Hutan Larangan Adat Anugrah Tak Ternilai
"Sikumbang" Mengalir Jauh
Dalam sepekan, Ujang mesti bolak-balik Pekanbaru-Pulau Sarak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, sejauh 45 kilometer,
Deru mesin mobil pick up bermuatan jeriken kosong memecah keheningan di subuh hari. Mobil berjalan dengan pelannya menembus jalan berlubang-lubang saat memasuki gerbang Desa Pulau Sarak, Kecamatan Kampar. Sekitar seribu meter dari gerbang, mobil berhenti.
TRIBUNPEKANBARU.COM - TAK mau berlama-lama, Ujang (37), langsung menurunkan puluhan jeriken dari atas mobil pick up-nya. Ia lalu membersihkan jeriken-jeriken tersebut pada bagian luar menggunakan deterjen pembersih. Usai bagian luar, bagian dalam jeriken tak luput dibersihkan juga.
Dalam sepekan, Ujang mesti bolak-balik Pekanbaru-Pulau Sarak, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, sejauh 45 kilometer, sebanyak empat kali. Jeriken-jeriken tersebut diisi air bersih bersumber dari kaki bukit Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio.
Sekali bawa jeriken, tak kurang 50 unit diangkutnya menggunakan mobil pick up. Jeriken-jeriken berisi air itu dibelinya dari depo air minum Sikumbang, Umega, dengan harga Rp 700 per jerikan.
"Kalau di Pekanbaru saya jual kembali ke pelanggan Rp 8.000-9.000 per jeriken. Harga itu sudah termasuk biaya transportasi dan lainnya," kata Ujang, warga Pekanbaru kelahiran Pulau Sarak itu, Jumat (27/6) lalu.
Ia mengatakan, sudah empat tahun ini hilir-mudik Pekanbaru-Kampar membawa air bersih mata air Sikumbang. Mata air ini tak dibor, melainkan pipa paralon dimasukkan ke kaki bukit, maka keluarlah air minum jernih, tanpa bau dan berasa, serta layak dikonsumsi dibuktikan dengan secarik kertas menyatakan sumber mata air itu layak dikonsumsi dari Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar pada 2010 lalu.
Selain Ujang, Ramon, warga Batu Bersurat, Kabupaten Kampar, mengatakan, air bersih dari kaki bukit Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, ia jual ke warga sekitar tempat ia bermukim.
"Selama ini, sudah tiga tahun, tak ada pelanggan yang mengeluhkan kualitas air bersih ini untuk minum. Bahkan ada di antara mereka langsung meminumnya dengan alasan dingin, segar dan tak berbau," kata Ramon sambil mengisi air bersih ke jeriken-jerikennya menggunakan selang air.
Ramon mengatakan, pendistribusian air bersih tak hanya ke Pekanbaru dan Bangkinang saja, melainkan juga hingga beberapa kota di Provinsi Riau, seperti Kota Siak, Kabupaten Siak, Duri Bengkalis, Dumai, bahkan Tembilahan Indragiri Hilir yang jauhnya 252 kilometer dari Pulau Sarak.
"Malahan, warga sini dengan mendistribusikan air bersih mata air Sikumbang sudah membuka depo air bersih di Tembilahan," jelas Ramon.
Ketua Perkumpulan Air Bersih Mata Air Hutan Larangan Adat Kenegerian Rumbio, Sugiharto menjelaskan, terdapat delapan pemilik usaha yang menggantungkan hidupnya di mata air tersebut.
Air bersih, tak berbau dan berasa serta ada yang langsung meminumnya, kata Sugiharto, tak lepas dari kontur bukit. Bukit di kaki Hutan Larangan Adat tersebut terdapat pasir putih, dan kerikil-kerikil berfungsi menyaring air bersih dari pepohonan yang menyimpan air bersih.
"Mulai dari gerbang pintu desa hingga ke atas sini, tempat usaha saya, Umega, ada delapan unit usaha. Kalau usaha saya, sudah lulus uji baku mutu dari Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Kampar selama dua tahun, 2008 dan 2010. Tahun ini saya akan memperbaharui hasil laboratoriumnya," ujar Sugiharto.
Sigit, karyawan Sugiharto mengatakan, setiap mobil yang mengisi air bersih di deponya rata-rata membawa 60-70 jeriken. Jeriken-jeriken tersebut terleih dahulu dicuci dan air yang masuk sudah melalui proses penyaringan.
Ia lalu memperlihatkan tahapan-tahapan penyaringan tersebut dengan membawa ke belakang depo air bersihnya. Bak penampung yang dibangun di kaki bukit dibuat memanjang. Dari sini, air dialirkan ke bak penampung lainnya serta bak pemantau.(fakhrurrodzi)
