SLB Sekar Meranti
Asalkan Muridnya Mau Sekolah, Kepsek Ini Rela Datang Antar Jemput Langsung
Ia keliling dari dusun yang satu ke dusun yang lain untuk menjemput murid-murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti.
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Ariestia
Laporan Reporter Tribun Pekanbaru, Guruh BW
TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG - Pagi-Pagi sekali Syafrizal menarik gerobak dengan sepeda motornya.
Ia keliling dari dusun yang satu ke dusun yang lain untuk menjemput murid-murid Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti, Desa Anak Setatah Rangsang Barat, Kepulauan Meranti.
Bagi Syafrizal, menjemput anak muridnya sudah menjadi rutinitas setiap pagi.
Ia juga harus mengantar anak muridnya kembali ke rumah seusai jam sekolah.
Baca: Siswa SDN 025 Sekip Hilir Terpaksa Menumpang, Begini Kondisi Bangunan Sekolahnya

Untuk menjemput ataupun mengantar para muridnya, Syafrizal harus menempuh jarak hingga 8 kilometer dengan waktu sekitar 1 jam.
Di Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat rutinitas Syafrizal sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat setempat.
Padahal Syafrizal adalah kepala sekolah sekaligus ketua yayasan di SLB tersebut.
"Jika tidak dijemput, anak-anak tidak ada yang datang ke sekolah. Saya harus jemput mereka satu per satu agar mereka tetap sekolah," ujar Syafrizal saat ditemui di Desa Anak Setatah, Sabtu (27/8/2017) kemarin.
Syafrizal menuturkan, ia harus menjemput dan mengantar para muridnya karena sebagian orangtua murid tidak bisa melakukannya.
"Orangtua banyak yang tidak sempat mengantar dan menjemput anak-anaknya karena dari pagi hingga sore mereka di ladang dan ada yang menangkap ikan di laut. Sementara anak murid saya menyandang Disabilitas," ujarnya.
Ia juga harus mengantar dan menjemput anak didiknya setiap hari karena tidak ada guru lain yang sanggup melakukannya, sebab 5 guru lainnnya adalah perempuan.
Baca: Kisah Si Penjual Ikan Keliling di Meranti Dirikan Sekolah Gratis Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Sementara, untuk melakukan hal itu harus memerlukan tenaga lebih.
"Mengantar dan menjemput murid memerlukan tenaga. Sebab, selain berat jalan yang dilalui gerobak tidak semulus yang ada di perkotaan," ujarnya.
Ia mengaku tidak mengutip uang sepeserpun kepada orangtua murid atas jasanya mengantar dan menjemput para muridnya.
Padahal, setiap hari ia harus merogoh kocek untuk membeli bensin sepeda motornya.
Baca: Tak Mengeluh Digaji Rp 97 Ribu Per Bulan, Guru SLB Sekar Meranti Mengajar Setulus Hati
Padahal gajinya sebagai kepala sekolah sekaligus ketua yayasan hanya Rp 97 ribu per bulan.
"Bagi saya, yang terpenting mereka bisa sekolah," ujarnya.

Keberadaan SLB Sekar Meranti di Desa Anak Setatah, Rangsang Barat, juga tidak terlepas dari sosok Rudi Hartono.
Sekilas tidak ada yang tampak istimewa dari sosok pria berusia 48 tahun tersebut. Ayah dua anak ini sehari-sehari berjualan ikan laut keliling dari dusun satu ke dusun lainnya.
Jika tidak sedang musim ikan, Rudi menyadap pohon karet di kebun miliknya.
Namun siapa sangka, sosok warga desa yang sederhana ini merupakan pendiri SLB Sekar Meranti. Meski berpenghasilan pas-pasan, ia menggratiskan seluruh biaya bagi seluruh murid di sekolahnya.
Tidak hanya gratis belajar, murid-murid berkebutuhan khusus itu dimanjakan dengan pelayanan antar jemput gratis.
Saat ditemui di SLB Sekar Meranti, Sabtu (26/8/2017), Rudi mengungkapkan, ia tergerak mendirikan sekolah luar biasa itu berawal dari keprihatinannya terhadap nasib pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di desanya.
Saat ia berjualan ikan keliling dusun, ia melihat banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak sekolah. Mereka banyak menghabiskan waktu di rumah atau bahkan hanya dikurung di kamar oleh orangtuanya.

"Saya merasa sedih, karena mereka tidak bisa sekolah. Mereka tidak sekolah karena sebelumya di Kecamatan Rangsang Barat ini tidak ada sekolah luar biasa," ujar Rudi.
Sementara mayoritas masyarakat di desanya adalah keluarga yang tidak mampu. Mereka tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya di SLB Selatpanjang. Lagipula, untuk ke Selatpanjang mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh dan harus menyeberang laut.
Pada 2014 silam, ia mengajak adiknya, Syafrizal, untuk mendirikan sekolah luar biasa di desanya.
Niat baik suami dari Suriyana ini mendapat dukungan sang istri dan anggota keluarga lainnya.
Berbekal tabungan milik Syafrizal, mereka lantas mendirikan sebuah yayasan dan sekolah yang terbuat dari papan. "Sampai nol saldo di rekening adik saya untuk modal mendirikan sekolah ini," ujar Rudi.
Tidak hanya itu, Syafrizal harus mengorbankan usahanya sebagai pengepul pinang dan getah karet karena menjadi guru sekaligus kepala sekolah di SLB Sekar Meranti.
"Saat itu kami belum memilki guru, jadi saya dan Syafrizal yang menjadi guru di sekolah ini," ujarnya.
Berprestasi
Setelah bangunan sekolah berdiri, tantangan berikutnya bagi Rudi Hartono dan Syafrizal adalah meyakinkan orangtua anak-anak berkebutuhan khusus agar mau menyekolahkan anaknya di SLB Sekar Meranti.
Meyakinkan warga desa yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar menyekolahkan anaknya di sekolah mereka bukan perkara yang mudah.
Pasalnya, banyak di antara mereka yang enggan karena berbagai alasan.
"Kebanyakan dari mereka pasrah dengan keadaan anak mereka. Mereka berpikir, percuma saja anaknya sekolah karena anak berkebutuhan khusus tidak memiliki masa depan," ujar Rudi Hartono.
Meski respon orangtua masih minim, Rudi tak berputus asa. Sambil berjualan ikan, ia terus mencari anak-anak berkebutuhan khusus yang ingin sekolah.

"Setelah beberapa kali dibujuk, akhirnya orangtua bersedia menyekolahkan anaknya di SLB, namun dengan satu syarat yakni harus diantar jemput," ujarnya.
Saat ini SLB Sekar Meranti memiliki 30 murid. Paling banyak di jenjang Sekolah Dasar (SD), dengan 24 murid. “Kemudian SMP ada tiga murid, SMA ada satu murid dan TK ada tiga murid," terang Rudi.
Puluhan murid tersebut merupakan anak-anak berkebutuhan khusus. Ada yang menyandang autis, tunagrahita, tunanetra dan tunarungu.
Untuk mendidik mereka, saat ini SLB Sekar Meranti memiliki enam orang guru.
"Untuk mendapatkan guru bukan perkara mudah. Kami harus mencari orang yang memang memiliki hati yang ikhlas dan sabar. Sebab mereka hanya digaji Rp 97 ribu per bulan," ujar Rudi Hartono, yang mengaku hanya tamatan SD.
Perjuangan Rudi Hartono dan Syafrizal kini membuahkan prestasi yang cukup menggembirakan.
Dengan segala keterbatasan yang ada, baru-baru ini sembilan murid SLB Sekar Meranti di ajang Special Olympics Indonesia (SOIna) dan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) Provinsi Riau 2017.
"Beberapa anak asuh kami merupakan atlet SOIna dan O2SN, mereka sudah mengumpulkan beberapa medali emas di tingkat kabupaten hingga provinsi," kata Rudi. (*)