Edu Trip Senandung Tesso Nilo
Deg-degan Menunggu Persalinan Lisa
Sampai proses melahirkan seekor gajah membutuhkan waktu 22 bulan. Artinya periode Januari nanti Lisa sudah masuk karantina.
Penulis: Budi Rahmat | Editor: harismanto
Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rakhmat
TRIBUNPEKANBARU.COM - Di tengah konflik dan penyusutan Taman Nasional Tesso Nilo, kabar bahagia datang dari seekor gajah binaan WWF di Flying Squad Camp. Lisa, gajah berusia 25 tahun akan segera melahirkan.
Suasana Jumat (17/12/2015) pagi di Flying Squad Camp Tesso Nilo terasa segar. Udara yang dihirup dari pelepasan oksigen belantara pepohonan hijau cukup melapangkan paru-paru.
Rencananya Jumat pagi itu, Tribun bersama rombongan Edu Trip Senandung Tesso Nilo akan melakukan treking menyusuri kedalam hutan serta melakukan interaksi dengan gajah-gajah binaan World Wide Fund for Nature (WWF) di flying squad camp.
"Wah ada safari gajah. Sepertinya itu pilihan yang menarik. Sudah gak sabar ingin naik gajah, " ujar Fera peserta dari Green Radio.
Sesuai agenda maka treking tetap didahulukan. Memaksimalkan waktu rombongan kami pun mulai bergerak dipimpin penanggung jawab Ekotour TNTN Ilham Gobel
Kurang lebih satu jam perjalanan banyak mempertontokan kondisi di dalam hutan. Sampai pada garis akhir di flying squad camp WWF, tampaknya rombongan masih diliput penarasan untuk bisa melakukan interaksi langsung dengan gajah.
Rasa penasaran itu akhirnya terbayarkan dengan kehadiran Lisa, Ria serta Indro. Tiga ekor gajah yang masing-masing ditunggangi mahout (pelatih gajah) yang siap menemani rombongan mengitari area camp. Momentum itu langsung saja diabadikan lewat jepretan kamera. Tidak ada yang ingin ketingggalan untuk berpose dengan generasi hewan purba tersebut.
Ada yang memilih mengambil posisi disamping gajah, ada pula yang berselfie dengan latar belakang gajah-gajah jinak itu. Semua tampak sumringah.
Mitigasi Konflik
Lisa, Ria dan Indro sudah bersiap untuk ditunggangi. Dengan perintah mahout ketiganya silih berganti mengambil posisi menyandar pada bangunan kayu sebagai jembatan untuk naik ke punggung mereka.
Lisa merupakan senior di camp tersebut. Bersama dengan Rahman dan Ria didatangkan dari PLG Minas 2004 silam. Kehadiran mereka sejatinya menjadi jawaban untuk mitigasi (mengurangi) konflik dengan gajah liar di kawasan Tesso Nilo. Namun, sebagai pelengkap eko wisata TNTN para gajah ini juga menjadi bagian untuk atraksi dan safari dikawasan hutan tropis tersebut.
Saat ini jumlah gajah di flying squad camp WWF di TNTN ada enam ekor dari awalnya delapan ekor. Dua gajah lainnya, Nela dan Tino mati periode 2015 ini.
Selain Lisa, Ria dan Indro juga ada Rahman serta dua anakan masing-masing bernama Tesso dan Imbo. Untuk kegiatan patroli Tesso dan Imbo belum sepenuhnya dilibatkan.
Pada proses mitigasi, para gajah ini melakukan patroli rutin dua kali dalam satu minggu. Yakni setiap Selasa dan Jumat. Namun pada waktu tertentu seluruhnya siap menelusuri rimba belantara jika didapati gajah-gajah liar yang masuk ke pemukiman warga.
"Biasanya melalui gajah-gajah yang sudah terlatih ini akan dilakukan penggiringan pada gajah-gajah liar. Tentatifnya memang dua kali seminggu, namun jika ada informasi gajah liar maka jadwal tersebut bisa berubah, " terang koordinator mahout dari WWF Jungjung.
Menurut Jungjung, setidaknya masih ada 150 ekor gajah liar yang berkeliaran di area TNTN. Meski luas hutan sudah jauh menyusut dari perluasan melalui Keputusan Menhut nomor 663/Menhut-II/2009 yang mencapai 83.068 ribu hektare kini hanya tersisa 30 ribu hektare. Kenyataan itu menjadikan gajah liar tersebar dalam kelompok-kelompok kecil.