Petrus: Negara Tak Boleh Mengalah dan Mengorbankan Rasa Keadilan dalam Kasus Ahok
Atau pada kejahatan-kejahatan serius yang berkarakter sangat merugikan, membahayakan dan meresahkan
Pertama, melalui pendekatan berdasarkan ketentuan pasal 83 UU No. 23 Tahun 2014, Tentang Pemda, jikalau Ahok didakwa telah melakukan kejahatan dengan kualifikasi kejahatan yang secara limitatif dan pasti dipidana dengan ancaman penjara paling sedikit 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.
Kedua, : melalui pendekatan dengan menggunakan mekanisme pasal 65 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemda, hanya kalau Ahok berada dalam tahanan Majelis Hakim karena melanggar pasal-pasal KUHP tertentu.
Menerapkan pasal 83 UU No. 23 Tahun 2014, Tentang Pemda dalam kejahatan pasal 156a KUHP, jelas merupakan langkah mundur, politicking, melanggar prinsip hukum, kesewenang-wenangan dan hanya mencederai demokrasi.
Oleh karena itu TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA/TPDI meminta Presiden dan Menteri Dalam Negeri untuk tetap konsisten mempertahankan pendiriannya berupa tetap mengaktifkan kembali Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta pasca cuti kampanye dan mempertahankan Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Pasalnya, Ahok secara nyata dan pasti tidak berada pada dua kriteria kondisi, baik kondisi pasal 83 maupun kondisi pasal 65 UU No. 23 Tahun 2014, Tentang Pemda yang dapat menyebabkan Ahok diberhentikan sementara dari jabatannya atau Ahok dilarang menggunakan kewenangan dan tugasnya sebagai Kepala Daerah karena sedang menjalani tahanan oleh Majelis Hakim sebagai seorang Terdakwa. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/pekanbaru/foto/bank/originals/basuki-tjahaja-purnama-atau-ahok_20170213_193146.jpg)