Pilpres 2019
Pemerintah Ingatkan Ada Penunggangan Massa dan Potensi Rusuh pada 22 Mei, Siapa Punya Skenario?
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan, ada pihak yang sengaja memanfaatkan situasi jika ada pengumpulan massa saat KPU umumkan hasil pemilu
Oleh karena itu, Wiranto mengajak kepada seluruh komponen masyarakat untuk tidak mengikuti ajakan-ajakan yang dapat memecah belah bangsa.
Pemerintah, menurut dia, akan terus menjaga keamanan nasional sampai pengumuman KPU nanti.
“Hukum harus ditegakkan karena demokrasi yang kadang-kadang bernuansa kebebasan, maka remnya hukum," ujar Wiranto.
Mantan Panglima ABRI itu berharap, kondisi saat ini tidak seperti tahun 1998 yang sampai menimbulkan kerusuhan.
Menurut dia, Pemilu jangan sampai menjadikan bangsa terpecah belah.
“Hanya masalahnya ada pihak-pihak tertentu dalam pemilu ini tidak mau kalah. Bahkan ada indikasi akan masuk pada upaya-upaya konstitusional tetapi maksa. Konstitusional kalau maksa jadi tidak konstitusional," ujar Wiranto.
Ia pun berharap bila ada sekelompok orang yang punya niatan seperti itu agar mengeringkannya.
Ia menegaskan bahwa setiap aksi harus tetap dalam koridor hukum guna mengawal demokrasi tetap berjalan dengan baik.
“Kita mengimbau teman-teman di seberang sana yang ingin melaksanakan niat inkonstitusional untuk mengubah konsepnya menjadi konsep yang kepentingan hukum demi stabilitas nasional, demi kepentingan masyarakat. Kami dengan tegas tidak pandang bulu akan melaksanakan konsep-konsep itu," kata dia.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan penolakan terhadap perhitungan resmi yang dilakukan oleh KPU karena dinilai penuh kecurangan.
Sebaliknya, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi mengklaim mereka memenangi Pilpres 2019 dengan perolehan suara 54,24 persen dan Jokowi-Maruf Amin 44,14 persen.
Meski mengklaim ada kecurangan, namun kubu Prabowo mengaku tidak akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Sejumlah elite di kubu Prabowo justru menyuarakan gerakan massa atau people power (*)