Pegiat HAM Munir Tewas Tak Terselesaikan Selama 15 Tahun, KONTRAS Sebut Jokowi Hanya 'Seremonial'
Menurut Yati, dalam penuntasan kasus Munir, Jokowi hanya mengedepankan seremonial.
Pegiat HAM Munir Tewas Tak Terselesaikan Selama 15 Tahun, KONTRAS Sebut Jokowi Hanya 'Seremonial'
TRIBUNPEKANBARU.COM - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan ( Kontras) Yati Andriyani menyebutkan respons Presiden Joko Widodo terkait penyelesaian kasus pembunuhan Munir bisa menjadi masalah.
Menurut Yati, dalam penuntasan kasus Munir, Jokowi hanya mengedepankan seremonial.
Presiden, kata dia, seolah tak pernah mengecek langsung hingga sejauh mana pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kasus ini menyelesaikan tugasnya.
Yati menuturkan, Presiden pernah mengaku sudah memerintahkan jaksa agung dan kepolisian untuk mencari dokumen yang dihilangkan terkait kasus pembunuhan Munir.
"Tapi kami tidak melihat ada upaya lebih dari Presiden setelah itu. Apakah Presiden mengecek, mengontrol, memastikan anak buah sudah mencari dan mempelajari dokumen tersebut?" kata Yati saat konferensi pers 15 tahun kasus pembunuhan Munir di Kantor KontraS, Jumat (6/9/2019).
"Kami berpendapat cara Presiden yang hanya merespons dengan cara artificial, hanya dengan respons seremonial itu menjadi masalah," lanjut dia.
Oleh karena itu, dia pun meminta agar Presiden dapat memastikan perintahnya kepada Polri dan Jaksa Agung itu sudah dilakukan.
"Caranya dengan memanggil mereka," kata dia. Adapun pada Sabtu (7/9/2019) merupakan tepat 15 tahun peristiwa pembunuhan Munir, sang aktivis HAM. Munir dibunuh di dalam pesawat maskapai Garuda jurusan Amsterdam dengan cara diberikan racun arsenik pada 7 September 2004. Munir dibunuh di dalam pesawat maskapai Garuda Indonesia yang sedang menuju Amsterdam, Belanda, dengan cara diberikan racun arsenik pada 7 September 2004.
Kasus ini hanya menghukum Polycarpus dan mantan Dirut Garuda Indonesia Indra Setiawan, tak ada nama lain yang dianggap bertanggung jawab.
Polycarpus divonis setelah terbukti sebagai pelaku pembunuh Munir yang memasukan arsenik ke tubuh Munir.
Sementara Indra Setiawan dihukum lantaran terlibat dalam menugaskan Polycarpus untuk menerbangkan pesawat pada hari pembunuhan Munir.
Hari ini 15 Tahun Lalu, pegiat HAM Munir Tewas di Dalam Kabin Pesawat Garuda Indonesia
TRIBUNPEKANBARU.COM - Tepat 15 tahun yang lalu, hari ini, 7 September pegiat hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib tewas dibunuh, di dalam kabin pesawat.
Sampai saat ini misteri kematian Munir di dalam kabin pesawat Garuda belum sepenuhnya terkuak.
Munir meninggal dalam penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, dengan transit di Singapura. Dia hendak sekolah di Ultrecht, mendalami perlindungan internasional terkait HAM.
Namun, takdir berkata lain. Di kabin pesawat Garuda bernomor penerbangan GA-974, Munir mengembuskan napas terakhir.
Baca: Sempat Tangkis Golok yang Dilayangkan Pelaku, Gadis Baduy Tewas & Diperkosa 3 Remaja: Ini 4 Faktanya
Kematian Munir tidak langsung disangka sebagai pembunuhan.
Kematian Munir tidak langsung disangka sebagai pembunuhan.
Dia sempat dikira sakit hingga akhirnya meninggal sekitar pukul 08.10 waktu setempat, dua jam sebelum pesawatnya mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Dugaan sakit itu muncul karena Munir terlihat bolak-balik ke toilet selama penerbangan, selepas transit di Bandara Changi, Singapura.
Saat badan pendiri Imparsial dan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu lemas di kursi bernomor 40G, seorang penumpang yang adalah dokter di bangku 1J berusaha memberi pertolongan. Munir pun pindah kursi ke sebelahnya.
"Menurut laporan, keadaan Pak Munir masih tenang, tapi dua jam menjelang pesawat mendarat di Schiphol, Pak Munir meninggal," kata Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia saat itu, Pujobroto, seperti dilansir harian Kompas edisi 8 September 2004.
Setibanya pesawat di Bandara Schipol sekitar pukul 10.00 waktu setempat, 10 petugas polisi militer langsung masuk ke pesawat. Selama 20 menit, penumpang dan kru pesawat tidak diizinkan turun untuk dimintai keterangan.
Sesudahnya, jenazah Munir pun diturunkan dan diurus otoritas bandara. Proses autopsi sebagai bagian dari prosedur penanganan kematian di dalam penerbangan internasional dilakukan.
Istri Munir, Suciwati, didampingi sejumlah kolega menjemput jenazah Munir. Penerima penghargaan Right Livelihood Award 2000 ini kemudian dimakamkan di Batu, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 12 September 2004.
Baca: Nikah Sampai 24 Kali, Vicky Prasetyo Mengaku Bangga, Tapi Juga Sedih Lantaran Hal Ini
Hasil autopsi
Kabar mengejutkan datang dua bulan setelah pemakaman Munir. Pada 12 November 2004, Kepolisian Belanda mengumumkan hasil autopsi Munir. Hasilnya, ditemukan jejak senyawa arsenik.
Temuan ini kemudian diumumkan Kepolisian RI (Polri) di Jakarta. Kapolri saat itu, Jenderal Pol Da'i Bachtiar menyebutkan ada dugaan pembunuhan terhadap Cak Munir dengan cara diracun.
Kandungan racun arsenik ditemukan di air seni, darah dan jantung Munir dalam takaran melebihi kandungan normal. Bahkan, takarannya disebut cukup untuk membunuh 32 gajah.
"Begitu hasil pemeriksaan laboratorium terhadap jenazah Munir dari Belanda yang kami terima dari Departemen Luar Negeri (Deplu). Ada dugaan kematian Munir tidak wajar," ujar Da'i, dikutip dari harian Kompas edisi 13 November 2004.
Polri pun segera membentuk tim forensik guna melakukan pendalaman. Makam Munir digali kembali untuk memeriksa lebih dalam kondisi jenazah.
Usman Hamid yang saat itu adalah Koordinator Kontras menduga arsenik masuk ke tubuh Munir dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam.
Reaksi baru terlihat setelah transit di Singapura, dengan bukti kondisi badan Munir yang lemas di penerbangan Singapura-Amsterdam.
Desakan mengungkap kematian Munir pun bergulir. Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, misalnya, menggelar aksi solidaritas bagi Munir, di kantor Komisi Nasional (Komnas) HAM, Jakarta, pada Selasa (23/11/2004).
Mereka meminta Komnas HAM segera membentuk tim penyelidik independen guna mengusut kematian Munir.

