Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Demi Listrik Dialiri 5 Jam Sehari, Warga Rangsang-Meranti Rela Bayar Rp 200 Ribu Per Bulan

"Uang sebesar itu cukup banyak untuk mendapatkan listrik selama 5 jam. Apalagi warga desa mayoritas bekerja

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor:
TRIBUNPEKANBARU.COM/THEO RIZKY
MATI LISTRIK - Sebuah mesjid di Jalan Harapan Kec Rumbai Pesisir Pekanbaru menggunakan genset sebagai sumber listrik untuk penerangan menjalankan ibadah, Sabtu (20/2/2016) malam. Para warga dikawasan tersebut menyesalkan pihak PLN yang kerap melakukan pemadaman listrik di kawasan tersebut saat maghrib. (TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG - Kendati Indonesia sudah berusia 72 tahun, namun warga Desa Topang, Kecamatan Rangsang hanya bisa menikmati listrik selama 5 jam. Desa yang terletak di pulau tersendiri ini hanya menikmati listrik mulai pukul 18.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB.

"Jika dikalikan selama 30 hari, selama 1 bulan kami hanya menikmati listrik selama 150 jam," ujar Kepala Desa Topang, Syamsuharto, Kamis (17/8).

Diungkapkan Syamsuharto, demi mendapatkan listrik selama 5 jam sehari ini, warga desa harus mengeluarkan uang sebesar Rp 200 ribu per bulan. Uang yang dikeluarkan warga desanya dinilai sangat besar jika dibandingkan warga Kabupaten Kepulauan Meranti lainnya yang menikmati listrik 24 jam atau 720 jam sebulan.

"Uang sebesar itu cukup banyak untuk mendapatkan listrik selama 5 jam. Apalagi warga desa mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan kecil," ungkap Syamsuharto.

Ia berharap agar Pemprov Riau maupun pemerintah pusat segera memberikan solusi terkait masalah yang dihadapi oleh warga di Pulau Topang. Sebab, hingga saat ini desanya belum juga teraliri listrik oleh PLN.
"Jaringan listrik dari PLN tidak masuk ke desa ini, untuk mendapatkan listrik kami harus menggunakan mesin pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dikelola desa," ujarnya.

Syamsuharto menjelaskan, mesin PLTD yang dikelola desa merupakan bantuan dari Pemkab Kepulauan Meranti. Dengan kapasitas 150 Kwh, mesin PLTD tersebut mampu menerangi 150 KK yang tinggal di desanya. Agar mesin tetap beroperasi, pihak desa mengutip rata-rata Rp 200 ribu per bulan per kepala keluarga.

"Uang itu untuk beli bahan bakar, gaji operator dan perawatan," ujarnya.

Lebih jauh menjelaskan, biaya akan semakin membengkak jika listrik dipaksakan hidup selama 24 jam. Lagipula, mesin pembangkit juga akan cepat rusak.

"Kalau dipaksakan selama 24 jam, tentu biaya naik hampir 5 kali lipat. Lagipula risiko untuk mengoperasikan mesin selama 24 jam sangat tinggi," ungkapnya. (gbw)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved