Siak
Tinggal di Perbatasan, Tukimin Rela Lakukan Ini Demi Nonton Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI
Tukimin hanyalah seorang dari ribuan orang yang ikut menonton pemutaran film penumpasan G30S/PKI itu.
Penulis: Mayonal Putra | Editor: Afrizal
Laporan wartawan Tribun Pekanbaru, Mayonal Putra
TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Tukimin duduk bersila di bagian belakang lapangan Siak Bermadah, Sabtu (30/9/2017) malam.
Ia satu di antara ribuan warga yang memadati lapangan itu.
Sebuah tayangan dengan layar lebar menyita perhatian warga yang hadir di lapangan depan Istana Siak itu.
Baca: Api Lalap Rumah di Gang Sentul, Warga Ikut Padamkan Api Pakai Gayung dan Ember
Baca: Sempat Hilang, Daratan di Desa Ini Kembali Muncul, Ternyata Warga Lakukan Hal Sederhana
Lebih bagi yang tua-tua, tayangan pada layar yang ditancap di depan panggung Siak Bermadah itu seakan-akan mengembalikan memorinya yang hampir terlupakan.
Mata Tukimin tidak mau beralih pada tayangan itu.
Sesekali anak-anak melintas di depan tempat duduknya, ia tegur.
Ia tak mau pandangannya terhalang.
Baca: Selain Kerawanan di Dumai, Sejumlah Perkara Belum Terungkap Ini Jadi Perhatian AKBP Restika PN
Baca: Dengar Teriakan, Warga Lihat Maulana Sudah Terpental Saat Pasang Baliho, Ternyata Ini yang Terjadi
Sesekali ia menunjukan ekspresi geram.
Apalagi kala wajah DN Aidit memenuhi layar sambil menghembuskan asap rokok.
Tukimin hanyalah seorang dari ribuan orang yang ikut menonton pemutaran film penumpasan G30S/PKI itu.
Di bagian samping dan depan, juga banyak orangtua yang melongo dari awal film diputar hingga film selesai.
Sambil menghisap sebatang rokok, Tukimin terus mepelototi tayangan film yang dirilis pada 1984 itu.
Ia merasa kembali ke masa lalunya kala film itu booming kembali.
Baca: Bukan Siulan, Ternyata Cara Sederhana Ini Bisa Membuat Burung Mau Berkicau Panjang
Baca: Wajah Imut-imut Kayak Anak SD, Usia Sebenarnya Model Ini Mengejutkan!
Makanya ia rela mengayuh sepeda butut dari perbatasan Kecamatan Bungaraya-Siak ke lapangan Siak Bermadah.
"Sudah lama sekali film PKI tidak diputar. Dulu saya nonton di TV hitam putih, di rumah orang yang punya TV. Saya waktu tidak punya", kata dia kala berbincang dengan Tribun.
Ia melanjutkan, film Penumpasan G30S/PKI itu harusnya di putar setiap tahun.
Supaya anak-anak muda zaman sekarang tahu tentang kekejaman komunis.
Baca: Belum Pernah Menang, Nasib PSPS Ditentukan Hasil Dua Laga Tandang di Jawa
Sebab, kata dia, pada zaman Soeharto semua masyarakat menganggap PKI adalah musuh sejati anak bangsa.
"Jangan sampai PKI itu bangkit kembali. Karena bahaya. Kita hidup tidak akan aman", kata dia.
Ia hadir dalam acara nonton bareng itu karena mendapat informasi sehari sebelumnya dari cucunya yang sudah SMA.
Diam-diam, Tikimin pergi sejak habis magrib mengayuh sepeda ke Istana Siak.
"Tidak lama kok naik sepeda ke sini. Saya dekat, palingan tidak sampai setengah jam. Saya sudah biasa pakai sepeda. Dulu punya sepeda itu sudah kaya. Sekarang saja anak-anak muda pakai sepeda motor", kata dia.
Selain Tukimin, anak-anak setingkat SMP dari desa Suak Lanjut juga naik sepeda menuju lapangan Siak Bermadah.
Mereka berombongan pergi nonton film G30S/PKI itu, dan berombongan pula saat pulang.
"Biasasanya malam minggu kami main ke turap Bang, naik sepeda. Kan dekat. Jadi malam ini kan nobar PKI," kata Rendi.
Masyarakat Siak memang tampak antusias pada pemutaran film yang disutradarai Arifin C Noer itu.
Terlebih isu PKI kini sedang hangat-hangatnya.
Di tengah lautan manusia yang menyaksikan film propaganda pemerintahan Orde Baru itu hadir pula Bupati Siak Syamsuar, Camat Siak Aditya Citra Asmara, Danramil 03/Siak Mayor Kav Suharman dan ketua FPI Siak Habib Umar beserta anggota.
"Pada tahun 1965 itu saya sudah besar, sudah SD. Jadi saya tahu persis kejadian yang terjadi di zaman itu. Walaupun kita waktu itu tidak ada TV kita tahu melalui radio, dan nanti di film itu ada lagu-lagunya, itu lagu Nasakom anak-anak harus pandai saya dulu hafal lagu itu dan sekarang sudah tidak ingat lagi setelah saya menonton film ini saya ingat kembali lagu itu", kata Syamsuar.
Ia mengajak masyarakat agar dapat mewaspadai kebangkitan PKI kembali.
Namun dia berharap tidak terjadi lagi kebangkitan PKI di Tanah Air.
"Ini cerita yang sebenarnya terjadi dan yang harus kita pelajari bahwa sejarah itu tidak boleh dibohongi", kata dia.
Bahkan, Syamsuar menyebut PKI ibarat gunung es.
Meskipun tidak tampak di permukaan namun bisa saja muncul dengan gerakan lebih besar. (*)