Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Ditinggal Ortu, Nadia Safitri Hidupi 3 Adiknya, Rela Jadi Buruh Batu Bata Hingga Berjualan Goreng

Ayahnya Munriadi, sudah pergi meninggalkan Nadia sejak dia masih dalam kandungan. Sedangkan ibunya, Yuliarna, ikut pergi meninggalkannya sudah 6 tahun

Penulis: Rizky Armanda | Editor: CandraDani
Tribunpekanbaru/RizkyArmanda
Nadia Safitri bersama ketiga adiknya saat ditemui Tribunpekanbaru.com, Sabtu (19/01/2019) 

Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru: Rizky Armanda

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU-Sejak usianya masih belia, gadis bernama Nadia Safitri ini sudah harus bertungkus lumus, berjuang untuk mencari nafkah bagi dirinya dan tiga orang adiknya.

Mulai dari menjadi buruh angkut batu bata, hingga kini membantu berjualan gorengan di lapak orang, dilakoni Nadia demi bisa bertahan hidup.

Hal ini terpaksa dilakukan Nadia, sejak kedua orangtuanya pergi meninggalkan dia dan adik-adiknya.

Ayahnya Munriadi, sudah pergi meninggalkan Nadia sejak dia masih dalam kandungan.

Sedangkan ibunya, Yuliarna, ikut pergi meninggalkannya sudah 6 tahun terakhir.

Alhasil, Nadia pun harus berjuang sendiri demi bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, beserta 3 orang adiknya yang masih kecil-kecil. Dia menjadi tulang punggung keluarga.

Nadia saat bekerja membantu di usaha jualan goreng di Jalan Singgalang, Pekanbaru, Sabtu (19/1/2019)
Nadia saat bekerja membantu di usaha jualan goreng di Jalan Singgalang, Pekanbaru, Sabtu (19/1/2019) (Tribunpekanbaru/RizkyArmanda)

Ia pun rela berhenti sekolah. Dia terakhir menyenyam pendidikan saat masih duduk dibangku kelas 1 SMP, sekitar 3 tahun lalu.

Kini usianya sudah 16 tahun. Nadia rela mengesampingkan kepentingannya sendiri. Saat ini dia hanya fokus agar bagaimana bisa memberi penghidupan bagi adik-adiknya.

Sudah 2 minggu belakangan, Nadia membantu berjualan usaha gorengan gerobak milik warga bernama Dedi, di Jalan Singgalang, samping Alam Mayang Pekanbaru.

Baca: 7 Fakta Terbaru Andini Gadis 14 Tahun Rawat 2 Adiknya yang Masih Balita Seorang Diri

Baca: Diduga Gizi Buruk, Adik Andini Dirawat di RSUD Selasih

Nadia bertugas memasak jajanan gorengan mulai dari goreng tahu, ubi, tempe, dan pisang. Perbuahnya dijual seribu rupiah. Dia bekerja dari pukul 13.00 WIB hingga paling lama pukul 20.00 WIB setiap harinya.

Saat ditemui Tribun, Sabtu (19/1/2019), tampak Nadia sedang sibuk menyiapkan gorengan untuk dijual. Tangannya terlihat cekatan, membolak-balik gorengan agar matangnya merata.

Selesai memasak, gorengan lantas ditiriskan oleh Nadia sebentar, kemudian ditaruh di gerobak jualan. Gorengan pun dionggok sejenis. Tahu goreng dengan tahu goreng, ubi goreng dengan ubi goreng, dan seterusnya.

Sehari, Nadia bisa mendapat upah sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu. Disesuaikan dengan penjualan, berapa jumlah gorengan yang habis.

Uang itulah yang digunakan Nadia untuk membeli makanan, untuk dia makan bersama para adiknya.

"Alhamdulillah, cukuplah. Untuk adik-adik, untuk jajan kita juga," ungkapnya.

Jarak dari rumahnya ke lokasi tempat dia bekerja pun terbilang cukup jauh.

Dia tinggal di lingkungan RT 4 RW 4, di Jalan Badak Ujung, Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

Baca: Andini Putus Sekolah Demi Rawat Ibu dan 2 Adik Balita, Kini Pendidikannya Dijamin PLN hingga Sarjana

Bahkan yang lebih menyedihkan, sering kali Nadia mesti berjalan kaki, baik pergi maupun pulang dari tempat dia mengais rezeki. Jika dia tak mendapat tumpangan warga, atau pun bus.

Nadia mengaku kerap merasa takut, apabila pulang bekerja saat malam hari. Maklum, akses jalan ke rumahnya bisa dibilang jelek dan gelap.

Sekitar 1 kilometer lebih, jalan menuju rumahnya belum diaspal, konturnya masih tanah liat. Bisa dibayangkan jika hujan, maka jalanan akan sangat licin.

Kondisi jalannya berbukit naik turun. Belum lagi sepanjang jalan jelek itu, sangat minim penerangan.

Sebelum menjalani pekerjaan sebagai pembantu di usaha gorengan milik orang lain, Nadia pernah menjadi buruh angkut batu bata.

Tugasnya, mengangkut batu bata yang masih basah untuk disusun ditempat yang cukup terkena sinar matahari di pinggir bedeng. Istilahnya bandreng. Perseribu batu bata, dia mendapat upah Rp 10 ribu.

Baca: Andini Gadis 14 Tahun Seorang Diri Rawat 2 Adiknya, Kini Mereka Harus Dilarikan ke RSUD Pelalawan

Daerah tempat tinggal Nadia, sebagian besar warganya memang sebagian besar menjadikan usaha pembuatan batu bata sebagai mata pencaharian utama.

Penghasilan Nadia saat dulu masih bekerja mengangkut bata bata tersebut sekitar Rp 50 ribu per pekan.

Untuk diketahui, rumah kediaman Nadia memang cukup jauh dari pusat kota. Dia tinggal di rumah papan yang sangat sederhana, yang dulu dibangun oleh bapaknya. Rumahnya juga masih jauh dari kata layak dan sehat.

Ukurannya hanya sepetak rumah, kurang lebih 4x4 meter, hingga 5x5 meter. Tidak ada listrik, tidak ada tempat untuk mandi, mencuci atau buang air.

Untuk keperluan mandi dan mencuci, Nadia hanya mengandalkan air yang menggenangi kubangan, atau sumur dangkal persis di samping rumahnya.

Sedangkan untuk buang air, ke kubangan lainnya, yang agak berjarak dari rumah. Itupun hanya dibuat seadanya, dengan ditutup karung yang dibuat mengeliling.

Tak jarang jika turun hujan, rumahnya dipenuhi lumpur, lantaran air tanah yang berada di dataran lebih tinggi, mengalir dan masuk ke rumah Nadia.

Baca: VIDEO: Terpasang Selang Infus, Andini dan 2 Adik Balitanya Dirawat di RSUD Pelalawan Riau

Saat ini, hanya dua adik Nadia yang masih bersekolah. Mereka adalah adik terkecilnya, Kevin umur 6 tahun kelas 1 SD dan adik keduanya Marcel umur 10 tahun kelas 3 SD.

Sementara adik pertamanya Diana, juga sudah putus sekolah, sama dengan dirinya. Diana juga memilih meneruskan pekerjaan Nadia sebelumnya, jadi buruh pengangkut batu bata.

Setahu Nadia, ibunya kini berada di Madura dan sudah menikah lagi. Sedangkan bapak kontannya, ada di Padang.

"Kalau Mamak di Madura. Bapak kontan di Padang. Mamak pergi sudah 6 tahun. Kalau bapak sejak Nadia masih di dalam perut lagi," ungkapnya.

Saat ditanyai soal harapannya, Nadia hanya melontarkan satu kalimat singkat.

"Mamak pulang udah itu aja," jawabnya.

Terpisah, Ketua RT di lingkungan tempat tinggal Nadia, Hendriyadi memaparkan, saat orangtuanya ada, kondisi perekonomian keluarga Nadia memang sudah sulit.

"Memang orangtuanya ada, tapi ekonominya susah. Makan 3 kali sehari saja susah. Apalagi sejak ditinggal orangtuanya, anak ini (Nadia) tinggal sendiri, tapi masih di lingkungan ada saudara-saudaranya," sebutnya.

"Akhirnya dia berjuang secara mandiri adik-beradik, untuk memenuhi kebutuhannya. Kadang-kadang ada relawan datang membantu," sambung dia lagi.

Terkadang juga dipaparkan Hendriyadi, saudara-saudara Nadia juga ada yang ikut membantunya. Meski pada dasarnya, kondisi perekonomian saudaranya juga susah.

"Nadia berhenti sekolah demi adik-adiknya," tandas Ketua RT.

Saat Tribun menyambangi kediaman Nadia, terlihat belasan orang dari komunitas Sahabat Berbagi Riau, hadir di sana. Mereka membawa sejumlah sembako untuk kebutuhan Nadia dan 3 adiknya sehari-hari.

"Kita datang ke sini berkunjung, dengan harapan bisa sedikit membantu Nadia dan adik-adiknya. Semoga kehidupan mereka bisa jauh lebih baik lagi," kata PJ Sahabat Berbagi Riau, Muhammad Rifqi.(Rizky Armanda)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved