Bom di Surabaya

Nasib Terkini Anak Teroris yang Selamat dari Bom Polrestabes Surabaya, Hidup Sebatang Kara

Pelaku keluarga teroris yaitu Tri Murdiono (40), Tri Ernawati (43), ADAM (19), dan MDS (14) tewas di tempat.

Editor: Muhammad Ridho
kolase tribunstyle

TRIBUNPEKANBARU.COM - Setelah tiga gereja, Mapolrestabes Surabaya juga menjadi sasaran teroris pada Senin (14/5/2018).

Kabid Humas Polda Jatim menjelaskan kronologi peledakan yang tepatnya berada di gerbang pemeriksaan.

"Kejadiannya tadi di pos penjagaan tapi tidak sampai masuk," kata kata Kombes Frans Barung Mangera.

"Jadi ada mobil yang mau masuk, motor ini ada di belakang," lanjutnya.

Melalui CCTV terlihat pelaku menaiki motor hendak masuk ke Mapolrestabes Surabaya.

Saat di gerbang pemeriksaan, tiba-tiba bom meledak dari motor tersebut.

Akibat insiden ini, empat polisi dan enam warga sipil menjadi korban.

Pelaku keluarga teroris yaitu Tri Murdiono (40), Tri Ernawati (43), ADAM (19), dan MDS (14) tewas di tempat.

Sedangkan, anak bungsu teroris itu selamat dari bom yang meledak di gerbang pemeriksaan.

Baca: Wakapolri Sedih Ingat Pesan Mengharukan Terakhir Aipda Auzar Sebelum Diserang Teroris, Ini Bunyinya

Bocah berkerudung tersebut tampak merangkak dari samping mobil dan motor yang rusak akibat bom.

Sementara api dan asap ledakan masih mengepul, ia mencoba berdiri sensiri.

Tim inafis Polrestabes Surabaya mencoba menghampiri, namun AKBP Ronny Faisal langsung menyelamatkannya.

Baca: Gerak-Geriknya Mencurigakan, Seorang Lelaki Diamankan Aparat Polresta Pekanbaru

Video penyelamatan itu langsung viral di berbagai akun media sosial.

Banyak netizen yang menanyakan bagaimana nasib bocah malang itu selanjutnya.

Istri Kapolda Jatim, Lita Machfud, pun mengabarkan kondisi terkini sang bocah.

Ia menyampaikannya setelah menjenguk bocah berinisial AIS (7) itu di Rumah Sakit Bhayangkara dengan ibu-ibu Bhayangkari lainnya.

Menurutnya, kondisi AIS telah berangsur-angsur membaik.

"Secara fisik sudah baik, cuma tangannya yang bekas dioperasi, kalau yang lain-lainnya sudah stabil," ujarnya, Selasa (15/5/2018).

Lita Machfud mengaku miris melihat reaksi keluarga AIS lainnya.

Istri Kapolda Jawa Timur, Lita Machfud usai menjenguk AAP anak dari pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya di RS Bhayangkara Surabaya, pada Selasa (15/5/2018)
Istri Kapolda Jawa Timur, Lita Machfud usai menjenguk AAP anak dari pelaku bom bunuh diri Polrestabes Surabaya di RS Bhayangkara Surabaya, pada Selasa (15/5/2018) (TRIBUNJATIM.COM/TRIANA KUSUMANINGRUM)

Katanya, tak ada anggota keluarga lain yang mau mendampingi AIS di rumah sakit.

"Ada rasa dalam hati kita miris ya, nggak ada keluarga lainnya yang mau mendampingi," kata Lita Machfud.

"Kalau tahu pasti tidak berani mendampingi karena dia anaknya siapa gitu ya."

Lita juga mengungkapkan ketakutannya kalau-kalau anak-anak teroris ini ikut "teracuni" ajaran orangtuanya.

"Jadi ada rasa kasihan dan kita juga takut anak-anak sempat diwawancara juga tercuci otaknya."

"Kita agak sedikit ngeri dan tentu butuh perjuangan yang sangat berat untuk mengembalikan menjadi anak normal, yang tidak memiliki pemikiran yang radikal."

Tri Murtiono, ayah AIS, memang berniat mengajak anaknya untuk ikut bunuh diri.

Ia pasti tak menyangka Tuhan memberikan mukjizat dengan menyelamatkan si bocah malang itu.

Kini, Tri Murtiono tak hanya membuat AIS sebatang kara, tapi juga meninggalkan hutang besar untuk putrinya.

Hal itu diketahui dari penuturan Ketua RW 02 Medokan Ayu, Hamid.

Ia mengungkapkan keluarga Tri Murtiono mengontrak di sebuah rumah di Jalan Tambak Medokan Ayu Gang VI.

Rumah itu dikontrak seharga Rp 32 juta untuk jangka waktu 2 tahun penempatan.

Ia mendapatkan rumah kontrakan itu melalui situs jual beli online.

Tapi, ternyata Tri Murtiono belum membayar semua harga rumah kontraknya.

"Ngontrak dua tahun seharga Rp 32 juta, tapi baru dibayar sekitar Rp 16 sampai Rp 20 juta," tutur Hamid.

"Lewat jual beli online (nemu rumahnya), ketemu sekali sama pemilik rumahnya," sambungnya.

Dalam kesehariannya keluarga Tri Murtiono dikenal cukup tertutup dengan para tetangganya.

Dikatakan Suwito selaku Ketua RT 08 RW 02, mereka baru 4 bulan tinggal di Medokan Ayu.

Sehari-harinya Tri Murtiono diketahui sebagai pengusaha teralis besi.

"Orangnya biasa aja, kesehariannya interaksi juga kurang, jadi tertutup," kata Suwito.

Dalam kesehariannya yang tertutup, Tri Murtiono sempat sesekali terlihat di kegiatan warga seperti penjagaan siskamling.

Saat ditanya perihal aktifitas di rumahnya, Suwito mengatakan tidak pernah melihat ada pengajian ataupun perkumpulan orang di rumah berwarna orange tersebut.

"Tidak pernah mengundang orang, di samping itu ada musala dan gak pernah terlihat," ujarnya.

Selama ini, warga sekitar tidak menaruh curiga lantaran menurut mereka aktifitas mereka biasa saja.

"Setahu saya mereka justru keluar. Setelah maghrib keluar dan ga tau pulangnya kapan," pungkas Suwito.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved