Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Selain akan Ajukan PK ke MA, Kuasa Hukum RAPP akan Ajukan Gugatan Baru Terkait SK 5322

Adapun gugatan itu akan diajukan kembali di PTUN dengan pihak tergugatnya adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Editor: harismanto
Shutterstock
Ilustrasi 

TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Kuasa hukum PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Hamdan Zoelva mengatakan, selain akan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah AGung atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Kamis (21/12/2017), pihaknya juga akan mengajukan gugatan baru terkait pembatalan SK 5322.

Gugatan baru itu, katanya, merupakan upaya hukum lanjutan yang diajukan perusahaan untuk mengesahkan kembali Rencana Kerja Usaha (RKU) periode 2010-2019.

Adapun gugatan itu akan diajukan kembali di PTUN dengan pihak tergugatnya adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Hamdan menjelaskan, gugatan itu merupakan bagian dari pokok perkara permohonan fiktif positif yang tidak diterima oleh PTUN.

Baca: PTUN Jakarta Tolak Gugatan RAPP, Hamdan Zoelva: Kita akan Ajukan PK ke MA

Baca: Segera Lakukan Penyesuaian RKU Sesuai Arahan KLHK, RAPP Hormati Putusan PTUN

"Karena putusan untuk permohonan fiktif positif tidak membahas soal pokok perkara, maka kami akan ajukan gugatan baru dengan objek gugatan pencabutan SK tersebut," jelas Hamdan.

Hal itu ditempuh lantaran, menurutnya pembatalan SK tersebut merupakan tindakan yang melanggar dan melampaui kewenangan karena tidak memiliki dasar hukum.

Meski begitu, belum tahu pasti kapan pihaknya akan mendaftarkan perakaran tersebut. "Sesegera mungkin akan kami ajukan," tutupnya.

Dalam sidang yang diketuai hakim Oenoen Pratiwi itu, majelis menilai gugatan RAPP tersebut tidak memenuhi syarat formalitas permohonan fiktif positif berdasarkan pasal 53 UU Administrasi Pemerintah (UUAP).

Dalam pasal tersebut dikatakan, gugatan fiktif positif hanya bisa diajukan untuk permohonan baru, bukan untuk pencabutan permohonan.

Hal tersebut juga sesuai dengan keterangan saksi ahli administrasi negara dari Universitas Borobudur Jakarta Zudhan Arif Fakhrukloh di persidangan.

Kendati begitu, Hamdan bersikukuh baik permohonan baru ataupun permohonan pencabutan merupakan hal yang sama dan dapat diadili berdasarkan Pasal 53 UUAP.

"Ini persoalannya sederhana, karena tidak dijawab dalam waktu 10 hari maka kami menganggap itu dikabulkan dan tidak masuk dalam ruang lingkup tata usaha negara biasa," jelasnya.

Adapun, permohonan ini dilakukan karena RAPP keberatan mengenai SK 5322 yang dikeluarkan KLHK tentang Pembatalan Rencana Kerja Usaha (RKU) periode 2010-2019. SK berisikan Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No SK.93/VI BHUT/2013 tentang Persetujuan Revisi RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) periode 2010-2019 atas nama PT RAPP yang diterima perusahaan 18 Oktober 2017.

RAPP menganggap keberatan atas pembatalan RKU itu tidak ditanggapi Menteri LHK Siti Nurbaya dalam waktu 10 hari sejak SK diterima, sehingga dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan. (kontan.co.id)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved