Mantan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh Jadi Ketua Dewan Pers, Begini Sosok Eks Rektor ITS Tersebut

Mohammad Nuh, terpilih menjadi Ketua Dewan Pers Periode 2019-2022 menggantikan Yosep Adi Prasetyo

Editor: Rinal Maradjo
kompas.com
Mantan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh Jadi Ketua Dewan Pers, Begini Sosok Eks Rektor ITS Tersebut 

Mantan Menteri Pendidikan Mohammad Nuh Terpilih Jadi Ketua Dewan Pers, Begini Sosoknya

TRIBUNPEKANBARU.COM - Mohammad Nuh, terpilih menjadi Ketua Dewan Pers Periode 2019-2022 menggantikan Yosep Adi Prasetyo.

Serah terima jabatan dari Yosep Adi Prasetyo kepada Mohammad Nuh dilakukan di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).

Seperti dikutip dari Antara, sebelumnya melalui Keputusan Presiden Nomor 33/M tahun 2019, ditetapkan pemberhentian anggota Dewan Pers periode 2016-2019, sekaligus pengangkatan sembilan anggota Dewan Pers periode 2019-2022.

Sementara itu, pemilihan ketua dilakukan sembilan anggota Dewan Pers periode 2019-2022.

Dalam pemilihan diputuskan Nuh yang juga mantan Menteri Pendidikan di Zaman yang mewakili unsur masyarakat sebagai Ketua Dewan Pers.

Delapan anggota lain Dewan pers 2019-2022 adalah 

Unsur Wartawan :

Arif Zulkifli

Hendry Ch Bangun

Jamalul Insan

Unsur Perusahaan :

Ahmad Djauhar

Agung Darmajaya

Asep Setiawan

Tokoh Masyarakat :

Agus Sudibyo

Hassanein Rais

Baca: Bea Cukai Amankan Kapal PENYELUNDUP Bahan Makanan dari MALAYSIA, Tujuannya ke Bengkalis

Baca: Saat Ingin Gabung dengan Massa di Bawaslu, Sudirman Said dan Dahnil Diadang Lalu Tanya Ini ke Polisi

Dalam sambutannya, Nuh mengatakan Dewan Pers ingin mendorong media memperkuat fungsi edukasi publik.

Pasalnya, kata Nuh, ketika masyarakat sudah tercerahkan maka sensor diri secara otomatis akan terbentuk.

"Ketika masyarakat semakin cerdas dan dewasa, mereka tahu berita yang tidak beres, dia sudah punya self sensoring," kata Nuh seperti dilansir Antara.

Mohammad Nuh mengatakan ingin memperkuat fungsi pencerahan kepada masyarakat karena saat ini banyak informasi bohong alias hoaks yang berseliweran di tengah masyarakat.

Ia pun meminta media menjadi pencerah informasi tersebut dengan menitikberatkan pada aspek verifikasi.

"Karena saat ini berita itu macam-macam, dan pemikiran macam-macam, ada media yang bisa mencerahkan. Itu untuk memperkuat nasionalisme," kata pria yang juga pernah menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) ini.

Ahli Rekayasa Biomedika

Dikutip dari Wikipedia, Prof. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA adalah Menteri Pendidikan Nasional Indonesia sejak 22 Oktober 2009 hingga 20 Oktober 2014.

Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (2007–2009) dan rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya periode tahun 2003–2006.

Setelah turun dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan Nasional, ia kembali mengajar di Jurusan Teknik Elektro dan Teknik Biomedik, kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Mohammad Nuh sendiri adalah anak ketiga dari 10 bersaudara.

Ayahnya H. Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya.

Ia melanjutkan studi di Jurusan Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, dan lulus tahun 1983.

Mohammad Nuh mengawali kariernya sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984.

Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Prancis.

Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Nuh menikah dengan drg. Layly Rahmawati, dan ia dikaruniai seorang puteri bernama Rachma Rizqina Mardhotillah, yang lahir di Prancis.

Pada tahun 1997, Mohammad Nuh diangkat menjadi direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) ITS.

Berkat lobi dan kepemimpinannya, PENS menjadi rekanan tepercaya Japan Industrial Cooperation Agency (JICA) sejak tahun 1990.

Pada tanggal 15 Februari 2003, Mohammad Nuh dikukuhkan sebagai rektor ITS.

Pada tahun yang sama, Nuh dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika.

Ia adalah rektor termuda dalam sejarah ITS, yakni berusia 42 tahun saat menjabat.

Semasa menjabat sebagai rektor, ia menulis buku berjudul Startegi dan Arah Kebijakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (disingkat Indonesia-SAKTI).

Selain sebagai rektor, Mohammad Nuh juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jawa Timur, Pengurus PCNU Surabaya, Sekretaris Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved