Merajut Pipa Gas, Perkokoh Ketahanan Energi
Menggunakan energi gas juga terbukti lebih murah karena disalurkan langsung lewat pipa. Masyarakat tidak perlu takut akan keamanannya
Penulis: Ariestia | Editor: harismanto
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Ariestia
Seiring pertumbuhan jumlah penduduk, kebutuhan terhadap energi terus meningkat. Hingga saat ini, minyak bumi masih menjadi sumber energi dominan. Namun cadangan minyak bumi terus menipis. Jika tidak diiringi dengan konservasi dan diversifikasi, ketahanan energi akan terancam. Satu di antara solusi meningkatkan ketahanan energi ini adalah pemanfaatan gas bumi.
PADA Rabu, 25 Maret 2015, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) TBK atau PGN dan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru menandatangani nota kesepahaman di Kantor Pusat PGN di Jakarta. Kerjasama antara PGN dan Pemko Pekanbaru ini meliputi pengembangan infrastruktur dan pemanfaatan gas bumi.
Pekanbaru sebagai kawasan yang terus berkembang, sangat membutuhkan pasokan energi bagi sektor industri, rumah tangga, transportasi dan bisnis. Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso kala itu menjelaskan kerjasama ini merupakan komitmen PGN sebagai BUMN yang terus aktif dalam mendukung upaya konversi energi di seluruh Indonesia.
Dengan nota kesepahaman tersebut, PGN memastikan memperluas jaringan penyaluran gas di kota bertuah yang menurut agenda akan dimulai pada 2016. Diperkirakan awal 2017 gas sudah dapat dinikmati oleh warga Pekanbaru.
Menurut Wendi Purwanto, Manajer Area Pekanbaru dan Dumai PGN Wilayah III, untuk tahap awal PGN baru dapat menyalurkan di daerah yang akan dilewati. Yaitu sekitar Jalan Setia Budi, Jalan Sudirman, Jalan Sumatera, Jalan Riau dan Jalan Arifin Ahmad.
Pipa gas akan dibangun dari Perawang sepanjang sekitar 60 kilometer menuju Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Tenayan Raya. Dari jalur induk tersebut, gas kemudian dialirkan lagi ke kantong-kantong perumahan yang sudah dipetakan.
Selain pengembangan jaringan gas untuk Pekanbaru, PGN juga tengah fokus memulai pembangunan jaringan pipa gas antar provinsi, yaitu Duri-Dumai-Medan. Pipa gas Duri-Dumai sepanjang 130 kilometer dilaksanakan dalam tahap satu. Sedangkan di tahap dua, Dumai-Medan sepanjang 395 kilometer, dibangun setelah tahap satu selesai.
Pipa Duri-Dumai diharapkan dapat memasok gas sampai dengan 150 BBTUD (Billion British Thermal Unit per Day) gas. Sementara itu jalur Duri-Medan untuk memasok sekitar 200 BBTUD. Jaringan pipa Duri-Dumai-Medan ini akan rencananya akan terintegrasi dengan jaringan pipa Grissik-Duri.
Sumber gas untuk jalur Duri-Dumai-Medan ini berasal dari Sumatera Selatan dan Jambi. Cadangan gas alam di Riau tidak terlalu banyak dan sudah dialokasikan untuk pengguna existing, sehingga PGN menyalurkan gas dari provinsi lain di Sumatera.
Tak hanya di Riau, PGN tengah giat menyelesaikan pipanisasi gas bumi di berbagai daerah di Sumatera untuk mendukung distribusi gas bumi.
Di antaranya, Tanjung Uncang Panaran di Batam, Kepulauan Riau sepanjang 18 kilometer yang diresmikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akhir Januari 2015. Lalu di Lampung, PGN telah menyelesaikan jaringan pipa distribusi sepanjang 90 kilometer.
Hingga saat ini, pipa gas PGN telah bertambah menjadi 6.470 kilometer, dengan selesainya pipa Kalija I (Kalimantan Jawa Tahap I). Perluasan cakupan wilayah pipa gas ini makin memberi kesempatan banyak daerah menikmati gas.
Menurut laporan dalam laman resmi pgn.co.id, PGN telah membangun dan mengoperasikan pipa gas bumi di beberapa wilayah distribusi. Yaitu Jawa Barat, Lampung dan Sumatra Selatan sepanjang 2.707 km; Jawa Timur dan Jawa Tengah (785 km); Sumatra Utara dan Kepulauan Riau (761 km), Transmisi GrissikDuri (536 km); Transmisi Grissik-Batam-Singapura (470 km); serta Transmisi South Sumatra West Java sepanjang 1.004 km.
Hingga akhir tahun ini, PGN menargetkan penambahan panjang pipa gas bumi baru sepanjang 490 km di beberapa wilayah operasi PGN dan wilayah baru lainnya. Sedangkan hingga 2019 nanti, PGN menargetkan telah membangun pipa-pipa baru sepanjang 4.000 km.
Pembangunan pipa gas ini merupakan cara menjangkau masyarakat di berbagai wilayah dalam upaya optimalisasi pemanfaatan gas sebagai sumber energi. Dengan 'merajut' pipa, PGN juga dapat melaksanakan program yang bertujuan mendorong penggunaan gas lebih luas lagi di masyarakat.
Di antaranya, Program Sayang Ibu yang merupakan pemasangan satu juta sambungan gas rumah tangga di seluruh Indonesia oleh PGN. Program tersebut dimulai tahun lalu dan akan berkelanjutan pada tahun-tahun berikutnya.
Sementara itu di sektor transportasi, PGN berinisiatif untuk membangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan Mobile Refueling Unit (MRU). Hal ini untuk mendorong percepatan konversi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG).
Sedangkan di sektor industri, pada bulan Agustus 2014 PGN mulai melakukan commissioning Floating Storage Regasication Unit (FSRU) Lampung.
Pembangunan insfrastruktur sangat berperan dalam penyaluran gas ke masyarakat. Konversi BBM ke BBG sebagai langkah diversifikasi energi merupakan di antara langkah penting dalam meningkatkan ketahanan energi. PGN maupun sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditunjuk untuk menjalankan program tersebut.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan mulai dari tingkat pusat hingga daerah juga memiliki andil penting dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Peran ini dalam bentuk regulasi yang mendukung maupun adanya nota kesepahaman dalam pengadaan gas di daerah. Termasuk dalam hal jaminan pengadaan energi bagi masyarakat.
Selain itu, dalam mewujudkan ketahanan energi nasional ini, tak kalah penting adalah kerjasama antar lembaga terkait.
Pentingnya Diversifikasi Energi
Hingga saat ini, minyak bumi masih mendominasi pemenuhan kebutuhan energi di masayarakat Indonesia. Kebutuhan tersebut sekitar 48 persen dan menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun.
Jumlah masyarakat terus bertambah, membuat kebutuhan energi makin besar. Namun berbanding terbalik dengan kebutuhan energi, cadangan minyak bumi Indonesia maupun dunia yang biasa menjadi sumber energi paling banyak dipakai, terus menipis.
Bahkan Indonesia menjadi importir minyak sejak 2003. Pada 2014, dari catatan Badan Energi Informasi Amerika Serikat, Energy Information Administration (EIA) menyebutkan Indonesia mengimpor lebih dari 441.000 barel per hari.
Sebagai importir, Indonesia sangat dipengaruhi situasi dunia. Di antaranya konflik di Timur Tengah, kawasan penghasil dan jalur distribusi penting minyak bumi dunia. Turbulensi politik di wilayah tersebut berdampak pada produksi serta distribusi minyak dunia, termasuk Indonesia.
Selain itu, berbagai faktor lain dapat mempengaruhi pemenuhan energi nasional. Misalnya kerusakan fisik pada infrastruktur dan kilang-kilang minyak, baik itu disebabkan bencana alam, perang, ataupun sabotase.
Untuk merespon dinamika perubahan ini dan menjamin ketersedian energi nasional, diperlukan Sistem Ketahanan. Sebab, enargi memiliki perananan penting dalam kelangsungan hidup bangsa.
Sistem Ketahanan Energi mengacu pada Kebijakan Pengembangan Energi sesuai Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007, tentang pembentukan Dewan Energi Nasional dan energi memiliki peran bagi peningkatan Kegiatan Ekonomi dan Ketahanan Nasional.
Menurut definisi dari International Energy Agency (IEA), ketahanan energi adalah ketersediaan sumber energi yang tidak terputus dengan harga yang terjangkau.
Karena minyak bumi terus menipis, diperlukan sumber alternatif demi tercapainya energi berkelanjutan.
Dengan kata lain, adanya diversifikasi penggunaan energi. Variasi dalam memanfaatkan energi akan mengurangi ketergantungan pada minyak. Sejumlah sumber energi lain dapat dimanfaatkan, termasuk di antaranya gas.
Menurut Badan Energi Informasi Amerika Serikat, Energy Information Administration (EIA), Indonesia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 103.4 trillion cubic feet (TCF) pada 2015. Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan 2013 yang mencapai 104.7 TCF.
Indonesia berada pada peringkat ke 13 negara-negara di dunia yang memiliki cadangan gas alam terbesar, serta peringkat ke dua di antara negara-negara kawasan Asia Pasifik setelah China. Daerah yang memiliki cadangan gas alam terbesar di Indonesia di antaranya Aceh.
Selain kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG). Pada 2013, Indonesia merupakan pengekspor LNG keempat terbesar setelah Qatar, Malaysia dan Australia.
Dari data Outlook Energi Indonesia 2014 yang dirilis Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sumber daya gas umumnya berada di luar Jawa, terutama di Sumatera termasuk Natuna yang mencapai hampir 56 persen.
Cadangan gas di luar Jawa lainnya tersebar di Papua, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi yang masing-masing memiliki cadangan gas secara berurutan 16 persen, 11 persen, 10 persen, dan hampir 2 persen. Sementara itu di Jawa, cadangan gas hanya sekitar delapan persen dari total cadangan gas Indonesia.
Potensi pemanfaatan gas ini masih dapat bertahan setidaknya sampai hampir 33 tahun lagi. Sedangkan minyak diperkirakan hanya sekitar 12 tahun lagi bila tidak ditemukan cadangan baru.
Walaupun potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar tetapi pemanfaatan gas bumi dalam negeri masih terbatas. Hal ini disebabkan, belum tersedianya infrastruktur yang memadai untuk pemanfaatan gas bumi serta adanya ekspor gas dalam jumlah besar pada kontrak jangka panjang.
Dengan cadangan gas yang dimiliki, menunjukkan Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk memenuhi kebutuhan gas domestik. Di saat Indonesia tetap menjadi pengekspor LNG, bersamaan dengan itu permintaan terhadap gas alam domestik telah meningkat dua kali lipat dari 2005.
Dengan optimalisasi pemanfaatan gas, dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak. Selain itu meningkatkan kemandirian dari segi ketahanan energi.
Beberapa tahun belakangan pemerintah kembali gencar menggalakkan konversi BBM ke BBG. Terutama di sektor rumah tangga yaitu pengalihan minyak tanah pada gas elpiji. Namun kesukses tersebut tidak disusul oleh sektor transportasi, karena kendala pada infrastruktur dan ketersediaan converter kit.
Padahal penggunaan BBG untuk kendaraan sebenarnya sudah mulai diperkenalkan sejak 1986 di Indonesia. Ketika itu ribuan armada taksi di Jakarta menggunakan Compressed Natural Gas (CNG).
Sektor transportasi merupakan lahan yang penting dalam program konversi ini. Hal itu dikarenakan pertumbuhan populasi kendaraan yang meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Menurut data yang dirilis di situs Badan Pusat Statistik (BPS), perkembangan jumlah kendaraan di Indonesia sangat pesat. Dalam kurun waktu enam tahun saja, yaitu dari 2006 ke 2012, populasi kendaraan meningkat dua kali lipat.
Mengenal Gas, Energi Baik yang Ramah Lingkungan
Penggunaan gas secara modern di Inggris dimulai pada abad 17, disusul sebagai bahan bakar untuk penerangan di abad 18. Tak lama kemudian terbentuklah perusahaan yang menjadikan gas sebagai objek komersial. Penggunaan gas pun meluas di Eropa.
Bahan Bakar Gas (BBG) disebut-sebut lebih ramah lingkungan dibandingkan Bahan Bakar Minyak (BBM). Emisi buangan gas lebih bersih bagi udara. Semua tahu, udara yang kotor berdampak buruk bagi kesehatan.
Demi lingkungan yang lebih bersih, sudah saatnya masyarakat menggunakan energi alternatif selain minyak. Sebab, ambang batas karbondioksida (CO2) di udara terus meningkat. Rata-rata 2 parts per million (PPM) setiap tahunnya dalam 10 tahun terakhir.
Bahkan data World Meteorological Organization (WMO) yang dirilis Senin, 26 Mei 2014, menyebutkan pertama kalinya konsentrasi bulanan rata-rata Co2 di atmosfir di belahan bumi utara mencapai lebih dari 400 ppm selama April 2014.
Ketika digunakan untuk kebutuhan rumah tangga atau industri, CO2 yang dilepaskan gas bumi 25-30 persen lebih sedikit dibanding minyak. Atau, 40-50 persen lebih sedikit dibandingkan batu bara.
Selain itu, gas alam menghasilkan NOx, belerang dioksida atau partikulat yang lebih sedikit. Polutan ini berpotensi membahayakan kesehatan, terutama pada saluran pernafasan yang akhirnya berdampak pada tubuh. Tak hanya itu polutan ini membahayakan lingkungan.
Keunggulan lain, saat dibakar untuk membangkitkan energi listrik, gas alam lebih hemat 60 persen dibanding batu bara per kWh yang dihasilkan.
Gas Aman Digunakan
Indonesia terus menggalakkan penggunaan gas sebagai alternatif minyak bumi. Bahkan pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi terkait konversi BBM ke BBG.
Namun sebagian masyarakat masih saja ragu menggunakannya dengan alasan keamanan. Dalam hal ini, edukasi sangat penting dilakukan melalui penyebaran informasi media maupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat. Semakin masyarakat merasa yakin, semakin program tersebut lebih diterima.
Kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan energi akan berperan dalam ketahanan energi jangka panjang. Untuk itu, pengenalan pentingnya konservasi dan diversifikasi dapat dikenalkan sejak usia dini lewat media-media yang bersifat memberikan pengetahuan.
Bila masyarakat mengenal gas dan cara pemanfaatannya, kekhawatirannya akan hilang dan tak ragu memilih gas sebagai alternatif bahan bakar minyak. Ketergantungan terhadap minyak menurun, impor minyak pun berkurang dan ketahanan energi lebih terjaga.
Menurut Wendi Purwanto, Manajer Area Pekanbaru dan Dumai PGN Wilayah III menggunakan energi gas juga terbukti lebih murah karena disalurkan langsung lewat pipa. Masyarakat tidak perlu takut akan keamanannya karena bertekanan rendah dan mudah dideteksi bila terjadi kebocoran.
Selain itu, gas tersebut diberi zat odoran sehingga akan berbau bila bocor. Berat jenis yang lebih ringan dibanding udara membuat gas akan langsung menguap naik saat terjadi kebocoran.
Selain untuk industri dan rumah tangga, gas juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan. Ada dua jenis BBG yang dipergunakan. Yaitu, BBG yang dikompresi atau Compressed Natural Gas (CNG), serta bahan bakar gas cair Liquid Petroleum Gas (LPG), yang sering juga disebut dengan Vigas pada stasiun pengisian bahan bakar SPBU.
Kendaraan menggunakan bahan bakar CNG masuk dalam kategori NGV (Natural Gas Vehicle) dan yang menggunakan LPG masuk dalam kategori LGV (Liquid Gas Vehicle).
Gas alam bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Terutama dalam menghasilkan energi. Di antaranya dipakai untuk industri, sumber energi rumah tangga, bahan bakar untuk kendaraan dan sumber pembangkit listrik.
Pemanfaatan Gas Dorong Ketahananan Ekonomi dan Ketahanan Nasional
Ketahanan energi merupakan bagian dari ketahanan nasional. Dari sisi ekonomi, optimalisasi pemanfaatan gas membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Gas dapat digunakan dalam sektor industri skala kecil dan besar. Mulai dari industri kecil menengah hingga perusahaan. Pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) contohnya usaha kuliner, pengerajinan dan lain-lain.
Harga BBG yang lebih murah dibandingkan BBM membuat modal usaha jadi berkurang, tapi tetap dapat memperoleh hasil maksimal. Keuntungan lebih bertambah besar. Hal ini akan memacu geliat pertumbuhan usaha dan mendorong tingkat kemakmuran masyarakat.
Dalam upaya pemerataan kesejahtaraan, penyaluran gas perlu dilakukan hingga ke daerah-daerah pelosok Indonesia. Dengan demikian, gas tak hanya dinikmati masyarakat kota-kota besar, tetapi juga masyarakat pedesaan. Bahkan di daerah terluar Indonesia yang berbatasan dengan tetangga.
Ketahanan energi mempengaruhi ketahan nasional suatu bangsa. Isu keamanan energi termasuk topik terhangat dalam agenda keamanan global dan hubungan internasional. Kondisi masyarakat di daerah terluar Indonesia memiliki pengaruh terhadap ketahanan nasional Indonesia.
PGN bekerjasama dengan SKK Migas dan konsorsium perusahaan pada Senin malam (22/6/2015) meresmikan fasilitas listrik bagi masyarakat di wilayah Pemping, Batam, Kepulauan Riau. Wilayah Pulau Pemping dihuni sekitar 250 keluarga.
"Kami bersyukur akhirnya masyarakat di salah satu pulau terluar di Indonesia, di Pemping, Batam dapat merasakan aliran listrik selama 24 jam penuh. Semoga dengan adanya pasokan energi ini, kegiatan ekonomi di Pemping terus meningkat," jelas Sekretaris Perusahaan PGN, Heri Yusup, Selasa (23/6/2015) dikutip dari laman resmi PGN. (Ariestia/Berbagai Sumber)
