SLB Sekar Meranti
Kisah Si Penjual Ikan Keliling di Meranti Dirikan Sekolah Gratis Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Saat ia berjualan ikan keliling dusun, ia melihat banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak sekolah. Lalu muncullah ide mulia..
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Ariestia
Laporan Reporter Tribunpekanbaru.com, Guruh BW.
TRIBUNPEKANBARU.COM, SELATPANJANG - Sekilas tidak ada yang tampak istimewa dari sosok Rudi Hartono (48), warga Desa Anak Setatah, Kecamatan Rangsang Barat Kepulauan Meranti ini.
Ayah dua anak ini sehari-sehari berjualan ikan laut keliling dari dusun satu ke dusun lainnya.
Jika tidak sedang musim ikan, Rudi menyadap pohon karet di kebun miliknya.
Namun siapa sangka, sosok warga desa yang sederhana ini memiliki sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus, Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti.
Meski berpenghasilan pas-pasan, ia menggratiskan seluruh biaya bagi seluruh murid sekolahnya.
Tidak hanya gratis belajar, murid-muridnya juga dimanjakan dengan pelayanan antar jemput gratis.
Layaknya bus sekolah di perkotaan pada umumnya, Rudi memanfaatkan gerobak kayu bekas pengangkut getah karet sebagai transportasi antar jemput gratisnya.
Baca: Asalkan Muridnya Mau Sekolah, Kepsek Ini Rela Datang Antar Jemput Langsung
Baca: Plafon dan Atap SDN 3 Sialang Pasung Rangsang Barat Pernah Roboh, Siswa dan Gurunya Trauma
Saat ditemui di sekolahnya, Sabtu (26/8/2017) ia mengungkapkan, mendirikan sekolah luar biasa di desanya berawal dari keprihatinannya terhadap nasib pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus di desanya.
Saat ia berjualan ikan keliling dusun, ia melihat banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak sekolah.
Mereka banyak menghabiskan waktu di rumah atau bahkan hanya dikurung di kamar oleh orangtuanya.
"Saya merasa sedih, karena mereka tidak bisa sekolah. Mereka tidak sekolah karena sebelumya di Kecamatan Rangsang Barat ini tidak ada sekolah luar biasa," ujar Rudi.
Sementara mayoritas masyarakat di desanya adalah keluarga yang tidak mampu.

Mereka tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya di SLB Selatpanjang.
Lagipula, untuk ke Selatpanjang mereka harus menempuh jarak yang cukup jauh dan harus menyeberang laut.
Pada 2014 silam, ia mengajak adiknya, Syafrizal untuk mendirikan sekolah luar biasa di desanya.
Suami dari Suriyana ini juga mendapat dukungan istri dan keluarga lainnya.
Berbekal tabungan milik Syafrizal, mereka lantas mendirikan sebuah yayasan dan sekolah yang terbuat dari papan.
"Sampai nol saldo di rekening adik saya untuk modal mendirikan sekolah ini," ujar Rudi.
Tidak hanya itu, Syafrizal juga harus mengorbankan usahanya sebagai pengepul pinang dan getah karet karena menjadi guru sekaligus kepala sekolah di SLB tersebut.
"Saat itu kami belum memilki guru, jadi saya dan Syafrizal yang menjadi guru di sekolah ini," ujarnya.

Setelah bangunan sekolah berdiri, mereka mendapat kendala membujuk orangtua agar mau menyekolahkan anaknya di sekolah mereka.
Meyakinkan warga desa yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar menyekolahkan anaknya di sekolah mereka bukan perkara yang mudah.
Pasalnya, banyak di antara mereka yang enggan karena berbagai alasan.
"Kebanyakan dari mereka pasrah dengan keadaan anak mereka. Mereka berpikir, percuma saja anaknya sekolah karena anak berkebutuhan khusus tidak memiliki harapan," ujarnya.
Meski respon orangtua masih minim, Rudi tak berputus asa. Sambil berjualan ikan, ia terus mencari anak-anak berkebutuhan khusus yang ingin sekolah.
"Setelah beberapa kali dibujuk, akhirnya orangtua bersedia menyekolahkan anaknya di SLB, namun dengan satu syarat. Harus di antar jemput," ujarnya.
Saat ini kata Rudi, sekolahnya sudah memiliki 30 murid.
"SD ada 24 murid, SMP ada 3 murid, SMA ada 1 dan TK ada 3 murid," ujarnya.
Puluhan murid tersebut kata Rudi, ada yang menyandang Autis, Tunagrahita, Tunanetra dan Tuna Rungu.
Untuk mendidik mereka, saat ini SLB Sekar Meranti memiliki 6 orang guru.
"Untuk mendapatkan guru juga bukan perkara mudah. Kami harus mencari orang yang memang memiliki hari yang ikhlas dan sabar. Sebab mereka hanya digaji Rp 97 ribu per bulan," ujar pria yang mengaku tamatan SD ini.
Ternyata perjuangan Rudi dan Syafrizal membuahkan hasil yang cukup memuaskan.
Meski masih banyak kekurangan infrastruktur dan SDM di sekolahnya, 9 anak asuhnya meraih prestasi yang cukup membanggakan.
"Beberapa anak asuh kami merupakan atlet SOIna dan O2SN, mereka sudah mengumpulkan beberapa medali emas di ajang kabupaten hingga provinsi," ujarnya. (*)