Opini
Menghapus Kekerasan Terhadap Perempuan
Beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 25 November, dunia internasional memperingati hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Perlu Penanganan Serius
Meski telah lama disuarakan, kekerasan seksual nampaknya belum ditanggapi serius oleh pemangku kebijakan. Meningkatnya kasus-kasus kekerasan berbasis jender, mengingatkan kita akan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang belum disahkan. Karenanya, payung hukum yang menjamin keselamatan perempuan mutlak diperlukan sebagai wujud komitmen negara melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan.
Selain itu, diperlukan sinergitas berbagai elemen bangsa untuk mengurangi fenomena. Pemerintah dari level nasional sampai daerah juga masyarakat harus melakukan tindakan kongkrit berupa pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban dan menindak pelaku sehingga kekerasan terhadap perempuan dapat dihapuskan. Semua elemen bangsa harus berkomitmen membangun dunia yang damai, dengan peradaban yang memuliakan perempuan.
Dari sisi korban, perempuan harus memberanikan diri melawan dan bersuara. Bahkan tak hanya itu, perempuan juga didorong untuk melaporkan kepada penegak hukum. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan jaminan dan kepastian untuk mendapat perlindungan dan keadilan.
Pendidikan sebagai Key factor
Pencegahan kekerasan terhadap perempuan dapat dimulai dari hulu. Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di masyarakat bisa direduksi dengan penguatan pendidikan. Pendidikan secara formal dan informal diyakini menjadi faktor kunci yang dapat mengubah persepsi dan sudut pandang masyarakat.
Di berbagai lembaga pendidikan seperti sekolah, pesantren, sekolah informal, dan lain-lain, diperlukan kurikulum yang mengajarkan pencegahan kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, diperlukan pula wadah yang memberikan kegiatan positif bagi remaja untuk menanggulangi tindak kekerasan terhadap perempuan
Pendidikan juga harus diterapkan di institusi terkecil masyarakat, yaitu keluarga. Dalam lingkup ini, keluarga harus menanamkan nilai-nilai kebaikan terutama kepada anak, antara lain lewat aspek keagamaan, sosial budaya, ekonomi, dan psikologi.
Selanjutnya, masyarakat secara kolektif diharapkan dapat berperan aktif menanamkan pendidikan melalui sosialisasi, advokasi, dan penyuluhan guna mengantisipasi kekerasan terhadap perempuan. Teladan dari tokoh masyarakat juga diperlukan sebagai panutan dalam kehidupan bermasyarakat.
Akhirnya, dengan ditetapkannya 25 November sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional, semoga pemerintah dan seluruh komponen bangsa semakin serius dan bersinergi menghapus kekerasan terhadap perempuan di bumi pertiwi.
Disclaimer: Tulisan ini adalah kiriman pembaca tribunpekanbaru.com, judul, foto, dan isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.