Aksi Demo
BREAKING NEWS: Usai Magrib, Massa Unjuk Rasa dan Polisi Kembali Bentrok, Massa Lempar Bom Molotov
Massa aksi yang berdemo di depan Restoran Pulau Dua membalas tembakan gas air mata petugas kepolisian menggunakan petasan.
BREAKING NEWS: Usai Magrib, Massa Unjuk Rasa dan Polisi Kembali Bentrok, Massa Lempar Bom Molotov
TRIBUNPEKANBARU.COM - Massa aksi yang berdemo di depan Restoran Pulau Dua membalas tembakan gas air mata petugas kepolisian menggunakan petasan.
Tak hanya itu, ada beberapa massa aksi yang turut melempari petugas menggunakan bom molotov.
Pantauan TribunJakarta.com di lokasi sekira pukul 18.10 WIB, kini massa aksi yang sebelymnya berada tepat di depan Restoran Pulau Dua dipulul mundur yingga ke arah JCC.
Hingga berita ini ditulis, aksi saling balas antara petugas kepolisian dan massa aksi terus erlangsung.
--
Siapa 'Penumpang Gelap' Demo Mahasiswa hingga Berakhir Ricuh?
DEMO Mahasiswa yang terlihat masif dan menyebar di seantero Indonesia mengingatkan pada aksi serupa menjelang reformasi 1998.
Meski berakhir dengan kerusuhan, harus dibedakan antara aksi murni Mahasiswa dengan kemungkinan gerakan penyusup alias provokator.
Tak banyak yang sadar, aksi Mahasiswa yang menyebar ke seluruh Indonesia bermula dari tanda pagar (tagar) di media sosial #GejayanMemanggil.
Tagar ini selama beberapa hari menggema di media sosial dan menginspirasi gerakan perlawanan atas ketidakadilan yang dirasakan nurani masyarakat.
Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia bergerak di kota-kota mereka meneriakkan kegelisahan hati dan kegeraman jiwa atas berlakunya Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP).
Undang-undang KPK dinilai melemahkan KPK dan menguatkan koruptor.

Sementara, pada RKUHP ada sejumlah pasal yang dinilai janggal karena negara masuk terlalu dalam pada ranah kehidupan pribadi.
RKUHP juga diprotes karena penambahan pasal-pasal karet yang bisa mengriminalisasi siapa pun tanpa kecuali dengan konteks yang sumir.
Pasal penghinaan presiden, misalnya, dihidupkan kembali dalam RKUHP, padahal telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Permohonan uji materi tersebut diajukan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis.
MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.
Penyusup dalam demo
Aksi menyuarakan perasaan ketidakadilan meluas.
Tapi tak disangka, unjuk rasa berujung kerusuhan di sejumlah perimeter (batas keliling) Kompleks Gedung DPR, MPR, DPD, di Jakarta.
Awalnya ada kesan mahasiswa yang melakukan, tetapi belakangan muncul kejanggalan.
Ada sosok-sosok misterius dalam kerusuhan??
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sempat menyebut, aksi mahasiswa yang berujung ricuh mirip seperti aksi kerusuhan 22 Mei 2019 pasca-Pilpres lalu.
"Kami melihat di Jakarta tidak tepat caranya ada penggunaan bom molotov dan pembakaran pos polisi, pembakaran ban, kekerasan pelemparan batu dan lain-lain dengan menggunakan senjata-senjata mematikan," kata Tito saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Kamis (26/9/2019).
"Ini mirip dengan pola kerusuhan 21-23 Mei. Dimulainya sore hari berlangsung sampai malam hari. Ini terlihat cukup sistematis. Ada pihak-pihak yang mengatur itu," ujarnya.
Kita tahu pada aksi kerusuhan 22 Mei lalu, ada operasi rahasia yang diduga dilakukan sekelompok orang untuk membuat onar.
Di antaranya adalah dengan memasok preman dari sejumlah titik melalui stasiun Kereta Api di Tanah Abang, Jakarta Pusat, hingga menggunakan ambulans, termasuk membawa sejumlah "amunisi" seperti batu dan tongkat panjang.
Model yang sama
Apakah aksi Mahasiswa di Jakarta pekan lalu juga menggunakan model yang sama?
Polisi masih menyelidikinya. Tapi satu yang pasti, harus ada catatan, bahwa ada sejumlah pertanyaan terkait kerusuhan 22 Mei 2019 lalu yang belum terjawab.
Di antaranya adalah soal “martir” yang tewas dan diduga sengaja ditembak untuk dikorbankan.
Siapa seseorang ini? Belum jelas jawabnya hingga kini!?
Apakah karena belum tuntasnya kasus besar masa lalu, lantas digunakan model yang sama saat ini???
Hanya penyelidikan tuntas yang bisa menjawab.
Dari seluruh catatan di atas, ada satu harapan: jangan sampai demo murni mahasiswa ditunggangi kelompok misterius yang sama, dengan gaya yang serupa, dengan kepentingan yang berbeda.??
Mereka mahasiswa.
Mereka murni bersuara!??
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Misteri Demo Mahasiswa yang Berakhir Ricuh",