Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Bicara Utang Negara Tanpa Lihat Konteks, Sri Mulyani: Bisa Menyesatkan

masukan dari berbagai pihak untuk mengendalikan posisi utang sudah sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah selama ini

istimewa
Sri Mulyani 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa perkembangan diskusi seputar utang pemerintah beberapa waktu belakangan mengesankan kondisi negara sedang kritis.

Padahal, utang merupakan satu dari sekian instrumen kebijakan dalam mengelola keuangan negara.

"Hanya menyoroti instrumen utang tanpa lihat konteks besar dan upaya arah kebijakan pemerintah, jelas memberikan kualitas analisis dan masukan yang tidak lengkap bahkan dapat menyesatkan," kata Sri Mulyani melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (23/3/2018).

Menteri yang akrab disapa Ani itu mengungkapkan, masukan dari berbagai pihak untuk mengendalikan posisi utang sudah sejalan dengan apa yang dilakukan pemerintah selama ini.

Bahkan, defisit APBN serta posisi utang pemerintah masih terkendali dan semakin jauh di bawah batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Keuangan Negara, yakni maksimal rasio 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Defisit APBN 2017 yang diperkirakan mencapai 2,92 persen PDB dapat diturunkan ke 2,5 persen PDB. Dari 2005 sampai 2010 pun, Indonesia berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB dari 47 persen ke 26 persen," tutur Sri Mulyani.

Dia menargetkan, target defisit APBN 2018 sebesar 2,19 persen dari PDB.

Baca: Disangka Sengaja Warnai Rambutnya, Gadis Ini Dibully, Terungkap Fakta Sebenarnya

Baca: Event-event dalam 2 Pekan Ini di Pekanbaru, Yuk Sambangi

Baca: Dipolisikan Gara-gara Curi 3 Buah Pepaya, Begini Nasib Nenek Alma Sekarang

Capaian-capaian tersebut memperlihatkan bahwa APBN Indonesia jadi semakin sehat, meski jumlah nominal utang mengalami kenaikan

Banyak aspek lain yang harus dilihat jika ingin memahami kondisi perekonomian negara selain dari utang. Aspek yang dimaksud adalah pajak dan cukai sebagai penerimaan negara,

lalu penerimaan negara bukan pajak (PNBP), instrumen belanja berikut alokasinya, kebijakan perdagangan dan investasi, kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan pendidikan dan kesehatan, serta kebijakan desentralisasi hingga transfer ke daerah.

Baca: FOTO: Ade Cs Suguhkan Freestyle Beatbox

"Disiplin fiskal tidak berarti kita menjadi ketakutan dan panik atau bahkan alergi terhadap instrumen utang. Kita harus tetap menjaga instrumen tersebut sebagai salah satu pilihan kebijakan dalam mencapai tujuan pembangunan," ujar Sri Mulyani

Sri Mulyani Indrawati pada kesempatan ini juga mengajak masyarakat untuk mulai berinvestasi pada instrumen Surat Berharga Negara ( SBN).

Hal itu dilakukan untuk menjawab kekhawatiran berbagai pihak tentang kepemilikan asing yang mendominasi total SBN sehingga dapat menimbulkan capital outflow dan mengancam stabilitas perekonomian.

"Kami masih perlu mengembangkan terus pendalaman pasar dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembelian obligasi negara maupun korporasi," kata Sri Mulyani melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Jumat (23/3/2018)

Baca: Nggak Ada yang Bakal Nyangka Profesi Pria Ini Kalau Melihat Tatonya, Ternyata Dia. . .

Baca: Jadwal Siaran Langsung Gojek Liga 1 2018 Akhir Pekan Ini

Baca: Calon Bujang dan Dara Pekanbaru 2018 Jalani Seleksi Tertulis

Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut dominasi kepemilikan asing pada SBN telah berlangsung sejak 2014 hingga Juni 2017. Total kepemilikan asing tersebut tercatat mencapai 39,5 persen dari total SBN.

Menanggapi hal itu, Sri Mulyani memaparkan bahwa secara umum jumlah investor ritel yang membeli SBN memang meningkat setiap tahun, terutama sejak diterbitkannya SBN ritel tahun 2006.

Peningkatan tersebut mencatatkan 16.561 jumlah investor ritel dalam negeri untuk tahun 2016 menjadi 83.662 pada 2016.

Pada 2018, pertumbuhan jumlah investor ritel pemegang SBN semakin tinggi, dari data terakhir tercatat sebanyak 501.713. Porsi pemegang SBN individual ada yang berusia di bawah 25 tahun baru sekitar 3 persen.

"Ibu rumah tangga juga telah mengenal dan berinvestasi pada SBN, sekitar 13 sampai 16 persen," tutur Sri Mulyani.

Selain mengimbau partisipasi dalam investasi SBN, pemerintah juga berupaya melakukan diversifikasi instrumen utang.

Hal tersebut dilakukan agar partisipasi masyarakat dalam pasar keuangan semakin dalam dan tebal, sehingga stabilitas ekonomi bisa terjaga.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved