Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kepulauan Meranti

Kebakaran Lahan di Meranti Riau, Takut Apinya Menjalar, Andik Tidur di Kolong Rumah

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau telah menjadi momok buruk bagi masyarakat.

Penulis: Teddy Tarigan | Editor: Ariestia
Tribun Pekanbaru/Teddy Tarigan
Andik Baso (55) yang harus mencangkul tanah di sekeliling rumahnya untuk memadamkan api. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, MERANTI - Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau telah menjadi momok buruk bagi masyarakat.

Tidak hanya menyebabkan kerugian terhadap kesehatan dikarenakan asap yang ditimbulkan, tapi juga mengakibatkan kerugian secara ekonomi termasuk bagi masyarakat kecil.

Seperti yang dialami oleh Andik Baso (55) warga Desa Tebun, Dusun Merenggut, Kecamatan Rangsang, Kepulauan Meranti, Riau.

Akibat kebakaran yang terjadi puluhan hektar kebun Sagu miliknya di desa tersebut hangus terbakar.

Saat Tribunpekanbaru berjumpa dengan Andik Rabu (6/4/2019) dirinya mengaku bahwa lahan miliknya sudah dua kali terbakar dan mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

Baca: Sedang Berlangsung! Video Live Streaming Persebaya Vs Persib Bandung Piala Presiden di Indosiar

"Ini sudah terjadi dua kali, saya tidak tahu lagi mau mengadu kemana," ungkapnya sambil terus melihat ke arah lahannya yang terbakar.

Pantauan Tribunpekanbaru.com ketika itu seluruh lahannya di sekolah rumahnya sudah hangus terbakar. "Ini tinggal rumah saya saja lagi yang belum terbakar," ujarnya.

Bahkan dirinya harus terus mengawasi pelebaran api, mengingat lahan miliknya yang merupakan gambut begitu mudah terbakar. Terlihat bangunan rumah miliknya juga masih berbahan baku dari kayu.

Menyedihkannya lagi dirinya bahkan sudah empat hari harus tidur di bawah kolong rumahnya. Hal tersebut agar dirinya bisa dengan cepat mengantisipasi menjalarnya api sampai ke rumahnya.

"Saya harus tidur di kolong rumah, sudah tidak perduli lagi kalau ada ular, yang penting rumah saya jangan terbakar," ungkapnya.

Sesekali Andik harus menjangkit tanahnya untuk memadamkan api. Hal tersebut karena air di sumur miliknya kering.

Baca: Mau Lapor SPT Belum Bisa Akses e-Filing? Simak Cara Berikut, Batas Akhir 31 Maret 2019

"Itu ada sumur tapi kering, jadi kita madamkannya kita cangkul tanah itu," ungkapnya.

Andik juga mencontohkan bagaimana dirinya mencangkul tanahnya yang berasap agar api padam dan tidak menjalar. Dirinya bahkan tidak peduli walau tidak menggunakan alas kaki.

"Kayak gitu (mencangkul) baru dia mati, karena air tidak ada," ujarnya di sela-sela aktivitasnya mencangkul tanahnya.

Dirinya mengatakan bahwa selama mengalami musibah tersebut, dirinya tidak pernah mendapatkan bantuan apapun.

"Rumah saya sudah dua kali terbakar tapi saya tidak pernah mendapatkan bantuan apapun," ujarnya.

Bahkan lahan sagu terbakar miliknya tidak akan bisa pulih dalam waktu yang lama.

"Itu kalau sudah terbakar, 5 sampai 6 tahun lagi baru bisa pulih," ujarnya.

Andik mengaku tinggal sendiri di rumahnya tersebut, dimana keluarganya saat ini berada di Batam.

Andik berharap ke ajaran yang terjadi bisa cepat selesai, dan tidak menimbulkan kerugian lebih banyak bagi warga.

Baca: Niat Puasa Rajab dan Amalan yang Bisa Dilakukan Selama Bulan Rajab, Jumat Besok!

Masih di tempat yang sama Pj Kepala Desa Tebun Syahroni mengakui bahwa kebakaran yang terjadi di desanya memang berdampak signifikan terhadap ekonomi masyarakat.

"Kita di sini ada 50 KK, jadi lahan yang terbakar di sini semuanya lahan milik masyarakat," ungkapnya.

Lahan yang terbakar di sana dikatakan Syahroni adalah lahan kebun yang diolah masyarakat, mulai dari sagu, karet dan kelapa.

"Semuanya merupakan mata pencarian warga, perkiraan kita ada sekitar 20 hektar lahan masyarakat yang terbakar di sini," ujarnya.

Dirinya mengatakan pihaknya saat ini memadamkan api secara swadaya dibantu pihak PT. SRL.

"Kita tetap koordinasi dengan BPBD, tapi informasinya mereka berada di daerah Sokop, karena di sana juga banyak yang terbakar," ujarnya.

Kesulitan yang dihadapi mereka dalam memadamkan api salah satunya adalah sumber air. "Ketersediaan air terbatas, jadi kita dibantu PT SRL membuat embung untuk menyimpan air. Kalau air pasang air ada, tapi kalau air surut air sudah tidak ada," ujarnya.

Baca: Ternyata Ada Tempat Misterius Zombie Mode di PUBG Mobile, Dimana Saja?

Selain itu angin kencang juga menjadi momok menakutkan bagi mereka.

"Kalau gambut apinya bisa menjalankan dari bawah, tapi kalau angin datang, bunga api itu bisa terbang sehingga bisa menyebabkan kebakaran di titik lain." Tuturnya. (Tribunpekanbaru.com/Teddy Tarigan)

Saksikan juga berita video menarik dengan subscribe ke channel YouTube Tribunpekanbaru.com:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved