Berita Riau
Kasus Penyelundupan Satwa Dilindungi, Empat Warga Lampung Jadi Tersangka
PPNS dari Balai Gakkum LHK Wilayah Sumatera menetapkan empat orang warga Lampung Selatan sebagai tersangka kasus penyelundupan 40 satwa dilindungi
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Hendra Efivanias
"Jadi tersangka ini memahami yang dibawanya itu adalah burung. Walaupun tidak secara eksplisit dia mengatakan, saya tidak tahu kalau burung itu dilindungi. Kira-kira begitu," paparnya.
Edo menambahkan, saat ini penyidik tengah melengkapi berkas perkaranya.
Untuk kemudian dilakukan proses hukum lanjutan.
Bea Cukai Dumai bekerjasama dengan TNI AL berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 40 ekor jenis satwa dilindungi.
Satwa-satwa ini dibawa dengan 2 unit mobil, dari Lampung menuju Pelabuhan Roro Bandar Sri Junjungan, Kota Dumai.
Petugas yang mendapatkan informasi tentang akan adanya pengiriman satwa yang dilindungi dan tidak dilengkapi dokumen yang sah dan resmi ini, langsung bergerak cepat.
Dua unit mobil pengangkut tersebut, berhasil ditegah sesampainya di pelabuhan.
"Rencananya akan dibawa ke Malaysia, lewat Pulau Rupat. Jadi ini jaringan penjualan satwa dilindungi internasional. Karena melibatkan antar negara," kata Kepala Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau, Suharyono dalam kegiatan jumpa pers, Sabtu (23/3/2019).
Dilanjutkannya, lima orang yang berperan mengangkut dan juga sebagai penghubung turut diamankan.
Mereka masing-masing berinisial SW (36), TR (20), AN (24), serta YA (29). Keempatnya merupakan warga asal Lampung Selatan.
Sementara satu orang berinisial EF (48), yang diduga penghubung ke Malaysia, adalah warga Bengkalis.
Kelima orang berikut barang bukti 40 ekor satwa dilindungi dan dua unit mobil pengangkut, saat ini sudah berada di Kantor BBKSDA Riau.
Suharyono merincikan, 40 jenis satwa dilindungi yang diamankan.
Kepala BBKSDA menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan beberapa Lembaga Konservasi dan Pusat Penyelamatan Satwa untuk melakukan rehabilitasi terhadap satwa-satwa ini.
Pelaku dijerat dengan pasal 21 ayat 2 huruf a, junto pasal 40 ayat 2. Dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta," sebut Suharyono. (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)