraya Kota Pekanbaru.
Siang itu di tengah teriknya panas matahari di langit Pekanbaru tidak menyulutkan semangat keduanya menjalani aktivitas menenunnya di salah satu sudut rumah kecil di gang Purnama Lima Jalan Purnama Kecamatan Bukitraya Kota Pekanbaru itu.
Keduanya sedang sibuk menyucuk benang sebelum "melantak" atau menenun.
Keduanya saling bekerjasama, yang satu menyodorkan benang sedangkan yang satunya lagi menyambut benang dengan alat jarum tenun.
Mata kedua wanita yang masih muda ini hanya sesekali berkedip karena fokus untuk menyucuk benang dari gulungan untuk persiapan menenun atau istilah yang biasa disebut melantak.
Biasanya untuk proses menyucuk benang ini sendiri keduanya menghabiskan waktu dua hari lamanya, tentu ini bukan pekerjaan yang mudah, namun butuh ketelitian dan kesabaran.
Apalagi tidak boleh salah dalam menyucuk benang karena akan berakibat pada hasil tenunan.
"Lebih mudah cari jodoh Mas daripada nenun songket siak ini," demikian ucapan yang keluar dari mulut Agustina sambil disambut tawa Nuraini yang terus serius melanjutkan aksi menyucuk benangnya.
Untuk pengrajin tenun songket siak ini memang tidak banyak di Riau, karena pekerjaannya yang rumit dan butuh kesabaran, kemudian pesanan atau pasarnya juga tidak menjanjikan.
Namun karena semangat untuk tetap pertahankan tradisi dan seni di Bumi Melayu itulah yang terus membuat para pengrajin itu bertahan dan tetap tidak menghiraukan sindiran dan cemeeh orang yang keberatan dengan harga songket yang mahal.
"Jadi wajar kalau harganya mahal, memang buatnya susah, bahannya juga mahal. Yang menjadi mahal itu seni dan tradisi handmade yang dipertahankan," kata Nuraini.