Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Mengungkap Fakta Dibalik Permohonan PT RAPP

Masih banyak kawasan gambut di hutan lindung atau hutan konservasi milik negara yang semestinya diperbaiki dan diamankan dari kerusakan parah

Editor: harismanto
Foto/Istimewa
Pirka Maulana, Presma UIR (2015-2016), Koordinator Pusat BEM Se Riau (2015-2016) 

Fakta lainnya, Kementerian LHK bersikukuh mencabut RKU PT RAPP meski dasar aturannya sudah tidak sah. Artinya, pemerintah telah berlaku sewenang-wenang.

Fakta berikutnya lagi, PT RAPP mengajukan keberatan terhadap pencabutan RKU itu. Keberatan itu sah, karena pemerintah telah membuat mekanisme pengajuan keberatan lewat UU No 30/2014 tentang Adiministrasi Pemerintahan.

UU memerintahkan pemerintah hanya diberi 10 hari untuk menjawab. Apabila tidak dijawab, maka permohonan keberatan warga masyarakat dianggap diterima. Lalu, pemerintah diwajibkan mengeluarkan surat menyetujui keberatan itu.

Namun lagi-lagi Menteri LHK yang tidak patuh. Faktanya, KLHK tidak bersedia menjawab keberatan PT RAPP. Setelah batas waktu terlewat, fakta, KLHK tidak juga mengeluarkan surat persetujuan terhadap keberatan PT RAPP.

Jadi, karena perlawanan KLHK terhadap UU itulah, PT RAPP mengajukan permohonan kepada PTUN agar KLHK membatalkan surat No 5322/2017 yang mencabut RKU perusahaan itu. Karena tidak ada yang dapat memaksa pemerintah, kecuali putusan pengadilan.

Ada lagi propaganda LSM yang menyebutkan bahwa sekarang ini tuntutan dunia adalah NDPE (No Deforestation, no Peat and no Eksploitation). Istilah deforestasi (kehilangan hutan) sebenarnya tidak tepat. Karena PT RAPP adalah perusahaan yang diberi izin mengelola hutan produksi. Dalam UU Kehutanan, hutan produksi adalah hutan yang boleh diambil manfaatnya, termasuk menebang kayunya, namun harus ditanam lagi. Tidak boleh ada lembaga atau negara lain yang berhak mencampuri dan mengganggu urusan negara RI.

Sebagai perbandingan, negara Amerika, Finlandia, Brazil dan beberapa negara besar lain di Eropa juga memiliki hutan produksi. Tanaman hutan itu juga ditebang oleh perusahaan untuk bahan baku kertas atau keperluan lain yang diberi izin negara bersangkutan. Kalau terminologi LSM dipakai, berarti negara Amerika dan Eropa dimaksud juga mengalami deforestasi. Mengapa itu tidak dipersoalkan LSM?

No peat (gambut)? Apa iya? Bukankah di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, gambut justru diproduksi untuk pembangkit listrik dan keperluan lain. Kenapa hanya gambut Indonesia yang diributkan?

Niatan LSM/ KLHK untuk menyelamatkan ekosistem gambut untuk mengurangi emisi karbon dioksida adalah sesuatu yang patut didukung. Namun langkah itu tidak boleh menabrak aturan. Masih banyak kawasan gambut di hutan lindung atau hutan konservasi milik negara yang semestinya diperbaiki dan diamankan dari kerusakan parah terlebih dahulu. Untuk urusan gambut di hutan produksi, nanti dulu, karena masih ada izin negara di atasnya.

Oh ya, masih ada satu fakta yang semestinya diketahui masyarakat. Indonesia adalah negara non Annex I dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim. Kelompok non-Annex I adalah negara-negara yang tidak memiliki kewajiban menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca. Namun Indonesia boleh berpartisipasi dengan kerelaan. Bukan paksaan.

Negara yang wajib mengurangi emisi karbon/gas rumah kaca itu adalah negara-negara maju yang sejak ratusan tahun lalu menghancurkan hutan dan sumber daya alam untuk industrinya. Dengan merusak alam justru membuat negara-negara itu menjadi besar seperti sekarang.

Nah, sudah lihat kan fakta-faktanya. Apakah PT RAPP dapat dikategorikan perusahaan yang melawan negara? (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Tabola Bale dan Arah Pembangunan

 

Aspirasi Rakyat di Era Digital

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved